headlines

14 Agustus 2009

Pidato SBY di DPR

24 Juli 2009

Tak Gendong ke mana-mana ...


MBAH Surip, alias Urip Ariyanto, kini mendadak ngetop setelah lagu nyentrik “Tak Gendong” itu melejit. Dia rajin nongol di televisi. Ring back tone-nya laris manis, diunduh jutaan orang. Kantungnya mendadak buncit oleh duit. Milyaran? “Itu versi quick count,” katanya, sembari terbahak.

Dulu, dia lama mengamen di jalan. Berkali-kali gagal, kini Surip jadi penyanyi beken. Berubahkah si Mbah? Wartawan VIVAnews Edy Haryadi mengikuti kegiatan Mbah Surip seharian di Jakarta. Di tengah kesibukan syuting, Surip menuturkan apa arti popularitas dan rezeki itu baginya. Berikut petikan obrolan kami pada Rabu, 9 Juli 2009.

Bagaimana proses penciptaan lagu ‘Tak Gendong’?
Hahahaha... Saya bikin lagu di sana. Di Amerika. Tepatnya di California. Tempat manusia dengan kehidupan yang baik.

Sedang apa saat itu sehingga dapat inspirasi lagu ‘Tak Gendong’?

Saat itu saya bekerja di pengeboran minyak. Saya melihat ada orang sakit, ada orang pingsan, ada orang keseleo. Saya lihat ada tolong-menolong. Gotong-royong. Sifat manusia. Akhirnya di dalam hati muncul, ah tak gendong saja. “Tak gendong ke mana-mana... Enak toh, mantep toh...” Hahahaha...

Sudah berapa album yang dikerjakan sampai sekarang?
Ada tujuh. Ijo Royo-royo, Siti Maelan, Ada Barang Baru, Indonesia Satu, Bonek, Tak Gendong.

Tak Gendong itu lagu lama?

Iya lagu lama. Tapi musiknya musik baru, hahahaha... Dan ada syair yang baru. “Where are you going? OK my darling.”

Katanya penghasilan dari ring back tone (RBT) telepon bisa menghasilkan 4,5 milyar?
Ya, bisa lebih. Bisa lebih banyak lagi. Pokoknya milyaran lah...hahahaha.

Uang sebanyak itu buat dibelikan apa?

Kalau Anda mau dibuat beli apa? Hahaha. Saya belum berani ngomong, kecuali kalau saya sudah beli saya berani ngomong. Tapi cita-cita saya mau beli helikopter. Saya sering malu membaca dikatakan artis tidak ada yang punya pesawat. Kalau ada helikopter seken, saya mau beli... hahahaha.

Ada berapa provider yang mengusung lagu ‘Tak Gendong’?
Sembilan provider. Di Fleksi kabarnya peringkat satu. Sedang di provider lain selalu masuk lima besar yang paling banyak diambil.

Mulai kapan uang masuk sebanyak itu?
Saya bingung kalau ditanya mulai kapan. Yang tahu manajemen.

Mbah Surip lahir di mana?
Mojokerto. Tanggal 6 Mei.

Tahun?
Pokoknya umur saya baru 20 tahun lebih... hahaha. Saya sudah melewati enam sampai tujuh presiden, sejak Bung Karno.

Bisa diceritakan kapan Mbah Surip masuk dapur rekaman?
Saya membuat album dengan uang tabungan Mbah sendiri. Saya lupa habis berapa. Tapi Rp 50 juta lebih. Zaman dulu kan lebih mahal. Album pertama saya keluar tahun 1996, ‘Ijo Royo-royo.’ Saat itu saya rekaman sendiri. Kasetnya lalu saya titip ke warung-warung, ke toilet-toilet. Kebetulan yang jaga teman saya sendiri.

Album kedua juga biaya sendiri?
Semua. Semua album saya buat dengan biaya sendiri. Saya senang saja merekam kaset saya sendiri.

Bagaimana hasil penjualan kaset Mbah Surip?

Alhamdulilah, meledak. Laku banyak. Malah untung. Bisa kalau cuma buat beli helikopter seken.

Uang tabungan hasil kerja di perusahaan minyak?

Sebagian iya.

Kenapa berhenti di perusahaan minyak?
Ya berhenti saja. Bukan karena bosan. Saya bekerja mengalir saja seperti air.

Mbah Surip tadi memberi pengemis dan pengamen uang Rp 50 ribu, kenapa?
Biar merasakan rejeki Mbah. Mbah kan kedengarannya sudah sukses. Mereka kan tidak tahu apakah uangnya sudah turun atau tidak. Memang beli cabai uangnya langsung dapat? Nah, Mbah ada uang terkumpul. Lalu apa salah saat saya shooting saya turut memberi uang jajan. Mereka sebagian kan keluarga saya. Hahahaha... Jadi, ya biar merasakan keringat saya. Siapa tahu doanya.

Bukankah semakin kaya seseorang biasanya semakin pelit?

Hahahaha... Kaya itu kaya apa sih? Nggak ada. Kaya perasaaan. Berkat persaudaraan Mbah merasa berkeluarga, berteman.

Mbah Surip sepertinya sudah kenal dengan wilayah Blok M?
Mereka memang bagian dari keluarga saya. Tidak berpikir apa-apa. Yang penting persaudaraannya itu. Saya nongkrong di daerah Blok M sejak 1989. Saya aktif di teater, drama-drama. Sanggar Populer, Teguh Karya, Arifin C. Noer, Renny Djajusman, Didi Petet, Lenong Rumpi dan masih banyak lagi.

Mulai kapan Mbah bermusik?

Saya ini bisanya nyanyi. Kalau musik teman-teman.

Pernah menyangka pada usia tua seperti sekarang Mbah berada di puncak popularitas?

Hahahaha. Mbah sekali lagi hanya berjalan ke arah jarum jam melangkah, dari waktu ke waktu. Apabila terjadi ya baru bisa ngomong. Kalau tidak terjadi kan tidak bisa ngomong. Seperti mendapat rejeki. Kalau angan-angan kan tidak terduga. Bukan karena rejeki ring back tone (RBT) saja.

Kalau dari ring back tone Mbah Surip, berapa jumlah uang yang didapat?
Saya belum berani bicara. Sebab sekarang ini baru sebatas perkiraan orang-orang. Itu realita yang tercatat. Tapi yang di tangan belum. Jadi belum bisa ngomong berapa pastinya. Beritanya sekian. Jadi ini seperti quick count. Keputusan KPU-nya belum... hahahaha.

Jadi angka milyaran baru kata orang?

Iya, versi quick count.

Mbah sendiri belum menerima uangnya?

Belum. Uangnya belum ada di tangan. Saya belum bisa ngomong kapan uang itu sampai di tangan Mbah. Mungkin baru di tangan manajemen. Jadi, masih di provider.

Bagaimana rasanya? Deg-degan tidak mau terima uang milayaran rupiah?
Tidak. Saya sudah biasa megang uang milyaran rupiah sebelumnya. Saya pernah pegang Rp 10 miliar, saat bersama artis-artis.

Mbah Surip ini gelarnya apa ya?
Mau minta gelar apa? Hahahaha...

Katanya Mbah juga Master Filsafat?
Iya. Menurut anda gelar master Filsafat ada di mana? Di UI dan UGM. Saya mengambil gelar ini di Universitas Terbuka. Gelar ini baru saja saya saya ambil.

Kalau informasi soal RBT jumlahnya berapa Mbah?

Ya, yang ngomong kan wartawan. Ngomongnya macam-macam. Katanya berjuta-juta yang di-download.

Tapi mobil yang dinaiki ini baru Mbah?
Baru. Baru seminggu. Sebelum naik mobil, Mbah sering naik motor buat operasional. Karena mobil macet. Saya tidak tahu berapa harga mobil ini. Yang beli manajemen atas nama Mbah.

Kalau uang RBT itu pernah Mbah rasakan?

Pernah merasakan. Jumlahnya Rp 100 juta. Itu bukan uang RBT. Tapi uang master RBT. Saya menerimanya dari provider Telkom. Saya lupa bulan apa saya menerimanya.

Buat apa uang Rp 100 juta itu Mbah?

Buat ngopi saja. Rokok dan jajan... hahahaha.

Siapa yang mengajak kerjasama RBT?
Namanya Adik OB. Dia bilang Mbah kan punya master, ayo dibuat RBT. Akhirnya saya dapat uang persekot Rp 100 juta.

Kapan Mbah membentuk manajemen?

Hampir sebulan ini. Manajemen Kampung Artis.

Mbah punya banyak lagu hit, apa punya rencana akan dibuat RBT juga?
Iya lah. Yang penting di-RBT kan. Kalau diterima masyarakat lagi kami bersyukur. Rencananya terus dilepas. RBT yang mau kita lepas judulnya ‘Bangun Tidur.’

Apa arti popularitas buat Mbah?
Ya arti popularitas adalah sebuah nama yang disebut-sebut orang. Artinya senang saja. Saya sendiri tidak terkejut, tapi juga tidak bersikap biasa saja. Tujuannya menambah persaudaraan. Banyak kenalan, senang dapat banyak saudara.

Mbah sedang kerja apa saat di Amerika?

Kerja di pengeboran minyak. Pertambangan. Jadi kerja cari minyak. Di mana tempat minyak saya dikirim. Lalu kita ikut ngebor minyak. Senang saja bisa menghasilkan minyak. Perusahaan saya mulai Union, Medco, Phillips, terakhir saya bekerja di Sekayu.

Waktu kecil Mbah sudah biasa bekerja?

Sudah. Kadang saya jualan es, sayur. Jaman dulu kalau kita ngerepotin orang tua kan tidak enak.

Mbah kabarnya suka sekolah?
Iya. Katanya kalau mau jadi orang pintar harus sekolah. Harus rajin, nabung. Saya sekolah macam-macam. Mulai SMA, SMEA dan STM. Saya ambil menurut persamaan. Jadi begitu STM saya sudah lulus, saya ambil SMA dan SMEA persamaan. Pertimbanganya kalau teknik tidak laku siapa tahu ekonomi laku. Ternyata ijazah saya itu hanya jembatan. vivanews.com

23 Juli 2009

Tentara Inggris Siksa Tawanan Irak



Sebuah rekaman penyiksaan tahanan warga Irak oleh pasukan Inggris diungkap aktivis kemanusiaan.

15 Juli 2009

Nyanyian Cicak

IKRAR antikorupsi yang dikemas sebagai Gerakan Cinta Indonesia, Cinta KPK (Cicak) dideklarasikan di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin. Sejumlah tokoh dan aktivis antikorupsi hadir dalam acara itu Mereka antara lain mantan Ketua KPK Taufi equrrahman Ruki, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho, pakar komunikasi politik UI Effendi Gazali, dan pengamat politik Budiarto Sambazy. Acara deklarasi dimeriahkan grup musik Slank yang membawakan lima lagu dari panggung utama. Seluruh panitia dan sejumlah peserta mengena kan kaos bertuliskan ‘Saya Cicak Berani Lawan Buaya’. Acara itu dihadiri sekitar 500 orang dari berbagai elemen masyarakat “Koruptor menyerang balik kita semua, saat kita akan memberantas korupsi.

Perlawanan koruptor berlanjut terus, bahkan semakin nyata dan sistematis. RUU Tipikor terus diulur, tak tahu kapan rampungnya,” tegas Ruki dalam orasinya Ia meminta Presiden SBY untuk berani mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) bila DPR tidak bisa merampungkan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor tepat waktu. “Anda tentara harus berani, karena negara ini sudah hancur oleh korupsi,” tuturnya dengan suara lantang Ruki pun meminta agar kasus Antasari Azhar tidak dijadikan alasan untuk melemahkan KPK. “Memang pimpinan KPK juga bisa terjerumus bebagai hal. Orangnya boleh ditindak, tetapi institusinya harus tetap tegak.”

yuk... kita nyanyi bersama

cicak cicak di dinding
diam diam merayap
datang seekor buaya.. Hap!
lalu ditangkap

ps. : buat ibu-ibu di seluruh dunia, ajarkan lagu cicak seperti tersebut di atas kepada baby anda. dan mudah-mudahan indonesia akan terbebas dari korupsi.

07 Juli 2009

Ternyata Aku Mencabut Nyawaku Sendiri

TERNYATA AKU MENCABUT NYAWAKU SENDIRI….

