KoKiers silakan cek rumah baru kita:
http://www.koki-kolomkita.com/
Salam
Zev
headlines
31 Mei 2009
Yihaaaa Rumah Baruuuuuuuuu ......
Diposting oleh koki di 23.18 18 komentar
24 Mei 2009
Budi Anduk & Dhemitz
25 Mei 2009
Untung Ada Budi Anduk
Sumonggo – Sleman
Zeverina dan para pembaca Koki, Denmas Kemplu cs mampir lagi ke gubug kita ini, sekedar numpang ngopi dan ngeteh.
Serunya kontes tarik-ulur dan putus-nyambung untuk menentukan pasangan capres dan cawapres memang telah usai. Teringat sewaktu Denmas Kemplu membaca spanduk "Say No to Budiono, Say Yes to Budi Anduk", senyum-senyum jadinya. Denmas Kemplu pikir Budi Anduk pasti ikut cengar-cengir mendengar kabar tersebut, ternyata banyak juga penggemarnya. Sudah beberapa minggu wartawan berusaha keras mengorek nama siapa sebenarnya yang sudah tersimpan di dalam kantong sang incumbent, dengan catatan itu juga bila kantong beliau tidak bolong, haha... Entah siapa sebenarnya yang jauh lebih beken. Mungkin bila cara memilih kandidat pendampingnya lewat polling SMS, bisa jadi Budi Anduk yang menang. Ha ha ha ... sutra betul .... seperti acara Tawa Sutra yang ikut mengorbitkan Budi Anduk.
Bila sang kandidat Wapres konon bisa diterima pelaku pasar, maka Budi Anduk jauh lebih populer lagi di seantero pasar dari pasar inpres, pasar pagi sampai pasar malam. Mungkin bila ditanyakan pada para pelaku pasar seperti para bakul, kuli angkut, sampai hansip dan tukang parkir, jauh lebih mengenal Budi Anduk ketimbang Budi yang gubernur bank.
Memang Budi Anduk menjadi fenomena berikutnya setelah era Tukul Arowana. Bagi yang sudah jenuh dengan Bukan Empat Mata (nama baru sehabis dulu dibredel KPI), atau menganggap Tukul sudah berkurang nuansa katro dan ndesonya, bisa beralih ke Untung Ada Budi. Formatnya memang mirip, talkshow dengan mengundang figur berbagai profesi yang sedang disorot, baik seleb maupun politikus. Kurang tahu, apakah sang Budi lainnya akan menerima undangan Budi Anduk untuk tampil di situ.
Sewaktu mengikuti giliran ronda Denmas Kemplu jadi teringat, ternyata banyak juga yang bernama Budi di kampung ini. Mungkin itu salah satu dampak dari promosi dalam buku paket untuk siswa sekolah dasar, yaitu "Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi, dst ..." Jadi begitu orang akan memberi nama anaknya yang sering terlintas adalah nama Budi, he he he. Ada yang memakai Budi sebagai nama depan, nama belakang, dan bukan cuma anak lelaki, yang perempuan juga bisa diberi nama Budi.
Dari sebuah rumah dekat pos ronda, seorang pemuda genjrang-genjreng sambil meneriakkan lagunya Iwan Fals:
Aku lelaki tak mungkin
Menerimamu bila ternyata kau mendua
Membuatku terluka
Tinggalkan saja diriku
Yang tak mungkin menunggu
Jangan pernah memilih
Aku bukan pilihan
Tak perlu kau memilihku
Aku lelaki.. bukan tuk dipilih
Kang Koclok merasa terganggu dengan suara pemuda yang nyaringnya mirip kirik kejepit pintu tersebut malah nyemoni, "Sing arep milih kowe yo sopo?"
Mencermati berita yang sedang hangat mengenai pilihan pendamping, Den Kendar tiba-tiba menceploskan pikiran jail, "Beliau mau tidak ya sekiranya dipasangkan dengan Budi Anduk?"
Jawaban Kang Koclok lebih sengak lagi, "Pertanyaanmu salah seharusnya hal tersebut ditanyakan sama Budi Anduk. Jangankan dengan Budi Anduk, menurut pengamat politik beliau dipasangkan dengan sandal jepit saja bisa laku. Nah, siapa tahu Budi Anduk-nya tersinggung disamakan dengan sandal jepit?"
Dasar Den Kendar belum sembuh kenthirnya, "Kalau nemoni Budi Anduk, sih berani. Tapi kalau mau tanya sama yang gubernur bank, nanti jidatku bisa bocor ditanduk satpam. Mungkin satpam bank itu dulunya jago heading, tapi bakat sepakbolanya kurang tersalurkan, jadilah jidat wartawan jadi sasaran."
Mas Blekok yang sedang memelototi berita di lembar koran bekas bungkus gorengan tiba-tiba nyeletuk, "Neoliberal itu opo tho? Kok sering ditulis di koran?"
Giliran Kang Koclok yang sableng, "Nah, neoliberal itu sepertinya panganan yang dibikin dari telo diirisi cilik-cilik, dicampur rajangan debog pisang, terus dijemur ..." (telo=ketela).
"Wooo ...telo tenan ..... ", mendapat jawaban waton Mas Blekok cuma bisa misuh.
Denmas Kemplu terpikir, "Kok bisa ya namanya Budi Anduk, apa dulu jualan handuk?"
Den Kendar yang gemar nonton infotainment bisa menjawab, "Konon nama Budi Anduk, karena ketika dulu masih mengantar-jemput para penggembira acara di stasiun televisi selalu membawa handuk yang disampirkan leher, atau diselipkan saku celana."
Kang Koclok nyeletuk, "Wah di kampung sini yang ada Budi Manthuk. Soalnya jika diajak bicara cuma bisa manthuk-manthuk terus. Mathuk ora mathuk yo tetep manthuk" (mathuk=setuju, manthuk=mengangguk).
Den Kendar mengimbuhi, "Nah, kalau yang rumahnya dekat lapangan voli, itu Budi Ngantuk. