(Santo-Jakarta)
Malam Zev... semoga saya diperbolehkan ikut merusuhi kolom ini dengan tulisan saya yang - semoga bisa dimengerti - kurang mematuhi tata tertib berbahasa Indonesia. Belum lagi tema tulisan saya yang entah bisa diterima entah tidak oleh sidang pembaca. Ah, cukuplah basa basi. Biar Zeverina tentukan laik tidaknya tulisan saya ini.
Setamat kuliah tahun 2002 di sebuah universitas negeri di Jawa Tengah, saya mencoba mengadu nasib dengan mendaftar di TNI, tepatnya di program PK (Prajurit Karier) Angkatan 2002. Eh, tak dinyana tak disangka duga, saya diterima. Tes demi tes berhasil terlampaui, meskipun tak selalu menduduki peringkat
Di situ, kami berlatih bersama-sama dengan para taruna Akmil, yang bedanya tentu kami lebih dewasa dari mereka yang saat itu masih bocah-bocah ingusan lulusan SMA. Namun saya pernah dikejutkan dengan pernyataan seorang dosen mata kuliah di
Buat para pembaca KoKi yang belum mengetahui kerasnya pendidikan di militer, saya sarankan jangan mencoba kalau tak kuat. Berat sekali. Bintara-bintara pelatih (kebanyakan berpangkat sersan) memperlakukan kami dengan "kejam" dan "buas". Kadang saat itu kami seakan-akan punya pikiran, "Awas kau kalau aku jadi letnan nanti. Kucari kau ke sini, lantas kuhajar ganti." Anehnya, sekarang dendam tersebut seakan-akan menguap hilang begitu saja, entah kenapa. Terutama saat saya menyaksikan sendiri kehidupan para sersan tersebut bersama keluarganya sehari-hari di asrama yang bisa dibilang kumuh. Memprihatinkan sekali. Saya pun sudah mulai mencium gelagat ’kekurangan’ dalam tubuh TNI sejak di Akmil Magelang. Bukan kurang disiplin. Disiplin baik sekali, terlalu baik bagi mereka yang tak terlalu terbiasa menjalankannya, malahan. Saya bicara soal peralatan di sini.
Persenjataan tentara kita sudah masuk kategori ’mengkhawatirkan’. Entah sudah berapa kali saya temui saat latihan menembak, adanya senjata panjang (terutama SS1 bikinan Pindad!!!) yang MACET saat ditembakkan. Terlintas sekelebat oleh saya tentang berperang dengan bedil ngadat, yang kerap dialami oleh rekan-rekan dari Marinir di belantara Aceh. Betapa mengerikan apa yang mereka alami di
Begitu open ( Jawa: memelihara dengan teliti dan hati-hati) terhadap barang mahal yang tak bisa diproduksi di dalam negeri. Yang sering terbaharui hanyalah jenis kendaraan pengangkut pasukan, semisal truk REO atau jeep, yang kini sering saya lihat mulai bagus-bagus, meskipun saya masih berangkat ke kantor dengan motor saja, belum mendapatkan fasilitas mobil dinas. Pertama kali menyaksikan hal semacam itu, saya pikir hal itu masih wajar, orang namanya juga masih latihan/pendidikan, enggak harus pakai yang baru baru bukan? Ternyata, di belakang hari, saya terpaksa mengakui kalau saya salah soal ini.
Singkat cerita, saya dan sekitar 145 perwira lainnya pun akhirnya diwisuda di Ksatrian Akademi Militer Magelang oleh Kepala Staf AD waktu itu Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu. Namun saya kaget dan shock, teman-teman seperjuangan semasa kuliah dulu. Bagaimana bisa??? Mahasiswa gondrong bekas pemain gitar di band kondang universitas, yang terkenal juga dengan kebengalannya bermain-main dengan obat-obatan, bisa menjadi perwira tentara nasional sebuah negara? Ah, nasib, tangkis saya singkat. Tak urung mereka menyelamati saya juga,
Saya ditempatkan di
Sesuai dengan latar belakang pendidikan saya di bahasa dan sastra, saya bertugas menyusun naskah-naskah yang terserak dan terkirim dari seluruh Kodam di tanah air guna dijadikan dokumen sejarah militer. Dari situ saya tahu betapa lemahnya pertahanan negara kita, sejak tahun 1970-an. Kita sudah tak pernah lagi membeli persenjataan dalam jumlah besar saat Presiden Soeharto berkuasa. 75% dari kendaraan berlapis baja yang masih dioperasikan oleh Angkatan Darat, sudah mulai melayani sejak Kasad dipegang oleh Jenderal Ahmad Yani, tepatnya sekitar awal tahun 1960-an. Terutama dari jenis AMX-13, tank ringan yang masih dipakai di Yonkav 2/Serbu Turangga Ceta, Ambarawa, dan tank PT-76 milik Korps Marinir. PT-76, saya ingat betul melihat gambarnya di buletin Tjakrabirawa terbitan Juni 1962, saat tank-tank amphibi tersebut baru tiba dari Uni Soviet.