Jum’at, 30 Maret 2009 di rumahku,

Jum’at jam 11.00 malam telepon di rumah berdering, telepon jam segini berdering pasti sesuatu yang darurat. Bener saja, suami Neno-sepupuku meninggal terserang stroke… belum juga berusia 40 tahun. Padahal di saat yang sama isterinya sedang terbaring di RS Dharmais; kanker stadium 5 sudah menyebar di seluruh tubuhnya. Kami sekeluarga langsung meluncur ke rumah duka, jenazah terbujur kaku, ada pihak keluarga mertua almarhum. Pasangan yang malang ini memiliki sepasang putra kembar kelas 5 SD. Jam 12 malam datang oom Pur dengan wajah kusut dan lelah, dia baru saja dari Dharmais memberitahu putrinya - Neno bahwa suami Neno telah dipanggil sang Khalik. Sepupuku memaksa menengok jenazah suaminya sebelum dikuburkan, untuk itu oom Pur sekalian minta izin dari dokter yang sebenarnya sangat keberatan. Karena sepupuku kondisinya hanya mampu terbaring tak berdaya di rumah sakit dengan ditunjang aneka alat bantu medis.

Keesokan paginya kami kembali ke rumah duka,, jenazah sedang dimandikan dan kedua putra kembarnya tampak menangis terisak-isak. Ucapan salah seorang dari mereka makin menambah suasana duka…”Eyang, kenapa cobaan hidupku amat berat. Aku kan baru sepuluh tahun.” Neneknya yang ayu dan lembut bak Widyawati hanya sanggup mengelus-elus si kembar. Tak lama kemudian sebuah ambulance datang, Neno dibawa dalam keadaan terbaring di tandu beroda, beberapa perawat membawakan infuse yang selangnya terhubung dengan tubuh Neno. Tandu ditempatkan di sebelah tempat penyemayaman jenazah, tatapan Neno lekat-lekat ke jenazah suaminya –tiada kata-kata terucap hanya sebaris air mata mengalir di pipi cekungnya. Tangis anak-anaknya makin pecah membuat suasana makin mengharukan. Hanya tiga menit Neno harus kembali ke rumah sakit, oom Pur semakin limbung. Aku memeluk beliau seraya membisikan kata “ Oom yang kuat ya, Neno dan putra-putranya masih sangat membutuhkan oom”, beliau yang biasanya selalu tampak kuat akhirnya terisak-isak. Saat jenazah akan dibawa ke tempat penyemayaman terakhir, kedua anak kembar itu akhirnya diputuskan untuk tidak ikut karena kami khawatir melihat mereka tersengal-sengal akibat tangisan yang tak henti-henti.

Jadi ingat selarik syair:

Langit begitu gelap, hujan tak kunjung reda,

Kuharus menyaksikan cintaku terenggut tak terselamatkan,

Ingin ku ulangi hari, ingin kuperbaiki,

…Kau kubutuhkan, Beraninya kau pergi dan tak kembali

( Tanpa Kasihku..Agnes Monica)

Beberapa bulan kemudian di berbagai sudut lain Indonesia,

Beberapa pesawat Hercules milik TNI AU berjatuhan silih berganti; puluhan nyawa hilang serasa sia-sia. Keluarga yang ditinggalkan tergugu menangis, sungguh sedih melihatnya. Banyak yang meninggalkan isteri dan anak-anak yang masih bayi dan balita…oh, sanggupkah kubertahan menjalani hidup tanpa yang terkasih.

“Dimana letak surga itu,

Biar kuganti tempatmu denganku,

Adakah tanda surga itu,

Biar kutemukan untuk bersamamu… ( Agnes Monica lagi )

 

Aku jadi berpikir tentang mati; betulkah mati itu takdir

Dalam kasus Neno dan suaminya; perilaku dan gaya hidup yang sarat dengan acara “berwisata kuliner” tanpa henti telah menjadikan tubuh mereka overweight. Setahuku mereka juga bukan penggemar olahraga; dalam acara keluarga sebenarnya kami saudara-saudaranya sudah sering mengingatkan mereka untuk menurunkan bobotnya, tapi selama ini memang cuman ditanggapi dengan bercanda. Bener juga peringatan seorang sesepuh kami bahwa tubuh Neno dan suami telah menjadi pabrik gula…- penyebab diabetes; the silent killer. Penyakit itu perlahan tapi pasti merusak organ-organ tubuh. Bagaimana jika Neno dan suami menjalankan perilaku gaya hidup sehat…. Apakah sang sakratul maut akan menjemputnya secepat itu? Betul juga tulisan sebuah artikel kesehatan yang kubaca: “Jadikan tubuh mu sebuah kuil. Kuil adalah tempat ibadah; hanya memasukkan dan mempersembahkan yang baik-baik. Niscaya tubuhmu juga akan baik (a.k.a sehat)”.

Dalam kasus pesawat-pesawat berjatuhan; konon usia pesawat sudah terlalu tua tapi masih dioperasikan karena tidak ada anggaran untuk membeli yang baru…duh menyedihkan sekali ternyata perjalanan di udara itu adalah perjalanan bertaruh nyawa. Andai yang dinaiki itu pesawat baru dan layak terbang…

Sabtu, 31 Mei 2009 dirumah almarhum Tante Joko.

Hari itu kembali rumahku ditelpon keluarga Purwadi; Neno akhirnya menyusul suaminya menghadap sang Khalik. Aku dan adik-adikku berbagi tugas; mereka melayat kesana sementara aku ke rumah sahabat ibuku - tante Joko menghadiri peringatan 1000 hari meninggalnya almarhumah. Somehow aku bersemangat banget mendatangi acara ini; ingin bertemu teman-teman mamaku…sebab kami - anak-anak mereka selalu dikondisikan untuk terlibat bergaul dengan para mama ini, jadi secara pribadi aku cukup akrab dengan mereka. Bener aja, acaranya seperti arisan yang seru…perempuan-perempuan sepuh berusia 60an tahun bercanda mengenai ulah tante Joko dan mamaku.

Salah satu cerita unik tentang mereka adalah kejadian waktu aku dan kakakku di usia SD dipindahkan sekolah, secara otomatis mamaku juga memindahkan sekolah anak-anak tante Joko yang berusia sebaya ke SD yang sama. Seminggu berjalan tante Joko baru sadar kalau anaknya sudah bersekolah di tempat lain…. huwahaha kalau kejadian ini terjadi pada manusia di masa sekarang bisa-bisa terjadi pertumpahan darah.

Tante Joko sendiri karena menurut silsilah keluarganya merupakan turunan langsung dari kerajaan Majapahit jadi sangat gagah berani seingatku. Tiap kali terjadi suatu peristiwa yang bikin putus asa dirinya, dia langsung memompakan semangat kepada dirinya sendiri …”turunan Majapahit gak boleh putus asa dan menyerah.”.

Aku ingat cerita mama waktu tante Joko ujian skripsi S1 di Gajah Mada ( waktu itu pasti masih sedikit wanita yang kuliah ). Yang nguji professor ternama dan tante Joko dinyatakan tidak lulus. Dengan garang tante Joko merobek-robek skripsinya di depan sang professor sambil mengucapkan..” Turunan Majapahit ra pathekan gak dadi sarjana..” ( a.k.a. emang gue pikirin …aku gak akan kudisan kalau aku gak jadi sarjana). Huwahaha…

Oh begini ini ya..tiga tahun setelah seseorang meninggal; manakala air mata sudah mengering, hidup terus berlanjut bagi yang ditinggalkan, pada akhirnya yang dikenang dari almarhumah hanyalah hal-hal yang baik-baik. Tentunya jadi kewajiban kita selama masih hidup untuk mengisinya dengan sebaik-baiknya. Menyelesaikan pertandingan dengan baik.

Perasaan ini takkan pernah mati,

walau sampai akhir nanti kau selalu di hatiku,

Perasaan ini akan selalu ada meski kau telah tiada,

Tunggu aku di surga…”.(Tunggu Aku di Surga…. Tarzan Boys)

Di Jogja beberapa hari kemudian:

Penduduk di kota ini ditengarai memiliki harapan hidup yang panjang dibandingkan dengan penduduk lain di Indonesia. Dan sore itu nenekku di usianya yang akan menginjak usia 90 tahun sedang bercengkerama dengan beberapa grandma dengan usia sama bahkan lebih tua. Lucu juga melihat tubuh-tubuh renta itu duduk bersama sembari menikmati teh jahe – membicarakan damba mereka untuk menjumpai sang sakratul maut:

“Awake dhewe kapan yo matine…selak pengin je”. (Kapan ya kita mati..udah bosan hidup nih).

Begitulah hidup….yang mati ditangisi, tapi ada juga yang hidup ingin mati….

Gabriel- ingin hidup 100 tahun lagi

24 Juni 2009

Maklumat

buat seluruh sobat, silent reader dan pelanggan loyal tercinta

mulai hari ini kamis 25 juni 2009 jam 12.00 waktu indonesia barat, kami penjaga gubug darurat sepakat mengeluarken maklumat :

menyimak

polling yang dikeluarkan Asmod dan aspirasi pembaca dunia maya

menimbang :

rumah NewKoKi yang telah berdiri disini dan agar tidak terjerembab dalam dualisme eksistensi KoKi CJ

memutuskan :

situs atau web atau blog berjudul/bernama “KoKi Citizen Journalism” beralamat www.koki-kolomkita.blogspot.com berubah namanya menjadi “blogkita”. selanjutnya hal-hal yang belum termaktub dalam maklumat ini akan diselesaikan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

cheer

adMin

22 Juni 2009

Orang Gila

Blog Review

Tadi siang saya mengikuti acara talkshow mengenai buku yang ditulis oleh Bob Sadino, yang berjudul “Mereka Bilang Saya Gila” bertempat di toko buku Gramedia - Matraman Jakarta. Buku ini menceritakan pandangan Bob Sadino mengenai kewirausahaan (entrepreneurship) sebagai suatu lessons learned dari pengalaman kehidupan seorang Bob Sadino, yang memang terbukti sebagai wirausaha handal dan papan atas. Pencapaian yang telah beliau raih adalah suatu bukti bahwa beliau memang layak untuk didengarkan untuk berbicara mengenai kewirausahaan. Ini adalah pengalaman dari yang merasakan sendiri, jadi tidak mengada-ada.


Harus saya akui, dengan segala sikap nyentrik dan nyelenehnya, Bob Sadino adalah sosok wirausaha yang saya kagumi. Saya pernah beberapa kali berdiskusi secara instensif dengan beliau pada berbagai forum diskusi manajemen yang diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen PPM pada kurun waktu tahun 2002 - 2003. Di balik semua sikap dan cara bicaranya yang nyeleneh, sebenarnya terkandung suatu pemikiran yang hebat yang layak untuk dipelajari.

Berikut ini adalah catatan saya mengenai acara talk show tersebut.

Pertama, acara ini sama sekali tidak membahas buku Bob Sadino. Acara ini sama sekali bukan bedah buku. Saya tadinya berharap, akan ada acara bedah buku, tetapi yang terjadi justru hanyalah puja-puji dari para panelis kepada Bob Sadino, tanpa membahas sedikitpun isi bukunya. Masing mending Bob Sadino, yang memberikan kesempatan kepada audiens untuk bertanya apa saja mengenai kewirausahaan. Padahal ada konsep yang menarik yang perlu dibahas di dalam buku Bob Sadino itu, yaitu konsep lingkaran Bob Sadino mengenai pembelajaran seorang wirausaha. Menurut saya, konsep Bob Sadino ini sangat bagus dan layak untuk dibahas tuntas sebagai pembelajaran untuk para wirausaha maupun calon wirausaha. Sebaiknya acara ini tidak berjudul “bedah buku”, melainkan cukup “jumpa fans” Bob Sadino, maka ini lebih pas rasanya.

Kedua, ... mau tahu lanjutannya, silakan baca disini

15 Juni 2009

World Naked Bike Ride

London - Demi memprotes ketergantungan dunia terhadap minyak dan mobil, sekelompok orang bersepeda keliling dunia. Tapi bukan dengan cara biasa, sebab mereka melakukannya dengan hanya memakai penutup bagian bawah tubuh. Bahkan, beberapa di antaranya tak mengenakan sehelai benang pun. Weleh... weleh... weleh...!

Ratusan pengendara sepeda ini menyebut protes mereka sebagai World Naked Bike Ride. Tak kurang dari 40 tujuan di negara-negara Eropa dan AS akan mereka kunjungi dalam kampanye yang sebenarnya bertujuan baik ini.

