Lembayung – SOLO the spirit of java
Betapa saat ini orang selalu berlomba-lomba untuk menjadi center of interest, pusat perhatian, orang yang under the spotlight, menikmati tatapan memuja dan riuh gemuruh tepuk tangan. Dari politisi hingga seniman, dari proletar sampai borjuis. Sementara berbagai cara dirasakan sebagai tangga yang dihalalkan untuk menitinya. Bila perlu bahkan tak pakai tangga. Lift saja yang hanya tinggal pencet dan tiba-tiba sudah berada di puncak gedung dengan taburan gemerlap lampu di bawahnya. Lampu-lampu yang seperti memujanya, memberikan sinarnya hanya untuknya. Atau bisa juga karena terkena demam Harry Potter yang hanya perlu sentuh portkey saja sudah bisa mengantarkan kita ke mana saja kita mau, semuanya ingin berada di atas, di pentas, dengan acara apapun juga, dan sebisa mungkin berlama-lama di sana.
Mungkin sensasi berdiri under spotlight sangat luar biasa sehingga orang selalu berusaha tetap di sana. Sementara orang yang terbiasa berada di sana lama-kelamaan akan memunculkan sifat arogansi diri yang selama ini hanya muncul di waktu-waktu tertentu dalam ambang yang masih bisa ditolerir (memangnya arogansi bisa ditolerir?). Dalam perkembangannya sang arogansi ini akan lebih menyelimuti diri daripada sederet sifat apapun dalam setiap kemunculannya di publik. Mata selalu mencorong dengan sinar ke-percaya-diri-an yang berlebihan karena merasa paling hebat dan berkuasa. Ujung hidung mencuat ke atas karena mencium aroma kebebasan melihat ubun-ubun orang-orang yang telah dia tekan bahunya dengan kedua tangan gemuknya yang selalu lapar akan perhatian dan puji-puja. Kepalanya yang entah kenapa terlihat begitu berkilau diterpa sinar lampu sorot berkesan sangat bulat dan bulat. Seperti sebuah keputusan yang sudah dibuat dan hasilnya harus ditelan bulat-bulat.
Yah, ini hanyalah pandangan pribadi yang selalu ketakutan jika menjadi sorotan, setidaknya jika yang berdiri di panggung itu adalah saya.
Rasa ketakutan karena merasakan disaat menjadi pusat perhatian, ada yang berubah di sini. Merasa bukan diri saya yang sepenuhnya, bahkan sebagian merasa tidak bisa mengenal diri sendiri dengan baik. Secara berangsur sifat arogansi saya timbul, menyeruak dan mendongak ke atas. Merasa saya jelas lebih hebat dan ampuh dari para pemuja. Dari jiwa dengan arogansi bodoh ini membuat saya bisa melancarkan doktrin-doktrin palsu dan sang pemuja akan menerimanya seperti kerbau dicucuk hidungnya. Tanpa banyak tanya apalagi sebentuk protes sosial. Tapi sayang, hanya saya sendiri yang tahu bahwa itu adalah sang arogansi yang bekerja. Bukan sang hati kecil yang lirih dan benar. Untunglah hanya saya yang tahu, karena dari bawah panggung pertunjukan ini sang pemuja menganggap saya adalah guru dan dewa dimana sang arogansi menjelma menjadi ketegasan dan cermin kepercayaan diri yang besar yang patut diikuti dan diteladani. Ah…. untung hanya saya yang tahu…. Lagipula saya percaya, para pemuja itu tak akan meninggalkan saya, karena saya punya nama besar, nama yang saya peroleh dengan susah payah, dengan cara bersih maupun kotor.
Note: ditulis dengan masih menggunakan nickname Lembayung-SOLO the spirit of java ditujukan untuk jiwa-jiwa arogansi yang bergentayangan menyebarkan hawa-hawa kebekuan.
headlines
04 Mei 2009
Antara Panggung dan Arogansi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
pertama kan
ininnawa
Kedua - kah??
Ni artikel jadul dari KoKi lama mengena banget ke orang arogansi haha...
maksudnya apa Yung? hihhi...agak2 oon malem ini, julingggg dari sore nongkrong di bilik gemuruh
iya keknya nite...aku juga kok ngerasa dah pernah bacda...apa dulu judulnya panggung saniwara...hihihi
Terimakasih Yung...
Sudah mengingatkan semua pembacamu....
Pernah Dj. bacadimana....
Orang yang merendahkan diri,itu juga menginginkan pujian.... Benar nggak sih...???
Salam manis dari Mainz,buat keluarga dirumah ya...
M E R D E K A !!!
m^_^e
Artikel ini jika memang ada yang sudah pernah baca, karena pernah saya tongkrongin di blog saya. Tetapi memang belum pernah nongol di KoKi. Ada sedikit perbedaan dari yang di blog, saya tambahin dikit untuk dikirim ke KoKi. Sekedar mengeluarkan keluh kesah pikiran.... Night, thanks diskusinya lewat tengah malam entah kapan itu, sampai ada artikel kek-gini terlontar dari otakku....
Konon kalo hidung mencuat ke atas terus (ala orang arogan), risikonya bisa cepat mati terbenam ketika kehujanan... :-)
Beruntunglah kita yg masih bisa (dan mau) sering melihat "ke bawah" lalu bersyukur atas segala hal.