Indonesia Raya berpenduduk 240 juta jiwa seluas hampir 2 juta kilometer persegi ini hanya dijaga oleh sekitar 230.000 anggota AD yang tak semuanya mahir berperang, termasuk saya yang hanya berkutat dengan data dan komputer ini. Termasuk para kopral, prajurit, dan sersan bergaji rendah yang mau tak mau lebih memikirkan beras di periuk daripada bertekad menjadi serdadu profesional pengawal kedaulatan bangsa. Juga termasuk para perwira tinggi yang tak memiliki jabatan di Mabes, Makodam atau manapun, yang lebih menikmati sedan mewah empuk berpelat hijau, tanpa menyadari bahwa truk-truk milik batalyon-batalyon infanteri di
Tahukah Anda bahwa penyebab gugurnya lebih dari 5000 anggota TNI di Timor Timur saat masa integrasi sedang ramai-ramainya tahun 1975-1984 silam adalah lebih karena kekurangan sarana pendukung? Gerakan pasukan lebih banyak dilakukan dengan truk atau bus yang juga sering kehabisan bensin atau mogok di tengah jalan. Anda juga tahu bahwa bus atau truk bukanlah jenis kendaraan yang kebal peluru seperti halnya tank atau panser. Tak ada yang lebih menggirangkan hati serombongan gerilyawan Fretilin daripada menemukan satu peleton tentara lawan yang terjebak di tengah
Sebelas ribu anggota TNI dan polisi gugur pada masa penumpasan PRRI-Permesta tahun 1958-1961 akibat keterbelakangan sistem persenjataan kita pada masa itu.
Dalam bidang militer, tentunya. Saya tak tahu dasar apa yang melandasi para redaktur JDW dalam menyusun laporan itu. Yang jelas kita sekarang adalah negara yang mewaspadai ancaman Singapura, negeri mini yang pernah sebegitu takutnya pada Presiden Soekarno, hingga tak berani membangun angkatan perangnya sebelum Soekarno wafat.
Kekurangan-kekurangan dalam tubuh Angkatan Udara dan Laut pun saya yakin juga sangat menyolok. Namun karena kapasitas saya yang bukan anggota
*Catatan prabukoki : Artikel yang pernah tayang di KoKi pada 24 juli 2006 ini, justru saya temukan di salah satu blog ketika saya browsing mencari specifikasi pesawat Hercules. Artikel ini sangat relevan untuk saya posting disini, ketika dalam kurun dua bulan (April-Mei 2009) TNI tidak hanya kehilangan 2 pesawat akibat crass, namun juga kehilangan banyak prajuritnya diluar perang. Buat penulis artikel ini, semoga selalu dalam lindunganNya. Amin.
pertamax kah
shyushah ngabsenn nihh
abseeennn
Santo, salam kenal, artikel yang menarik.
Kang Prabu : terima kasih, sepertinya saya belum baca artikel ini.
ga tau mo bilang apa,.hanya sedih melihat keadaan negaraku tercinta,...buat penulis semoga slalu dalam lindungannya.
Jeanneth
test,.kok komenku ga nyampe ya,...
jeanneth
pertama?
test
mudah2an para pejabat n petinggi bersangkutan membacanya, aku jadi ngeri membayangkan negara kita dijajah lagi hix...
kedua...
pertamaaax donk
hiks...telat utk yg ptamax, k3 pun jadi
garfield
Susah dibuktikan, tapi sering terasakan: ada gurita korupsi di lingkungan 'oknum' ksatria kita. Juga jurang kesenjangan antara 'komandan' dan anggota. Ada sinisme; jaman dulu komandan cari dana untuk anggota, jaman kini anggota cari dana untuk disetor ke komandan.