Mereka ingin meningkatkan kewaspadaan bersepeda. Seperti keselamatan pengendara dan sejumlah isu lingkungan seperti ketergantungan dunia terhadap minyak serta kendaraan bermotor.

Di Prancis, pengendara sepeda berparade diiringi mobil yang memutarkan musik dengan sangat keras. Penduduk Chicago, AS, menyambut meriah pengendara nudis itu dan bertepuk tangan bagi mereka.

Lebih dari seribu pengendara nudis itu ikut meramaikan kampanye tahunan yang sudah dilaksanakan selama enam kali ini. Beberapa dari mereka mengenakan pakaian dalam bagian bawah, lainnya ada yang menggambari tubuh dengan body paint.

Ketika berangkat dari London dan melalui daerah West End yang padat menuju Gedung Parlemen yang terkenal itu, mereka bahkan diberikan akses jalan oleh Metropolitan Police.

"Kami sudah bertahun-tahun melakukannya dan masih terasa luar biasa. Bugil memang hebat dan ini atmosfer karnaval yang luar biasa. Salah satu event paling besar di London," ujar seorang pengendara yang tak ingin menyebutkan namanya, seperti diberitakan News.com.au

14 Juni 2009

Tindakan Prita Bukan Penghinaan

Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) menegaskan bahwa tindakan Prita Mulyasari yang menyampaikan keluhan atas jasa sebuah layanan publik bukanlah merupakan penghinaan.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo, Gatot S Dewa Broto, di Jakarta Minggu mengatakan, Prita yang mengungkapkan keluhan terhadap suatu layanan publik melalui email merupakan hak dari seorang konsumen.

Menurut dia, hal itu adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , khususnya Pasal 4 huruf d.

Pasal itu berbunyi "Hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan."

"Oleh karena itu, unsur `tanpa hak` sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE menjadi tidak terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus ini," katanya.

Secara khusus pihaknya menyampaikan sikap simpati yang mendalam atas musibah yang diderita oleh Prita Mulyasari.

Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berbunyi sebagai berikut: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

"Pasal tersebut memuat unsur `dengan sengaja` dan `tanpa hak`. Unsur tersebut menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana berdasarkan pasal ini," katanya.

Menurut Gatot, sejak berlakunya UU ITE, Departemen Kominfo telah melakukan sosialisasi secara intensif kepada para penegak hukum dan masyarakat, mengingat peraturan perundang-undangan ini memiliki domain baru yang sifatnya sangat virtual.

"Dan sosialisasi tersebut akan terus dilakukan dan ditingkatkan. Di samping itu, kepada warga masyarakat juga diberikan hak dan kesempatan untuk mengevaluasi, mencermati, dan mengkritisi UU tersebut pasal demi pasal sekiranya terdapat substansi yang bertentangan dengan UUD 1945," katanya.

Kesempatan tersebut, telah dimanfaatkan oleh beberapa warga masyarakat untuk mengajukan peninjauan kembali (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 27 UU tersebut, namun kemudian dalam keputusannya pada tanggal 5 Mei 2009, Mahkamah Konstitusi menolaknya. Demikian seperti dilansir ANTARA News

13 Juni 2009

Kaki Yang Terlipat

Blog Review: A Blog Of A Global Citizen

….satu tulisan tentang kebudayaan Tionghoa Peranakan di Indonesia….

Ada kah sebagian dari pembaca yang masih ‘menangi’ (apa ya bahasa Indonesianya? Artinya kurang lebih masih sempat bertemu atau berinteraksi sebelum meninggal) para nenek, emak, mak-co/nenek buyut yang memiliki penampilan seperti gadis di foto kuno ini.

Perhatikan kakinya! Lihat betapa kecil dan mungilnya sepasang kaki yang nampak dalam foto itu dibanding ukuran tubuhnya. Terlebih bentuk yang runcing ‘aneh’ tsb. Pernahkah anda melihat kaki yang demikian? Pernahkah anda mendapati kaki emak atau mak-co anda mempunyai kaki yang demikian semasa hidupnya? Beginilah bentuk kaki tsb sebenarnya….

Ingin melihat lebih gamblang soal jemari terlipat? klik A Blog Of A Global Citizen

Contact Us


Pembaca "KOLOM KITA" (KoKi) entah di Bontang, Inggris, Bali, Belanda New Jersey, Kuwait, Australia atau di Kediri, silakan berbagi peristiwa seputar kehidupan sehari-hari. Kirimkan artikel dan foto melalui form di bawah ini :

Nick Name
Email
Topik
Tulis Artikel
Image Verification
Please enter the text from the image
[ Refresh Image ] [ What's This? ]


05 Juni 2009

Ha-ha-ha... saya Keracunan Masakan Koki

Blog Review : Dejavu

Saya mo cerita nih, abis makan di restoran koki minggu lalu , jajan kok di restoran, oke deh abis jajan di warung koki. Nih warung, masakannya aneh bin ajaib, semakin banyak kita makan, makin lapeerr, gak puas puas, besokannya kesana lagi kesana lagi. Coba undang Mr. Bond Mak Nyussss tetangga sebelah , mungkin beliau tau resep rahasia yang dipake di warung koki sampe pelanggannya pada ketagihan. Yang pastinya sih karna aselinya dari Indon kayaknya banyak MSGnya alias penyedepnya.


So pasti gejala2 keracunan masakan koki itu seperti gak bisa tidur , sakit kepala , migren, kehausan, gak sabar nunggu pagi , kali2 udah nongol menu baru di di warung koki, kalo di kantor pengen cepet2 lunch time, biar bisa makan siang, biar bisa ngasih komentar ama para chef-nya ( makasih chef masakannya hari ini sedep, atawa kasih kooomplain masakannya pahit, kurang garing,too much chilli jadi bikin nangis terus) dan kalo kurang puas lapor ama head chef-nya , eh perempuan loh , hebatt euy (konon kabarnya warung koki ini asalnya produk rumahan, kecil2an gitu, nah suatu malem dikunjungin ama nyonya belanda, nah si nyonya sexy ini rupanya puas banget ama visitnya itu malah kasih tips2, setelah datang berkali2 , dia kali cerita ama temen2nya di holland sono ada warung kecil di pojok kompas, berhembuslah kabar burung, jadi banyak deh nyonya bule yang mampir, kadang bawa mister-nya, jadi tuh warung jadi rame, penduduk lokal jadi pada penasaran, apa dahsyatnya nih warung pojok sih sampe orang dari mana-mana pada mampir, ada yang naik taksi, naik BMW, bajai tuk tuk,bahkan ada nyang baru sampe di airport dari luar negeri sempet2nya mampir dulu ke warung koki sebelum sungkem ama emaknya ).


Namanya juga orang kita, apa2 yg dimakan bule , kita pikir pasti keren, jadinya warung pojok itu gak muat lagi nampung orang2 yg pada kelaparan, dikasih modal ama pengusaha akhirnya buka restoran di kawasan rame, barengan ama bisnis2 lainnya. Si Mpok yang tadinya cuma iseng buka bisnis kecil2an di rumahnya, rada kagok juga mesti ngelayanin banyak tamu ini. Yang tadinya para pelanggannya orang2 biasa aja, yang terima aja apa adanya menu yang disajikan, kalo enak yah sukur ,kalo engga juga gak pada protes, lah wong cuma makanan jajan buat pengganjel perut.


Ingin baca kelanjutannya, silakan klik dejavu


Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4

Judul Blog : Dejavu (sepotong cerita diary ungu)

URL: www.kokiers.blogspot.com/

Postingan Perdana : Juli 2007

===============================================
Blog Review
Hola… hola… pengunjung dan pembaca ngumpet Gubug KoKi, mulai saat ini kami buka lapak baru bernama Blog Review. Jika selalu mood Blog Review ini setiap minggu akan menjaring minimal satu blog dengan menyertakan satu postingan di dalamnya. Siapapun yang memiliki blog dan ingin membaginya kepada pembaca bisa mengirim alamat blognya disini

31 Mei 2009

Yihaaaa Rumah Baruuuuuuuuu ......

KoKiers silakan cek rumah baru kita:


http://www.koki-kolomkita.com/



Salam


Zev



24 Mei 2009

Budi Anduk & Dhemitz

25 Mei 2009

 

Untung Ada Budi Anduk

Sumonggo – Sleman

Zeverina dan para pembaca Koki, Denmas Kemplu cs mampir lagi ke gubug kita ini, sekedar numpang ngopi dan ngeteh.

Serunya kontes tarik-ulur dan putus-nyambung untuk menentukan pasangan capres dan cawapres memang telah usai. Teringat sewaktu Denmas Kemplu membaca spanduk "Say No to Budiono, Say Yes to Budi Anduk", senyum-senyum jadinya. Denmas Kemplu pikir Budi Anduk pasti ikut cengar-cengir mendengar kabar tersebut, ternyata banyak juga penggemarnya. Sudah beberapa minggu wartawan berusaha keras mengorek nama siapa sebenarnya yang sudah tersimpan di dalam kantong sang incumbent, dengan catatan itu juga bila kantong beliau tidak bolong, haha... Entah siapa sebenarnya yang jauh lebih beken. Mungkin bila cara memilih kandidat pendampingnya lewat polling SMS, bisa jadi Budi Anduk yang menang. Ha ha ha ... sutra betul .... seperti acara Tawa Sutra yang ikut mengorbitkan Budi Anduk.

Bila sang kandidat Wapres konon bisa diterima pelaku pasar, maka Budi Anduk jauh lebih populer lagi di seantero pasar dari pasar inpres, pasar pagi sampai pasar malam. Mungkin bila ditanyakan pada para pelaku pasar seperti para bakul, kuli angkut, sampai hansip dan tukang parkir, jauh lebih mengenal Budi Anduk ketimbang Budi yang gubernur bank.

Memang Budi Anduk menjadi fenomena berikutnya setelah era Tukul Arowana. Bagi yang sudah jenuh dengan Bukan Empat Mata (nama baru sehabis dulu dibredel KPI), atau menganggap Tukul sudah berkurang nuansa katro dan ndesonya, bisa beralih ke Untung Ada Budi. Formatnya memang mirip, talkshow dengan mengundang figur berbagai profesi yang sedang disorot, baik seleb maupun politikus. Kurang tahu, apakah sang Budi lainnya akan menerima undangan Budi Anduk untuk tampil di situ.

Sewaktu mengikuti giliran ronda Denmas Kemplu jadi teringat, ternyata banyak juga yang bernama Budi di kampung ini. Mungkin itu salah satu dampak dari promosi dalam buku paket untuk siswa sekolah dasar, yaitu "Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi, dst ..." Jadi begitu orang akan memberi nama anaknya yang sering terlintas adalah nama Budi, he he he. Ada yang memakai Budi sebagai nama depan, nama belakang, dan bukan cuma anak lelaki, yang perempuan juga bisa diberi nama Budi.

Dari sebuah rumah dekat pos ronda, seorang pemuda genjrang-genjreng sambil meneriakkan lagunya Iwan Fals:

Aku lelaki tak mungkin

Menerimamu bila ternyata kau mendua

Membuatku terluka

Tinggalkan saja diriku

Yang tak mungkin menunggu

Jangan pernah memilih

Aku bukan pilihan

Tak perlu kau memilihku

Aku lelaki.. bukan tuk dipilih

Kang Koclok merasa terganggu dengan suara pemuda yang nyaringnya mirip kirik kejepit pintu tersebut malah nyemoni, "Sing arep milih kowe yo sopo?"

Mencermati berita yang sedang hangat mengenai pilihan pendamping, Den Kendar tiba-tiba menceploskan pikiran jail, "Beliau mau tidak ya sekiranya dipasangkan dengan Budi Anduk?"

Jawaban Kang Koclok lebih sengak lagi, "Pertanyaanmu salah seharusnya hal tersebut ditanyakan sama Budi Anduk. Jangankan dengan Budi Anduk, menurut pengamat politik beliau dipasangkan dengan sandal jepit saja bisa laku. Nah, siapa tahu Budi Anduk-nya tersinggung disamakan dengan sandal jepit?"

Dasar Den Kendar belum sembuh kenthirnya, "Kalau nemoni Budi Anduk, sih berani. Tapi kalau mau tanya sama yang gubernur bank, nanti jidatku bisa bocor ditanduk satpam. Mungkin satpam bank itu dulunya jago heading, tapi bakat sepakbolanya kurang tersalurkan, jadilah jidat wartawan jadi sasaran."

Mas Blekok yang sedang memelototi berita di lembar koran bekas bungkus gorengan tiba-tiba nyeletuk, "Neoliberal itu opo tho? Kok sering ditulis di koran?"

Giliran Kang Koclok yang sableng, "Nah, neoliberal itu sepertinya panganan yang dibikin dari telo diirisi cilik-cilik, dicampur rajangan debog pisang, terus dijemur ..." (telo=ketela).

"Wooo ...telo tenan ..... ", mendapat jawaban waton Mas Blekok cuma bisa misuh.

Denmas Kemplu terpikir, "Kok bisa ya namanya Budi Anduk, apa dulu jualan handuk?"

Den Kendar yang gemar nonton infotainment bisa menjawab, "Konon nama Budi Anduk, karena ketika dulu masih mengantar-jemput para penggembira acara di stasiun televisi selalu membawa handuk yang disampirkan leher, atau diselipkan saku celana."

Kang Koclok nyeletuk, "Wah di kampung sini yang ada Budi Manthuk. Soalnya jika diajak bicara cuma bisa manthuk-manthuk terus. Mathuk ora mathuk yo tetep manthuk" (mathuk=setuju, manthuk=mengangguk).

Den Kendar mengimbuhi, "Nah, kalau yang rumahnya dekat lapangan voli, itu Budi Ngantuk. Soalnya kalau diajak ronda pasti cuma ngantuk di pos."

Denmas Kemplu malah teringat bila anak-anak sekolah sedang bertengkar dengan temannya yang kebetulan bernama Budi, maka akan menggunakan olok-olok ini: "budi budeng iwak bandeng mlebu weteng, ditembak mubeng-mubeng, nganggo kathok ora sedeng ...." Denmas Kemplu tanyakan pada anak-anak sekolah itu apa artinya budeng, ternyata mereka juga tidak mengerti (iwak=ikan, mlebu=masuk, weteng=perut, mubeng=berputar, sedeng=cukup).

Mas Blekok masih terus ndremimil sendiri seperti anak SD sedang belajar membaca ketika Denmas Kemplu dan Den Kendar hendak ronda berkeliling, "Ini Budi. Ini Budi Anduk. Ini Budi Ngantuk. Ini Budi Manthuk. Ini Budi Suntuk ....."

Untunglah masih ada Budi Anduk, sehingga Mas Blekok yang gagal nyaleg tidak terlanjur stress berat seperti sejumlah rekannya, cukup menonton Tawa Sutra sebagai obatnya, tanpa perlu resep dokter dan kontraindikasi. Jika bagi Mas Blekok penampilan Budi Anduk bisa mengundang tawa, entah dengan Budi yang lainnya. Bagi Mas Blekok, mau si Budi mengundang protes atau mengundang siapapun, asal bukan mengundang jaelangkung saja, soalnya repot mengantar pulangnya. Maklum jaelangkung jaman krisis begini manja-manja, datang minta dijemput, pulang minta diantar, jadi berat di ongkos.

Budi manapun yang dicalonkan, atau yang bukan Budi, semoga saja benar-benar berbudi luhur. Yang sedang disibukkan dengan urusan dukung-mendukung maupun menentang, entah mau koalisi, koalingsir, koalicik, koalinggis, atau diam-diam berharap kursi tiban, moga-moga semuanya masih dianugerahi secercah kepedulian untuk nasib si Budi kecil dalam Sore Tugu Pancoran dari Iwan Fals:

Si budi kecil kuyup menggigil

Menahan dingin tanpa jas hujan

Di simpang jalan tugu pancoran

Tunggu pembeli jajakan koran

Menjelang maghrib hujan tak reda

Si budi murung menghitung laba

Surat kabar sore dijual malam

Selepas isya melangkah pulang

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu

Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu

Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu

Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal



DHEMITZ….ORA NDULIT….

Alexa - Jakarta

Membaca tulisan Plux dan Nyi Dch di Gubug Koki jadi ingat masa kecil dulu: rapalan mantera “dhemit ora ndulit, setan ora doyan” (= demit enggak nyolek, setan gak suka) merupakan mantra sakti yang selalu dilafaskan ibuku saat kami masih kecil dan ketakutan sama setan. Dan kalau sudah begitu, tiba-tiba kami jadi punya keberanian. Sebab kata Ibuku mantra sakti ini hanya diturunkan kepada turunan langsung dari Pangeran Samber Nyowo – suatu keturunan pahlawan zaman dahulu-penjelasan selanjutnya aku tidak terlalu tahu tapi denger namanya yang keren itu bikin kami si ABG jadi pede habis.

Saking beraninya, kami yang beranjak ABG malah jadi sering nakut-nakutin tetangga. Waktu itu halaman tetangga yang terletak berbelakangan dengan halaman rumah kami masih kosong; tidak terawat, ditumbuhi pohon-pohon liar dan tanpa berpenerangan. Tepat di samping rumah kami, dipisahkan oleh jalan umum ada rumah tetangga lain yang sedang di bangun. Biasanya menjelang Magrib, para pekerja bangunan menghentikan kegiatan bekerjanya dan kongkow-kongkow di depan rumah.

Aku dan kakak yang iseng mendandani pembantu kami dengan balutan seprei putih dan kepalanya kami beri wig yang sudah rusak sehingga struktur rambut sudah mekar seperti singa. Perlahan dari sisi lain rumah, kami memasuki halaman belakang tetangga. Aku dan kakakku sembunyi di balik pohon besar dan pembantu kusuruh loncat-loncat dari satu pohon ke pohon lain. Lama-lama aksi “setan” itu terlihat oleh para pekerja bangunan – mereka sangat kaget sampai mengusap-usap matanya. Pembantuku makin menggila mondar-mandir di antara pohon-pohon itu..akhirnya para pekerja bangunan itu kabur masuk ke rumah. Kami lihat mereka segera ambil air wudhu dan shalat berjamaah…ha,ha…coba kalau enggak di takut-takuti setan, mereka shalat enggak ya? Duh kami ketawa sampai terguling-guling.

Keisengan kedua masih saat ABG terjadi di bulan Ramadhan. Saat itu seluruh penghuni kompleks kami belum memagari halaman belakang rumah, dan pembantuku sudah janjian dengan pembantu tetangga untuk membangunkan sahur. Pembantu tetangga bernama Tisa dan majikannya bernama Oom Isa. Tepat jam 2.00 malam pembantuku mengetuk-ngetuk jendela Tisa sambil memanggil…”Sa…Sa, bangun sahur.” Berkali-kali tanpa ada response sehingga akhirnya ia balik ke rumah sambil ngedumel …”Dasar si Tisa kebluk..dibangunin enggak bangun-bangun.” Ke-esokan paginya si Tisa datang menghampiri pembantuku sambil cekikikan …”Mbak Nem (nama pembantuku), pasti semalam salah ketok ke kamar Bapak, kamarku disebelahnya…..bapak hari ini masih deg-degan katanya semalam dibangunin sahur sama setan.” Aku dan kakakku yang ikut mendengar jadi tertawa dan langsung timbul ide untuk ngisengin Oom Isa.

Jadi deh waktu sahur malam itu, aku dan kakak mengendap-endap ke jendela kamar Oom Isa dan mengetok-ngetok seraya memanggil dengan suara diberat-beratin…”Sa…Isa…bangun …sahur”, Oom Isa bertanya…”Siapa di luar..”. Aku menjawab..”Setaaan…”, sementara kakakku menjawab..”Kuciiiing..”. Kami segera berlari meninggalkan tempat itu sambil ketawa cekakakan. Besoknya tante Isa mengunjungi mamaku dan complain masalah kenakalanku dan kakak, mamaku sok serius menerima pengaduan itu. Tapi begitu pulang, beliau ngakak bersama kami.

Sewaktu sudah dewasa dan menikah, aku tetap tinggal di rumah yang sama ( ini atas permintaan mama, karena merasa kesepian ditinggal anak-anaknya ). Nah halaman tetangga yang terletak berbelakangan dengan rumah kami sudah dibangun kos-kosan, dimana salah satu penghuni kos bernama Joe seorang pemuda keturunan Cina yang memiliki dan menguasai alat-alat musik Cina kuno yang bunyinya seperti kita sering dengar di film silat Cina klasik. Seneng banget dengarnya kalau dia sudah memainkan alat musik itu. Walaupun dibatasi tembok, tapi Bocahku sering duet memainkan lagu bersama Joe…Joe pandai memainkan lagu-lagu modern dengan alat musik klasik itu, sementara si Bocah menimpalinya dengan memainkan flutenya.

Sementara rumah sebelah yang dulu dibangun pekerja bangunan sudah berdiri megah dan berganti kepemilikan beberapa kali sampai terakhirnya dipergunakan sebagai tempat bunuh diri teman dari putra pemilik rumah (masih ABG – SMA). Dan sejak itu arwah penasaran si ABG suka iseng mendatangi dan yang paling sering dia goda adalah anak bungsu si pemilik rumah, bernama Bayu dan baru berusia 3 tahun. Bayu ini senang banget makan dengan lauk tempe, tapi sekarang tempenya sering hilang, padahal nasinya belum habis. Bayu dengan polosnya melapor ke mamanya …”Tempe Bayu diambil kakak setan.” Kejadian itu terus berlanjut sehingga kami sudah terbiasa…paling kami menanyakan ke Bayu…”Kakak setan tempe mana Bay…”. Bayu dengan polos menjawab ..”Nih disamping Bayu…”. Sebenarnya kami iba dengan si arwah penasaran tersebut karena pernah dia menampakkan diri kepada temannya ( kakak si Bayu ) dan bicara bahwa dia sangat menyesal telah bunuh diri…. Mungkin benar ya, arwahnya belum diterima bumi karena menghabisi nyawa sendiri mendahului takdirnya.

Akhirnya rumah itu dijual dan dibeli oleh seorang ketua Fraksi DPR – sebelum membeli rumah itu, dia sempat sih bertanya-tanya kepada pembantuku “si setan berwig” mengenai kondisi rumah. Karena kami sudah menganggap no big deal masalah si dhemitz ora ndulit itu, pembantuku tidak memberi info apapun mengenai masalah bunuh diri ini. Ketua Fraksi DPR memiliki tiga orang putra; usia SMP s/d. mahasiswa baru. Nah pas dia sudah menempati rumah itu, sebenarnya kondisinya tenang-tenang aja sampai ada hansip yang sok cari muka cerita mengenai kasus bunuh diri.

Beramai-ramai bapak-ibu dan anak menghampiri pembantuku …dan menyapa “ Bu De ( mereka ikut-ikutan cara si Bocah memanggil pembantuku), kok tempo hari enggak kasih tahu sih rumah ini bekas orang bunuh diri sih.” “Emang kenapa oom, pan dhemitz ora ndulit setan ora doyan…selong (a.k.a slow ) aja lagi Oom. Udah pernah dilihatin belom?”. Reyhan putranya yang SMA menjawab..”Belum pernah sih Bu De…tapi kalo malam mereka main musik Cina…”. Si Bocah yang ada di tempat itu langsung menarik tangan Reyhan ke tempat kos2an dan minta Joe memainkan alat musiknya…. Begitu mendengarnya tetangga baru kami itu langsung ketawa… yak ampyun, yak ampyun.

Ketua Fraksi DPR itu tahun ini tidak mencalonkan diri…kayaknya sih insap soalnya anggota-anggota fraksinya banyak yang dijeblosin ke penjara oleh KPK; dalam reka ulang kasus KPK di Trans TV sih dia ada, tapi samapi sekarang sih dia selamat. Dia dan keluarga jadi sangat religious, shalat lima waktunya semua di masjid dan sekeluarga lagi…. sampai sekarang. Entah karena KPK atau rumah baru itu…. Walahuallam.

21 Mei 2009

Fashion Show, Mertua & Kenangan Pemilu

22 Mei 2009

 

Fashion Show

Malces - Jakarta

Mau coba nulis yang ringan-ringan aja nih dan mungkin ga penting untuk sebagian KoKiers. ceritanya mo coba-coba jadi wartawan mode meliput fashion show. Karena baru coba-coba jadi maaf aja yah kalo tulisannya masih amburadul dan fotonya ga bagus dan mudah-mudahan layak tayang.