@Santo;
Berangkat: Memasuki pintu itu, aku tersenyum; ruangan yang lega, tanpa kursi penumpang yg membatasi kaki; main bola pun bisa. dengan bebasnya kami memilih t4 duduk kami. Transit pertama, (kalo tidak salah di balikpapan); para laki-laki disuruh berdiri; smtr perempuan disuruh geser (mepet ke depan); pintu dibuka dan masuklah para perempuan dan anak2x menduduki t4 yg masih kosong. Setelah itu para laki2x disuruh mengambil posisi masing2x; mau duduk di lantai ato berdiri berpegangan. Tiba di bandara berikutnya, giliran para perempuan yg masih kuat diminta pengertian utk memberikan t4 duduk pada para Ibu dan anak2x. Jadilah perjalanan yg kalo pake pesawat komersil hanya 3 jam (4 jam kalo transit); menjadi lebih dari 10 jam.
Pulangnya; jam 10 malam aku nginap di Halim (kamar saudara), jam 5am diantara saudara yang berpakain lengkap dgn tanda2xnya; aku masuk ke pintu yg sama lagi.Di dalamnya terlihat kosong; maka duduklah aku dgn tenang di bagian belakang, pdhl oleh saudaraku sudah dikasi tempat di depan. Disampingku ada tumpukan barang yg segunung, cocok untuk menyandarkan punggung pikirku. 5.30 am pesawat belum juga brgkt. 6 am tiba2x datang serbuan orang; maka penuhlah pesawat dgn bermacam2x orang. Kepalaku sudah tidak bisa bersandar dgn tenang; karena ada kaki diatasnya (kebayang nggak, tumpukan barang yg menggunung dijadikan t4 duduk!). Posisiku saat itu seperti berada di kereta ekonomi jurusan Jakarta-Bogor pada jam pulang kantor. Jam 7 am; mesin pesawat dinyalakan; pesawat bersiap naik. Pada saat mulai naik; tiba2x ada yg salah; mesin berhenti dan moncong pesawat mengarah ke bawah. Segala suara pun terdengar, dari tangisan bayi dan anak, teriakan ketakutan para Ibu; nama Tuhan; juga terdengar beberapa makian. Pada posisi tsb aku tidak bisa bergerak dan bersuara; bukan karena ketakutan; tapi gundukan barang disampingku lengkap dgn beberapa orang dewasa yg dgn santainya duduk, dengan sukses menutupi badanku ^_^. Untunglah si pesawat mendarat dgn baik meski sempat ada lonjakan sebentar. Setelah diam beberapa saat; kembali mengudara dgn diiringi makian seorang Bapak yg sempat2xnya membuka jendela kecil. Dengan masih gemetaran; dibantu beberapa orang; akhirnya aku sukses keluar dari tumpukan barang; sayangnya karena tumpukan barang itu roboh; berkuranglah pula kenyamanan dudukku. Kakiku tidak bisa lagi diluruskan, menyentuh dasar pesawat; karena seorang anak digeletakkan di situ. Tiba di Lanud Semarang; masih juga ada yg nekad naik. Demikian juga di beberapa pemberhentian berikutnya. Memulai duduk di herkules jam 5 am; pada jam 6 pm berakhir juga perjalanan panjang itu. Lebih dari seminggu waktu yang aku butuhkan untuk menghilangkan segala sakit di badan; bukan hanya karena tumpukan barang itu; tapi karena tubuh yg dipaksa terlipat, bergelantungan di antara badan manusia lainnya. Sakit di badan memang bisa dihilangkan; tapi ada yg tidak bisa. Petualangan Harry bersama Hedwig ataupun kepiawaian Langdom memecah menghubungkan udara, air, api tidak mampu meredakan debaran jantung tiap kali berada di udara. Bayangan itulah yang kembali hadir di pikiranku ketika hercules itu jatuh.
salam
kita
Aku jg py tetangga seorang prajurit dan meninggal sewaktu di Timor Timur,semasa hidupnya beliau selalu bercerita kalo bobroknya sistem pertahanan kt dan minimnya semua peralatan perang kt.
Jd aq sudah tau dr dulu memang benar kok kita dikelilingi dgn besi tua. Heran dgn pemerintah yg sepertinya tdk merasa berharga nyawa manusia.
hmmmmm...semoga dgn terjadinya dua kali kecelakaan hercules mampu membuka hati,mata,pikiran pemerintah utk berbenah dr segala kekurangan2 selama ini.....
maluuuuuuu...selalu dpt berita kecelakaan pesawat...