Tgl 5 Mei 2009 kemarin di selanggarakan fashion show designer baru di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Suatu kebanggaan jika designer baru sudah berhasil menyelenggarakan fashion show tunggal. Kalo designer yang sudah punya nama, mereka mengadakan show tunggal ada yang 1 tahun sekali or 2 tahun sekali, tergantung dari designernya. Sebelum fashion show ada persiapan-persiapan yang harus dilakukan yaitu fitting baju, Gladi Resik (GR) dan make up. Untuk fashion show ini hanya ada 15 model yang memeragakan baju. Jumlah baju yang diperagakan model maksimal 4 baju.

make up 2

make upKet Foto: Model–model Sedang Di’make-up.

GR 

baju

Ket Foto: Latihan Blocking

Kadang–kadang orang awam pikir kerjaan model gampang, datang, gladi resik, make up, dan show. Kalo lagi GR model harus ngafalin blocking, oh ya blocking itu titik-titik dimana model harus pose, kalo salah bisa dimarahin sama koreografernya, apalagi kalo koreografernya yang galak. Wah bisa abis dimarahin deh. Pernah ada model yang salah blocking trus dimarahin sama koreografernya: ”kalo goblok jadi pembantu aja ga usah jadi model” ngomongnya pake microphone lagi, satu ballroom kedengeran semua. Bagaimana tuh perasaaan model dimarahin seperti pembantu (maaf yah bukannya mengecilkan arti pembantu)

Running order model

Ket Foto: Running Order Models (urutan model keluar)

Model harus keluar sesuai dengan running order, running order ini dibuat berdasarkan baju yang akan ditampilkan oleh designer.

Baju-baju yang akan dipakai model, maaf nih ga ada foto model yang lagi ganti baju, kalo ada foto model sedang ganti baju ntar dikira porno aksi lagi. Baju disusun sesuai sequence. Dalam fashion show ada beberapa sequence, tergantung dari jumlah baju yang akan ditampilkan oleh designer. Kalo mo liat model lagi ganti baju harus perempuan asli atau setengah laki-laki dan setengah perempuan hehehehe.

briefing model

Ket Foto: Briefing Sebelum Mulai Show

Model berbaris menunggu giliran keluar. Pas fashion show model harus ganti baju cepet sekali kira-kira 1 menit mereka harus udah ganti baju berikutnya.

menunggu giliran

the show 1 the show

Ket Foto: And The Show Time

Fashion shownya sukses dan tamu yang datang kira-kira 350 orang, banyak tamu yang berdiri karena tidak kebagian kursi.

Segini dulu hasil corat-coret laporan sederhana yang saya lengkapi dengan foto-foto seadanya ini. Jika ada fashion show lagi, INSAALLAH saya akan menulis lagi buat KoKi. Itu juga kalo tulisannya layak untuk ditayangkan.

Terima kasih untuk Mea yang sudah membantu.Terima kasih untuk Zev....



Mertua

Srikandi – Bogor & Thia – Mekkah


Halooooooo KoKiers diseluruh penjuru dunia, apakabar? Asyik juga ya nih "gubuk" bisa tetep mempertemukan kita semua...

Artikel ini mungkin terselip di inbox si Mamak, karena sudah lebih dari 6 bulan ditunggu, ngak muncul-muncul sampai akhirnya kita pindah kesini, ya untuk tetep saling bertemu dan berkoko, saya kirim aja ke sini ya.

Suatu hari yang cerah

Lagi asyik memandang si muka datar 17” tiba-bisa Hp bunyi.. dengan malas saya angkat juga, sebab nomor yang masuk ternyata seorang teman dekat. Kita sebut aja, namanya si Dorce ya…!

Dorce: Cepat deh, kamu nonton di TPI, aduh aku bingung, gimana nanti mantuku ya?

Srikandi: Lho, belum juga jadi mertua, udah bingung sama mantu! Gimana kamu ini?

Dorce: Anakku 4 lelaki semua, ayoo kalau mantuku kayak di sinetron itu ...modar deh aku.

Srikandi : Lha.. kamu ini kalau ngak mau dijahatin mantu, lha wong jadi mantu yang baik donk, dari sekarang sayang tuh mertuamu!

Dorce: 'kan kamu tau, mertuaku semua sudah di alam kubur, gimana aku mau berbuat baik, supaya nanti mantuku baik semua?

Srkandi : Ya buat baiklah sama semua orang tua, mertua orang, biar ntar semua mantumu mau berbaik juga dengan kamu mertuanya.

Dorce: Duh, kamu ini.., orang lagi bingung koq disewotin? koq ada ya sinetron gitu.., yang bikin hati aku tambah takut!

Srikandi : Ya say.. jangan ditonton apa! 'kan itu cuman film, belum tentu ada mantu jahat se-extrim gitu! ok ya, nanti kita terusin ngobrolnya, sekarang aku mau ngetik dulu.

Eh.. waktu balik kembali memandang monitorku si muka datar 17". Baru beres ngobrol di telepon, tau-tau YM di buzzz sama nyonya bohay dari Arab yaitu jeng Thia, yang akhirnya nyambung deh ngomongin mertua lagi.

Srikandi: Thia, kamu anak lelakinya ada dua yah?, Saya juga ada dua tuh! kamu takut ngak, kalau nanti mantu-mantu kita jahat sama kita?

Thia: Insya Allah, Sri, kalau kita baik sama mertua, masak kita dibalas dengan dikasih mantu yang jahat?

Srikandi : iya juga ya!, saya juga mikir gitu, maka sama mertua saya sayang banget, kayak ke mama sendiri, mertua juga sayang banget sama mantu paling muda yang mungil dan kece lagi.. hahahahahaaa....

Mertuaku cantik, Mertuaku lembut..

Jujur aja, diam-diam saya sering memandang kagum wajah ibu mertua, ada kelembutan yang luar biasa terpancar dari sana, sering saya pikir.. ...apakah semua orang yang lahir ditahun-tahun sebelum perang dunia ke 1 atau ke 2, mempunyai jiwa yang lebih baik, lebih sabar, lebih mengayomi, lebih mengerti dan tau diri, serta sopan banget.

Dari sembilan mantu ibu mertua, hanya saya yang tidak bisa bahasa Jawa, dan sayalah mantu satu-satunya yang tidak sempat bertemu ayah mertua, beliau sudah meninggal dunia justru di tahun saya lahir!

Sebagai mantu terakhir dengan umur paling muda, walaupun dalam urutan saya adalah mantu dari anak ke tiga. Banyak hal saya pelajari untuk beradaptasi dengan keluarga besar suami yang begitu 'nyedulur' (erat persaudaraannya). Di bawah suami saya, semua adik perempuan, dan semua sudah berkeluarga, dengan anak rata-rata sudah remaja.

Saya ingat, setelah resmi bertunangan, saya diajak berziaiah kemakam ayah mertua, dan disitu untuk pertama kali seluruh kakak beradik suami saya hadir, dan setelah selesai ziarah, kami makan bersama. Ibu mertua saya tahu, saya sangat canggung berada di tengah keluarga besar, beliau berkata sambil duduk di samping saya : "nak, ini jangan lodeh.. ini jangan garang asem, ini jangan semur, ..ini sambal!"

Duuuh… saya pikir ini, ibu mertuaku lagi ospek apa gimana, koq semua sayur ditunjuk pake bilang 'jangan' terus yang boleh cuma sambal doang. Walaupun saya tahu ini, nggak mungkin serius.. tapi koq berkali-kali bilang: ambil ikannya.. Nak, ambil ikannya.. koq makan cuman sama sambal?

Duh, saya gemetaran, di mana ada ikan? Lho sayurnya cuman sayur lodeh, garang asem 'kan isinya daging ayam, trus semur 'kan daging sapi! Duuuuuuh mana ikan yang disuruh makan? Sambal udah saya makan dari tadi, sedangkan yang lain katanya Jangan. Setelah liat saya melongo Oon, ndlongop...ngop...tiba-tiba : huuahahahaahaa Semua meledak tertawa.. mereka baru sadar.. saya tidak mengerti bahasa Jawa.. jangan = sayur! semua daging = ikan…!

Ibu mertua saya langsung meraih saya yang duduk disampingnya, dan mendekap kepala saya ke dadanya, duuuh rasa nyaman dalam dekapannya, dia mencium rambut saya.. dan sambil ngikik tertawa ditahan.. dia bilang : "nak…. Belajar kenalan dengan bahasa Jawa ya!" Saya merasa semua sayang pada saya, hanya komunikasi yang masih terhalang. Tak heran saya yang biasanya mulut nyerocosss terus, atau istilahnya si Thia kayak petasan cabe rawit, sekarang ini diam aja, kayak orang sakit gigi!

Ibu mertua saya tinggal dengan putrinya nomor lima di Semarang, dan hanya sekali-kali beliau bisa datang ke rumah kami di Bogor. Kami tiap akhir tahun pasti menengok beliau di Semarang. Saya sempat mengenal ibu mertua selama 16 tahun, saya bersyukur dalam waktu itu kami sangat akrab. Saya ingat waktu melahirkan anak pertama, ibu mertua bersama Mama, bergantian menjadi 'pengawas'.

Beliau-beliau ini masih memakai ritual dan tata cara kuno dalam perawatan habis melahirkan, seperti: perut harus pakai bengkung/gurita (stagen) yang kenceng banget! Mirip membelit lepet (lemper). Mereka bilang, supaya perut saya tidak jadi gendut, dan sampai 40 hari saya tidak boleh keluar rumah, karena bisa kena angin dingin di luar, juga tidak boleh keramas.. huuuuuuups bayangkan 40 hari tuh rambut baunya kayak apa?

Tiap pagi dan malam, harus minum jamu habis bersalin, setiap selesai buang air seni, harus dibasuh (cebok) dengan air rebusan daun sirih dicampur daun ngiana (jawer kotok). Tiap hari harus menghabiskan 1 panci godokan 1 ekor ayam masak makyu (campuran arak tape ketan, dengan jahe dan bawang putih).

Tiap malam dan tiap pagi, seluruh badan dan pelipis diborehin mangir, dan borehan beras kencur di sepanjang kaki. Ooooh saya berterima kasih atas semua ini, sekarang saya boleh berbangga, ternyata betul.. perut saya tidak menjadi gendut dan kendur, padahal pernah hamil dan melahirkan sebanyak tiga kali. Kulit perutpun mulus, tidak ada bekas parut dan noda-noda seperti umumnya orang yang pernah hamil dan melahirkan.

Tahun 1996, ibu mertua 'sakit tua', dan dirawat di RS Telogorejo Semarang. Saya minta pada suami untuk ambil cuti tahunan sekaligus, karena saya berniat merawat ibu mertua saya, yang mungkin untuk terakhir kalinya, mengingat usianya sudah 87 tahun. RS Telogorejo saat itu mempunyai wisma tamu di lantai 4, jadi anak dan suami tinggal di wisma tamu, sementara saya menjaga di kamar perawatan ibu mertua, ipar-ipar saya tidak ada yang kuat bergadang, maka setiap hari, saya merawat beliau sekitar 18 hari sampai wafatnya, dan ini membuat saya populer dengan sebutan "Si Mantu". Saya bangga dengan panggilan ini.

Suatu pagi sekitar jam 5 subuh, saya terbangun dengan suara panggilan, saya heran.. ibu mertua bisa memanggil nama saya dengan jelas.., terus beliau juga memanggil nama suami saya, maklum dia anak kesayangan ibu, dan anak paling akhir berumah tangga, dan dua anak kami masih balita. Insting saya mengatakan bahwa saatnya beliau mau 'berpulang'. Saya peluk dan cium pipinya, dan saya bisikan di telinganya, permohonan maaf jika saya ada kesalahan, tak lama setelah semua berkumpul, benar , Ibu berpulang dengan senyum! Saya berbisik : "Sampai bertemu di kehidupan yang lain.. ibu!"

Satu kalimat beliau yang saya ingat sampai sekarang yaitu "Seorang ibu mampu merawat 9 anaknya dengan baik, Tetapi apakah 9 anak mampu merawat seorang saja ibunya?"

Saya berharap ketiga anak saya mampu merawat saya sebagai ibunya. Saya pribadi tidak keberatan jika harus tinggal di panti jompo, karena prinsip saya: hidup janganlah menyusahkan anak-anak. Kedekatan hati bukan kedekatan jarak, adalah lebih penting. Seperti sekarang, anak-anak tinggal di kost dan kami tidak tiap hari bertemu, tapi komunikasi kami sangat lancar, hati kami sangat dekat satu dengan lainnya.

Saya selalu katakan pada anak-anak, "Mama rela diam dipanti jompo, jika waktunya sudah tiba, biarlah tangan orang upahan yang mengerjakan apa yang diperlukan untuk mengurus ke'jompoa'an mama, tapi Mama ingin hati kalian tetap bersama mama sekarang dan selamanya"

saya ingin menjadi mertua yang baik untuk anak mantu saya, dan berharap merekapun akan memangggil saya: Mertuaku sayang………!

Yang jelas, pastinya semua orang tidak mau punya mertua galak, juga tidak mau punya mantu jahat! Untung deh Srikandi ternyata punya mertua yang baik banget.

Salam hangat untuk semua mantu dan mertua dimanapun berada.

Aku seneng nulis join dengan Srikandi salah satu sobat yang saya temukan melalui KOKI, dibawah ini ceritaku tentang mertua yang aku miliki dan sayangi, semoga semua KoKiers bisa dapat mertua sebaik dan sayang seperti yang aku punya!

Duh mak Zev cepetan donk rumah barunya diresmikan, udah ngak sabar nih, di sini aku ngak bisa nulis koko, udah diajarin tapi tetep aja ngak muncul tulisanku itu.

Thia - Mekkah

Trenyuh hatiku memandang wanita ini terbaring lemah dengan perut yang membusung dan badan yang tinggal kulit dengan tulang. 'Mama" begitulah aku memanggil wanita ini, beliau adalah mertuaku yang aku merasakan ibu kandungku sendiri, kini terkulai tiada daya bergelut dengan penyakit yang saat itu bersemayam di tubuhnya. Mama adalah sosok wanita yang tegar, selama aku jadi mantunya aku tidak pernah mendengar beliau berkeluh-kesah, sampai penyakit datangpun dia tidak merasakannya.Sebenarnya kami sudah melihat adanya kelainan di tubuhnya seperti perutnya yang mulai membesar yang selalu kalau kami tanyakan dia hanya bilang masuk angin, kalau ingin dibawa ke dokter selalu menolak sampai suami memaksa barulah dituruti.

Suatu saat sewaktu kami bawa ke rumah sakit dokter sangat terkejut dan menyuruh saat itu juga untuk diopname. Dengan sigapnya dokter memeriksa Mama dan Mama langsung menjalani tes ini tes itu yang aku tidak mengerti yang akhirnya membawa dokter memvonis Mama harus cepat dioperasi karena Mama terserang kanker rahim yang sudah sangat gawat. "Ya Tuhanku....." aku hanya bisa ber-istigfar lemah.

Setelah musyawarah ini itu dan tetek bengeknya, akhirnya operasi pengangkatan rahim dilakukan dan beberapa minggu kemudian Mama diperbolehkan pulang dengan catatan harus sering kontrol dan banyak istirahat. Kami semua bergembira atas keberhasilan operasi apalagi kami melihat Mama begitu cerianya se-akan-akan tidak pernah dihinggapi penyakit yang menakutkan itu. Kami tidak henti-hentinya mengucap syukur.

Namun, manusia hanya bisa berusaha, selanjutnya Allah lah yang berkehendak. Kegembiraan itu tidak lama kami rasakan, tak sampai 4 bulan Mama terlihat letih dan kedua kakinya agak membengkak juga fisiknyapun semakin lemah. Kembali kami membawanya ke dokter semula, kali ini dokter memberi surat pengantar ke rumah sakit khusus di Riyadh, apa yang terjadi..?????

Duh KoKiers, rupanya kanker telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Betapa terkejutnya kami terutama Bapak mertua sangat syok. Saat itu juga kami berangkat ke Riyadh dan sampai di Riyadh Mama langsung diopname dan Mama kembali menjalani pemeriksaan yang lebih detail. Beberapa hari kemudian dokter memanggil bapak dan menjelaskan bahwa Mama penyakitnya sudah sangat susah disembuhkan karena telah menyerang paru-parunya. Kami semua bertangisan mengetahui ini semua, apalagi dokter menambahkan kesembuhan untuk hidup 10% dan Mama harus menjalani kemoterapy.

Akhirnya bapak mengambil keputusan membawa pulang mama ke Mekkah dan hanya menelan obat yang diberikan dokter saja. Hari semakin hari, keadaan Mama semakin memburuk. Semua anak-anaknya berkumpul dan bergantian menjaganya. Dan tidak sampai satu bulan kembalinya dari Riyadh kanker meruntuhkan ketegarannya. Mama terkulai lemah dengan cairan coklat dari mulutnya Mama menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Wajahnya yang cantik percampuran melayu dan india, keceriaannya, ketabahannya sampai kini masih terbayang dimataku. Terlalu banyak kenangan indah bersamanya karena semenjak berumah tangga aku tinggal bersamanya. Rasanya tidak mudah aku melupakannya. Kedekatan Mama dengan diriku atau juga dengan anak-anaku yang kuperhatikan melebihi dari yang lain, kadang-kadang aku merasakan ada kecemburuan mereka. Aku juga merasakan Mama bukan menganggap aku menantu tapi melebihi anaknya sendiri. Aaaakhhh...begitu cepatnya kebersamaan ini terpisah, masih terngiang nasehatnya yang sangat berguna bagi diriku.

SELAMAT JALAN MAMA SEMOGA ARWAHMU DITERIMA DISISI ALLAH SWT...AMIIIIN. Harapanku tentu saja, kelak....anak-anak mantuku akan memujaku sebagai Mertua yang cantik dan mertua tersayang.



Kenangan Seputar Pemilu: Ah, Gelap

Bagong Julianto, Sekayu-Sumsel


Diajeng Zevie & Kokiers,

Selalu seputar kenangan. Untuk diresapi. Pahit getir manis asem kecut, berharap semuanya tetap memberi manfaat. Yang pahit sebagai obat. Yang manis sebagai gairah selera. Pemilu dalam rentang waktu, benarkah kita telah belajar dan mengambil manfaat darinya? Atau selalu belajar terus, terus dan terusss.......

1. Pemilu dan Lagu.

Sriwedari, Solo seputar 1972. Hiburan massal kampanye. Ada lagu keroncong populer yang dinyanyikan Waljinah, memuja-puji pohon beringin sebagai pohon yang paling tertua. Lhah, betulkah ini?! Kalau dinalar ini layak didebatkan sepanjang waktu, tapi karena di dalam lagu dan dihakpateni oleh partai penguasa, siapa lagi yang mau mengusiknya?!. Ketika telah berkuasa, dan terbukti banyak janji tiada terbukti, maka Nartosabdopun, dalang dan seniman adiluhung itu bersaksi: “Ojo sok gampang, janji wong manis, ‘yen ‘to amung cidro....” Jangan banyak berjanji saja sayang, nanti gak terbukti?!

Bahkan dipertegas lagi: “Aku iki prasasat, loro tan antuk jampi....”, aku ini bak menderita sakit namun tiada mendapat obat!. Sentilan itu berakibat lagu langgam “Ojo Lamis” itu diemohi oleh antek-antek dan gedibal penguasa. Alergi lagu, penyakit yang hanya bisa diobati oleh diri sendiri, itu kalau sudah bernurani.

Libo, Riau seputar 1992

“Dua...., dua......, duaaaaaa.... Dua lagi...”, lirik lagu dankndut ini telah diplintir kesana kemari dengan tujuan untuk mengarahkan massa mencoblos nomor dua. Saya bersama kolega berada di pojok lapangan sepakbola, jauh dari panggung tempat kampanye diselenggarakan. Ini daerah tertutup perusahaan, mestinya steril dari hura-hura kampanye tapi siapa bisa berkata tidak kepada penguasa setempat waktu itu? Jaket jatah pemberian yang saya kenakanpun membuat saya sesak luar dalam. Sekali itu saja jaket kuning terpaksa saya kenakan. Saya menjadi bukan saya.

Sebagai buruh, saya kehabisan alasan untuk tidak menghadiri hura-hura basa-basi itu. Beberapa hari lalu, seorang karyawan workshop yang ditunjuk sebagai Ketua RW, dengan bangga lapor telah ikut rapat pemenangan pemilu di Kecamatan. Banyak trik, banyak kiat, banyak cara yang telah dirancang ’nak dilakukan. Sungguh, bukan sikap ksatria gentleman!!. Benar kata Machiaveli!!. Gak sadar dia lapor pada siapa, pun begitu rahasia ini terpaksa saya telan. Paku, lipatan paksa, tanda tertentu, kartu pemilih triple (bukan double saja!!), coblos tour keliling pondok dari pagi sampai siang dst. Lhah, saya berada di dalamnya. Tiada daya. Mengingkari diri sendiri.

2. Pemilu dan Target.

Libo, Riau, 1992. Target 85%, kata Boss. Bersama kolega hal itu kami bahas. Saya berusaha pasif. Banyak trik ‘nak dilaksanakan, akhirnya sepakat merancang kemenangan hingga 90%. Teramat mudah dicapai dan dilampaui. Blang Simpo, Peureulak-Aceh Timur, 1997. ”Minimal 60%”, kata Boss. Saya kumpulkan staff. Mulai lagi omongbahaskan hal-hal absurd. Ini itu begini begitu, pesan dari Jakarta. Bisa, Pak, kata staff saya. Mereka rupanya sudah memetakan kekuatan masing-masing kontestan hijau, kuning dan merah di lokasi masing-masing. Jangankan 60%, 80% pun bisa kita buat Pak, gimana Pak?! Gak usahlah, jawab saya.

Hitungan yang dilakukan secara gak usah pakai trik paku dsb sudah mendapatkan angka 65%, melampaui target Jakarta. Ngurangi dosa, pikir saya. Seputar Sampit, th 2002. Iseng-iseng saya inlok seorang kolega yang ada jalur khusus untuk akses petinggi di Jakarta. “Gak ada target-targetan lagi sekarang. Biarkan saja. Awas yaa, ingat jangan main mata dengan orang-orang politik, lho!.”. Akhirnya datang juga kelegaan itu.

3. Pemilu dan Nurani.

Pemilihan umum. Masyarakat memilih, harapan dan keinginannya adalah bakal terwujudnya tata kehidupan yang lebih baik. Benarkah ini harapan yang sederhana dan semestinya mudah (sekali) mewujudkannya? Negara ada hanya untuk kesejahteraan warganya. Pemerintah adalah person ataupun kumpulan banyak person yang melaksanakan amanah warga negara. Jika pemerintah gagal, maka tidak bisa dikatakan negara itu bubar.

Sepakatkah jika kita mengambil kesimpulan singkat bahwa sampai dengan saat ini pemerintah dan kepemerintahan kita adalah kumpulan orang yang gagal? Gagal untuk menyejahterakan warganya, gagal untuk menyehatkan segenap aspek sosial budaya, politik ekonomi, hukum dan keamanan kenyamanan hidup berpenghidupan. Mudah, selalu mudah untuk mengatakan hal ini. Dan sulitkah menemukan jalan, membuat rintisan, menetapkan jejak ke kesejahteraan lahir-bathin? Di manakah nurani, ketika coblosan paku dilakukan? Ketika menghitung dan manambah jumlah? Ketika laporan rekapitulasi disusun? Ah, gelap......

Sampunnn... Suwunnnn ...(Bagong JL, Sky-0808)

Awas! Kita dijaga oleh setumpuk besi tua!

(Santo-Jakarta)

Malam Zev... semoga saya diperbolehkan ikut merusuhi kolom ini dengan tulisan saya yang - semoga bisa dimengerti - kurang mematuhi tata tertib berbahasa Indonesia. Belum lagi tema tulisan saya yang entah bisa diterima entah tidak oleh sidang pembaca. Ah, cukuplah basa basi. Biar Zeverina tentukan laik tidaknya tulisan saya ini.

Setamat kuliah tahun 2002 di sebuah universitas negeri di Jawa Tengah, saya mencoba mengadu nasib dengan mendaftar di TNI, tepatnya di program PK (Prajurit Karier) Angkatan 2002. Eh, tak dinyana tak disangka duga, saya diterima. Tes demi tes berhasil terlampaui, meskipun tak selalu menduduki peringkat lima besar dalam kelas yang juga diisi oleh banyak sarjana yang "lebih tergerak untuk memanggul senjata." Saya sendiri dulu adalah mahasiswa sastra Inggris, sementara di kelas yang berjumlah 15 orang tersebut kebanyakan adalah para sarjana teknik yang kelak kemudian saya tahu banyak disalurkan ke satuan-satuan zeni tempur. Sisanya adalah para dokter dan sarjana kedokteran yang sangat diperlukan di Kesmil (kesehatan Militer). Latihan dan pendidikan diselenggarakan di Akademi Militer Magelang, suatu institusi yang dahulu sempat disebut "Breda"nya Indonesia.