Emang benar yg dikatakan penulis, awas...negara2 tetangga selalu mengintai Indonesia...
Benar2 memprihatinkan...thx kang prabu yg menayangkan ulang artikel ini...cocok utk mengingatkan kt kembali...nice artikel
waduh anak saya dua juga laki semua tuh...belum mikirin soal mantua2an, soalnya kebelakang aja masih harus dibantu bersih2.. hehe masih balita soalna! :)
komentar aku sebelumnya kayanya salah kamar bilik, nih..malu2in aja deh :(
Kita, wah udah pernah naik hercules yaak, wah saya belum tuh, ternyata nya pengalaman yang mendebarkan, tapi juga mengasikan yaaak, hehehe
thanks 4 sharing nya yaa
Prabu , wah diceritain lagi jadi inget lagi, dan jadi dag dig dug deh.
Ternyata di sana tidak ada orang yang berjiwa SATRIA yaaaaaa, kalau NYAWA DAN NEGARA aja digadaikan getu, duuh NELONGSO NELONGSOOO
JADI AKABRI menciptakan manusia apa donk???
Farvel, duuuh mosok semua jendral gak ada yang SATRIA sih, (itu yang sanggup membela bangsa dan tanah air, bukan sanggup membela kantong 2 pribadi, hehehe).
@Kang Prabu
Makasih dah tayang-ulang artikelnya Perwira Santo. Semoga Mas Santo masih hidup dan selamat, gak dijadikan 'buruan' krn menguak kebobrokan peralatan AD kita.
@Farvel
Gak usah kuatir negara2 tetangga slalu mengintai kita. Pernah ada yg iseng2 menghitung bhw penduduk RI sejumlah 240an juta mampu membenamkan negara tetangga hanya dgn mengencingi mereka rame2... Katanya lho... :-)
@TwinsMom
Kami tunggu lho kisah 'salah kamar bilik' yang beneran ;-p
@ Srikandi n Thia, artikel kalian mengingatkanku sama almarhum mertuaku. Aku betul2 merasa kehilangan waktu beliau meninggal. Karena aku merasa mendapat sosok Ibu dari beliau, karena seperti yang kubilang diartikelku beberapa hari lalu, aku tidak pernah merasakan sosok ibu dari ibu kandungku sendiri. Tapi sayang aku hanya merasakan kehadirannya selama 2 tahun saja. Tapi waktu singkat itu tetap terpatri dengan indah dalam kenanganku. Sampai sekrang kalau ingat beliau airmata tanpa terasa selalu keluar. Thanks artikelnya.
ESG
Mbak Dewi meong-> aq gak pernah ksh komen ttg jendral gak satria lho...hehehehe
AnakD3s4-> sebelom kt pergi ke negara tetangga utk ngencingin keburu pesawat hercules yg kt naiki jatuh duluan..hahahaha.------kan gak mgkn kt jalan kaki ke negara tetangga kudu naik pesawat...iya gak??????hahahaha
Santo,
ya, gitu, deh. Sebab saya pernah mengalami di sana. meski cuma sebentar.
Prihatin.
Linda PT
lindacheang (google)
Farvel, wah nama kamu di catut dhemit donk, biar tambah ngetop deh, gak apa2 , wukakak.
dhemit, sekali kali koko pake nama dhemit , gituu
Mbak Dewi meong, dhemit kan udah takut krn mo di bikin daging guling ama mbak dewi meong..hahaha
Mbak Dewi..ketinggalan dah...met berhari pekan yah...jg utk semua KoKiers dan mamak Z
Lho kok komrnku malah masuk disini yah, sorry salah kamar.
ESG
Sedih denger cerita Indonesia, kecelakaan selalu terjadi. Mas Santo terima kasih buat informasinya dan semoga beliau selalu dalam lindungannya.
Mas Santo thanks buat infonya en semoga beliau selalu dalam lindunganNya. Semoga artikel ini bisa menggugah hati pemerintah.
Kenapa yaa Indonesiaku selalu mendapat bencana terus menerus, apakah pemerintah tidak mau belajar dari kecelakaan2 sebelumnya?
sedih...sedih kl denger berita ttg Indonesia.
tak kopi ke fesbuk yahh..
madalibar silakan.. dan terima kasih.
adMin
seragam tk