Di situ, kami berlatih bersama-sama dengan para taruna Akmil, yang bedanya tentu kami lebih dewasa dari mereka yang saat itu masih bocah-bocah ingusan lulusan SMA. Namun saya pernah dikejutkan dengan pernyataan seorang dosen mata kuliah di sana, sebut saja Mayor B. "Mereka (para taruna muda) itulah yang kelak jadi atasan-atasan kalian. Kalian paling banter saya jamin cuma mentok di kolonel saja. Nggak usah mimpi jadi jenderal. Itu jatah mereka." Wah, drop juga mental kami. Masak iya sih, satu pun dari kami tak ada yang bisa naik jadi jenderal kelak? Apa karena kami terlalu tua saat masuk dinas militer? Atau itu cuma strategi pengajaran saja, supaya mental kami tergojlok?

Buat para pembaca KoKi yang belum mengetahui kerasnya pendidikan di militer, saya sarankan jangan mencoba kalau tak kuat. Berat sekali. Bintara-bintara pelatih (kebanyakan berpangkat sersan) memperlakukan kami dengan "kejam" dan "buas". Kadang saat itu kami seakan-akan punya pikiran, "Awas kau kalau aku jadi letnan nanti. Kucari kau ke sini, lantas kuhajar ganti." Anehnya, sekarang dendam tersebut seakan-akan menguap hilang begitu saja, entah kenapa. Terutama saat saya menyaksikan sendiri kehidupan para sersan tersebut bersama keluarganya sehari-hari di asrama yang bisa dibilang kumuh. Memprihatinkan sekali. Saya pun sudah mulai mencium gelagat ’kekurangan’ dalam tubuh TNI sejak di Akmil Magelang. Bukan kurang disiplin. Disiplin baik sekali, terlalu baik bagi mereka yang tak terlalu terbiasa menjalankannya, malahan. Saya bicara soal peralatan di sini.

Persenjataan tentara kita sudah masuk kategori ’mengkhawatirkan’. Entah sudah berapa kali saya temui saat latihan menembak, adanya senjata panjang (terutama SS1 bikinan Pindad!!!) yang MACET saat ditembakkan. Terlintas sekelebat oleh saya tentang berperang dengan bedil ngadat, yang kerap dialami oleh rekan-rekan dari Marinir di belantara Aceh. Betapa mengerikan apa yang mereka alami di sana. Bayangkan bertempur melawan anggota GAM bersenjatakan AK-47 atau AK-56, senjata serbu yang sudah diakui NATO saking ampuhnya, dengan SS1, M16, atau Minimi yang pelurunya kerap terganjal sesuatu, entah apa itu. Begitu pula tentang pengetahuan kendaraan tempur (ranpur) atau kendaraan taktis (rantis). Beberapa panser yang mangkal di garasi Berba (Berlapis Baja) Akmil, ternyata berusia hampir sama dengan umur ibu saya. Panser-panser kawal Saladin, Saracen, atau Ferret tersebut bahkan sudah pernah saya lihat di buku-buku sejarah nasional, dimana kendaraan-kendaraan tersebut turut mengusung peti-peti jenazah para Pahlawan Revolusi! Beberapa meriam PSU (Penangkis Serangan Udara) pinjaman dari Batalyon Artileri Medan Naga Pakca, pun masih ada yang berasal dari hasil rampasan milik pemberontak PRRI / Permesta tahun 1958. Bukan main hebatnya bangsa kita...pikir saya.

Begitu open ( Jawa: memelihara dengan teliti dan hati-hati) terhadap barang mahal yang tak bisa diproduksi di dalam negeri. Yang sering terbaharui hanyalah jenis kendaraan pengangkut pasukan, semisal truk REO atau jeep, yang kini sering saya lihat mulai bagus-bagus, meskipun saya masih berangkat ke kantor dengan motor saja, belum mendapatkan fasilitas mobil dinas. Pertama kali menyaksikan hal semacam itu, saya pikir hal itu masih wajar, orang namanya juga masih latihan/pendidikan, enggak harus pakai yang baru baru bukan? Ternyata, di belakang hari, saya terpaksa mengakui kalau saya salah soal ini.

Singkat cerita, saya dan sekitar 145 perwira lainnya pun akhirnya diwisuda di Ksatrian Akademi Militer Magelang oleh Kepala Staf AD waktu itu Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu. Namun saya kaget dan shock, teman-teman seperjuangan semasa kuliah dulu. Bagaimana bisa??? Mahasiswa gondrong bekas pemain gitar di band kondang universitas, yang terkenal juga dengan kebengalannya bermain-main dengan obat-obatan, bisa menjadi perwira tentara nasional sebuah negara? Ah, nasib, tangkis saya singkat. Tak urung mereka menyelamati saya juga, kan akhirnya?

Saya ditempatkan di Jakarta, di sebuah satuan sejarah militer, dengan pangkat Letnan Dua Infanteri. Saya merasa aneh saat itu. Bayangan bahwa saya akan dihormati oleh tentara lain (tentu saja yang berpangkat lebih rendah dari saya) cukup membuat saya merinding. Imajinasi saya merujuk pada beberapa oknum anggota Koramil sok jago di kota tempat tinggal saya. Setahu saya, anggota-anggota nakal tersebut tak ada yang berpangkat lebih tinggi dari Pembantu Letnan Satu. Otomatis, mereka semua masih di bawah saya dan pasti bakal tergagap-gagap memberi hormat, sekiranya saja saya tiba-tiba mendatangi kantor tersebut. (Pikiran iseng yang sempat terlintas). Prestasi yang sangat mengejutkan, terutama bagi mereka yang sempat mengenal saya di masa lalu.

Sesuai dengan latar belakang pendidikan saya di bahasa dan sastra, saya bertugas menyusun naskah-naskah yang terserak dan terkirim dari seluruh Kodam di tanah air guna dijadikan dokumen sejarah militer. Dari situ saya tahu betapa lemahnya pertahanan negara kita, sejak tahun 1970-an. Kita sudah tak pernah lagi membeli persenjataan dalam jumlah besar saat Presiden Soeharto berkuasa. 75% dari kendaraan berlapis baja yang masih dioperasikan oleh Angkatan Darat, sudah mulai melayani sejak Kasad dipegang oleh Jenderal Ahmad Yani, tepatnya sekitar awal tahun 1960-an. Terutama dari jenis AMX-13, tank ringan yang masih dipakai di Yonkav 2/Serbu Turangga Ceta, Ambarawa, dan tank PT-76 milik Korps Marinir. PT-76, saya ingat betul melihat gambarnya di buletin Tjakrabirawa terbitan Juni 1962, saat tank-tank amphibi tersebut baru tiba dari Uni Soviet.

Indonesia Raya berpenduduk 240 juta jiwa seluas hampir 2 juta kilometer persegi ini hanya dijaga oleh sekitar 230.000 anggota AD yang tak semuanya mahir berperang, termasuk saya yang hanya berkutat dengan data dan komputer ini. Termasuk para kopral, prajurit, dan sersan bergaji rendah yang mau tak mau lebih memikirkan beras di periuk daripada bertekad menjadi serdadu profesional pengawal kedaulatan bangsa. Juga termasuk para perwira tinggi yang tak memiliki jabatan di Mabes, Makodam atau manapun, yang lebih menikmati sedan mewah empuk berpelat hijau, tanpa menyadari bahwa truk-truk milik batalyon-batalyon infanteri di Kalimantan sudah banyak yang pintunya keropos dan bannya pada gundul. Tanpa melongok kenyataan bahwa Jenderal Douglas MacArthur, jenderal kondang dari AS pada masa Perang Dunia II, lebih sering menikmati hari di atas Willys daripada Pontiac.

Tahukah Anda bahwa penyebab gugurnya lebih dari 5000 anggota TNI di Timor Timur saat masa integrasi sedang ramai-ramainya tahun 1975-1984 silam adalah lebih karena kekurangan sarana pendukung? Gerakan pasukan lebih banyak dilakukan dengan truk atau bus yang juga sering kehabisan bensin atau mogok di tengah jalan. Anda juga tahu bahwa bus atau truk bukanlah jenis kendaraan yang kebal peluru seperti halnya tank atau panser. Tak ada yang lebih menggirangkan hati serombongan gerilyawan Fretilin daripada menemukan satu peleton tentara lawan yang terjebak di tengah padang rumput tanpa perlindungan lapis baja dan artileri akibat truk pecah ban dan kehabisan bahan bakar. Dan tak ada yang lebih memilukan hati seorang komandan kompi daripada mendengar berita yang menyatakan 89 dari 112 anggotanya berhasil ditumbangkan ke bumi oleh laskar Fretilin hanya dalam waktu satu setengah jam. Hanya karena alat perhubungan untuk meminta bantuan tembakan artileri gagal bekerja.

Sebelas ribu anggota TNI dan polisi gugur pada masa penumpasan PRRI-Permesta tahun 1958-1961 akibat keterbelakangan sistem persenjataan kita pada masa itu. Para pembangkang menggunakan senjata terbaru kiriman AS, sementara pasukan pemerintah RI masih mengandalkan persenjataan peninggalan tentara Belanda. Penerjunan salah sasaran akibat intelijen yang buruk pun tercatat sebagai kesalahan yang paling sering terjadi dalam sejarah operasi lintas udara TNI. Kita pernah "membuang" seratus anggota Kopasgat (sekarang Paskhas TNI-AU) sia-sia saat Hercules yang membawa mereka, menerjunkan seratus prajurit naas tersebut tepat ke atas sarang serdadu Inggris-Gurkha pada masa konfrontasi Dwikora tahun 1964. Dan Anda tentu tahu kelanjutannya, tak satupun dari mereka yang berhasil hidup sesampainya di daratan. Majalah Jane’s Defence Weekly pada edisi Februari 1984 mencantumkan Indonesia sebagai negara terkuat ke-11 di dunia.

Dalam bidang militer, tentunya. Saya tak tahu dasar apa yang melandasi para redaktur JDW dalam menyusun laporan itu. Yang jelas kita sekarang adalah negara yang mewaspadai ancaman Singapura, negeri mini yang pernah sebegitu takutnya pada Presiden Soekarno, hingga tak berani membangun angkatan perangnya sebelum Soekarno wafat. Malaysia pun nampaknya sudah mulai memandang remeh kekuatan militer kita. Apalagi Australia, sebuah negara yang pernah digertak oleh Men/Pangau Omar Dani dengan mengirimkan sebuah paket yang dijatuhkan oleh beberapa buah pembom raksasa TU-16 berikut kawalan beberapa MiG 21, berupa beberapa ransel dan seragam tentara Indonesia ke jantung kota Sydney pada 1963 silam. Tanpa ada nyali dari Australia untuk memperingatkan apalagi mengejar pesawat-pesawat kita.

Kekurangan-kekurangan dalam tubuh Angkatan Udara dan Laut pun saya yakin juga sangat menyolok. Namun karena kapasitas saya yang bukan anggota AL atau AU, saya mendadak tak punya keberanian untuk menuliskannya. Semoga hal ini dapat membuka pikiran para pembaca KoKi sekalian akan pentingnya pertahanan negara yang tangguh. Mohon jangan hanya ribut berunjuk rasa saat TNI minta tambahan anggaran untuk belanja alutsista dan persenjataan. Kita sudah sangat amat memerlukannya. Demi kedaulatan dan kehormatan bangsa.

*Catatan prabukoki : Artikel yang pernah tayang di KoKi pada 24 juli 2006 ini, justru saya temukan di salah satu blog ketika saya browsing mencari specifikasi pesawat Hercules. Artikel ini sangat relevan untuk saya posting disini, ketika dalam kurun dua bulan (April-Mei 2009) TNI tidak hanya kehilangan 2 pesawat akibat crass, namun juga kehilangan banyak prajuritnya diluar perang. Buat penulis artikel ini, semoga selalu dalam lindunganNya. Amin.

20 Mei 2009

Hancurnya Mimpiku, Aku dan KoKi

(Imung Hikmah - Jakarta)

(Untunglah Cuma Sementara)

Selama seminggu di bulan April saya pergi menyepi. Benar benar menyepi melakukan tapa brata. Seminggu itu saya berkomitment untuk tidak berbicara, membaca, menulis, mendengarkan radio, musik ataupun menonton tivi. Jangan tanya, handphone, laptop dan internet, itu barang haram yang harus dijauhkan selama melakukan tapa brata tersebut.

Aneh, saya tak pernah merindukan memakai handphone, atau mengkontak keluarga selama berada di tempat tapa brata ini. Tapi Koki selalu ada dalam kilasan di benak saya di sela sela Meditasi. Ketika saya menikmati indahnya hamparan sawah dan gunung di hadapan saya, ingin sekali saya membaginya dalam tulisan untuk para kokiers. Ketika dada saya meluap menyaksikan bintang berkelip diselingi merdunya orkestra alam dari kodok, tonggeret, burung, dan jengkerik, saya teringat Koki dan Kokiers. Terasa ada desakan untuk mengabadikannya dalam kata kata untuk saya bagi kepada para Kokiers.

Dan pengalaman batin yang paling indah yang saya rasakan adalah ketika kami bermeditasi untuk loving and kindness. Ada beberapa tahap dalam Meditasi loving kindness dimana kita diminta untuk mengingat dan mengirimkan energi kebaikan, dan well wishes kepada beberapa kelompok orang atau group. Semakin tinggi, adalah group atau orang yang paling tidak punya hubungan personal yang mesra dengan kita. Di tahap itu, Koki dan Kokiers termasuk kelompok yang saya ingat, selain tukang ojek saya, para tetangga dan cowok cowok yang pernah saya kecewakan dan mengecewakan saya…’May Koki and Kokiers Be Happy’ … Oh angin, kirimkan salam terimakasihku untuk mereka. ‘May Zev, para penulis, para komentator dan para silent readers be happy…’

Secepatnya saya kembali dari menyepi itu, saya seperti orang kesetanan menulis tentang pengalaman saya bertapa di Bali, excited untuk mengirimkannya ke Zev segera. Tidak mudah menuangkan perasaan dan pengalaman batin luar biasa yang saya alami dalam sebuah tulisan amatiran. Apalagi menuliskannya dengan bahasa guyon saya, dan berharap bisa dimengerti oleh sahabat Kokiers…Tulisan itu tidak pernah selesai cepat seperti saya harapkan, karena adanya bom pengumuman yang jatuh di halaman Koki…

Suatu pagi saya melongo dan tak percaya membaca pengumuman Kompas. Bye Bye Koki… (Rupanya loving and kindness wishes yang saya kirim supaya semua warga Koki berbahagia, nyangkut di langit sana – nyatanya, bukannya bahagia, kita semua menangis, meskipun mungkin dalam hati saja).

Saya belum pernah di vonis penjara tapi pernah divonis putus oleh mantan pacar (pacar) saya. Membaca berita itu, perasaan saya campur baur kombinasi seseorang yang di vonis penjara dan diputusin pacar. Mungkin lebih gila lagi. Kok bisa ya hati saya ngilu, marah dan sedih persis seperti ketika saya mendengar Amerika membom museum dan situs arkeologi dan budaya kuno Babilonia diawal invasi Amerika di Irak. Waktu itu saya merasa mimpi saya sebagai peminat sejarah dan budaya kuno baru saja dihancurkan oleh para bomber Amerika.

Mengunjungi situs Babilonia adalah salah satu impian saya sebelum saya menjadi nenek-nenek. Kali ini, Kompas baru saja menghancurkan mimpi saya untuk menjadi seorang penulis rajin di Koki.

Memang saya selfish, dan punya tujuan tersembunyi dengan mengirim tulisan ke Koki (Kompas) waktu itu. Saya ingin mengasah rasa bahasa saya. Kokilah tempat yang menurut saya paling tepat. Saya rasa, banyak sekali impian orang lain penggemar Koki juga hancur karena dihapusnya Koki dari Kompas. Saya merasa singit.

Bisa saya bayangkan perasaan Zev dan para veteran Kokiers. Wong, saya yang baru kenal koki saja sinting begini, bagaimana dengan mereka? Pernahkah merasa ngilu hati sampai menjalar ke telapak tangan? Itulah yang saya rasakan. Saya juga kehilangan semangat dan inspirasi untuk menulis. Saya merasa hampa setiap memandangi laptop. Memang tidak nalar, tapi peristiwa ini juga mempengaruhi pola makan saya terutama di week-end. Biasanya saya sibuk memencet tombol laptop, mencari kata kata tepat, menulis menghapus menulis lagi, sampai lupa makan dan mandi. Semenjak Koki di hapus dari Kompas, di week-end, saya kembali sibuk dengan kebiasaan lama saya nonton filem seri dari DVD bajakan sembari gegares (makan, makan dan makan…). Saya curiga saya sekarang bertambah tumbuh besar secara horizontal…

Saya punya tiga belas bahan cerita termasuk pengalaman bertapa, menanti semangat dan inspirasi yang belum mampir mampir juga. Untuk orang lain, mungkin mudah asal sudah ada bahannya. Tapi sulit sekali buat saya jika inspirasi itu tak ada disana. ‘writer’s block’ kata orang pinter. ‘ Post Koki-Kompas Impotency Syndrome’ begitu mungkin kata La Rose.

Beruntunglah saya baru saja bertapa, jadi level emosi saya masih dibawah normal untuk situasi ini. Kalau tidak, mungkin komentar saya di kolom yang berjumlah seribu-an page itu akan menambah koleksi kata kata emosional dan sumpah serapah yang tak perlu. Saya ingin melakukan sesuatu untuk membuat perbedaan di Koki, tapi tangan dan kaki saya terbelenggu. Saya ingin membantu, tapi yang saya bisa hanya memberikan dukungan moral. Menulispun saya masih impoten. Tak berdaya.

Ingin saya menuliskan sesuatu yang special untuk Zev, dan sahabat Kokiers yang berjasa memelihara kesatuan dan persatuan Kokiers, lebih dari sekedar beberapa komen dan tulisan terakhir disana. Tapi saya merasa, ini hanya akan mengganggu kelancaran Zev mencari jalan keluar untuk Koki. Jadilah saya silent supporter, sembari termangu menunggu di depan laptop. Siapa tahu turun inspirasi dari langit, dan saya bisa kembali berbagi dan membaca cerita, dan menerima komen dari para Kokiers….

Ditengah rundungan macet otak untuk menulis, tiba tiba saya teringat kata kata mutiara, yang saya lupa dari siapa. Rasanya ini cocok sekali buat Koki dan Kokiers: ‘What does not kill you, will only make you stronger…’.

Saya menanti Koki kembali, lebih kuat, mantap dan heboh


****


Aku dan KoKi
(Ria Wassef - Amerika)

Zevie,

Apa kabar ? masih sibuk dengan perencanaan rumah baru koki ?. Pertama saya mau mengucapkan rasa kekaguman saya terhadap Z yang rela mengorbankan karirnya demi memperjuangkan Koki. Disini jelas terlihat bahwa bukan uang semata yang Z kejar tetapi lebih kepada harga diri dan kesenambungan orang banyak.

Sudah lama saya tidak menulis, pertama dikarenakan kesibukan saya dan masalah pribadi. Kalau saya dulu dikenal sebagai seseorang yang terlalu terbuka mengumbar kehidupan pribad idi publik, sekarang mungkin sudah insyaf, karena mungkin hal hal yang pribadi tidak selalu baik untuk didengung dengungkan.

Kedua karena saya agak kecewa, sebab walaupun artikel saya tidak mengandung hal hal yang kontroversi, tetap mengundang beberapa gelintir orang untuk mencela dan menghujat pribadi dan penampilan saya (contoh di artikel kopdar saya dengan Phie dan beberapa kokiers di Jakarta).

Sayangnya, sifat saya hamper sama dengan Z, dimana saya lebih mengutamakan prinsip dan harga diri, daripada diinjak injak atau dihina, maka dari itu zaman koki dulu sering saya mengungkapkan amarah di publik jika ada yang menganggu saya. Padahal aslinya saya kalem banget lho Z.

Anyway, saya mau menuliskan pengalaman saya selama saya mengenal koki. Mungkin koki baru belum banyak mengenal saya, karena saya vakum menulis sudah lama sekali. Saya mengenal koki jauh sebelum ibu RO mengirim artikelnya ke kolom kesehatan. Waktu itu koki masih diasuh oleh seorang dokter.

Saat itu saya sudah rajin membaca kompas dan berbagai media online lainya. Hingga suatu saat saya melihat ada yang berubah di kolom kesehatan, kolom itu sudah tidak diasuh oleh dokter, dan ada tawaran untuk mengisi artikel. Saat itu saya masih ingat bulan Agustus 2005, saya memberanikan diri mengirim artikel pertama saya yang berjudul “Bulan September, bulan tepat mencari jodoh”.

Dalam artikel itu saya cantumkan email tempat saya kuliah dulu di Phoenix. Reaksinya sungguh diluar dugaan, semenjak artikel itu ditayangkan, saya mendapat ratusan email dari pembaca, yang sebagian menjadi kokiers aktif, termasuk diantaranya La Rose, Rini Prasodjo, Mbak Al di Kanada, dan juga Night.

Sebagian besar lagi memilih jadi silent reader, yang tetap aktif mengikuti koki sampai saat ini. Dari ratusan email itu, saya coba membalas satu satu. Banyak sekali animo gadis gadis di tanah air dan juga perjaka perjaka yang berusaha mencari jodoh melalui tangan saya, padahal sungguh mati saya menulisi artikel itu bukan berarti saya yang akan membantu kedatangan mereka kesini, saya hanya memberitahukan channel channel untuk mencari jodoh di US.

Karena dianggap saya tidak banyak membantu, banyak gadis gadis dan perjaka perjaka itu yang kemudian beralih menjadi antipati terhadap saya. Di kemudian hari, ketika berbagai artikel saya sudah keluar, dan saya mendapat berbagai hujatan dan makian, saya beranggapan bahwa sebagian dari para penghujat itu adalah orang orang yang kecewa dengan kealpaan saya membantu mereka.

Life goes on. Artikel kumpul kebo saya kemudian menjadi cikal bakal kehebohan di koki, saat itu artikel yang berbau sex dan yang tidak cocok dengan pandangan adat timur masih dianggap tabu, tidak seperti koki sekarang yang makin terbuka dan vulgar. Sejak saat itu saya resmi menyandang predikat sebagai penulis controversial.

Ditambah dengan artikel artikel selanjutnya yang cukup membuat pembaca panas, seperti artikel Babi, Dokter di Indonesia, Jilbab, Ganti Agama, Swinger, Wawancara dengan Penari Telanjang/Stripper, termasuk dengan kisah pernikahan dan kehidupan pribadi saya.

Banyak yang menggap saya hanya mendongeng atau memberi cerita khayalan, sejalan dengan itu juga gossip gossip layer belakang akrab mewarnai kehidupan saya. Tadinya saya tanggapi semua itu satu persatu, hingga julukan saya bertambah lagi sebagai tukang ribut dan hobi marah marah disana sini.

Akhirnya, sampai juga saya ke satu titik, yaitu titik kejenuhan. Jenuh dengan dunia pertikaian, jenuh dengan dunia pergosipan, jenuh dengan dunia adu domba, muka dua, ketidak tulusan dalam bersahabat, kebohongan dan sebagainya. Hingga tawaran dari Juwita untuk mengisi kolom 20/20 saya tolak, karena saya merasa saya tidak layak ditampilkan. Cap saya sudah terlalu buruk.

Sekarang dengan absennya saya tidak menulis, membuat hidup saya lebih tenang. Teman teman dari koki pun bertambah, satu persatu yang dulu kelihatan enggan berteman dengan saya, mulai mau mencoba berteman. Waktu kopdar kemarin pun, saya kenalan dengan banyak kokiers yang selama ini saya hanya tahu dari nicknamenya bukan nama aselinya.

Harapan saya di koki baru nanti, janganlah kita saling bertengakr, injak menginjak, tuding menuding, dan berperilaku negative, jaga rumah baru kita dengan etika dan perilaku yang baik. Jangan sampai rumah baru yang dibangun Z dari tangannya sendiri tercoreng moreng dan kemudian jatuh lagi. Saya yakin seluruh koki sudah merasakan akibat dari kejatuhan koki di Kompas. Mari kita sambut rumah baru dengan tangan terbuka, saling membantu, untuk kemajuan koki.

(tabiik).

 

Bilik Gemuruh (Chatroom)

Pelajaran SMP

Kokiers

HEADLINE NEWS
pengunjung sejak 29 April 09

Greeting

© design by kokikatur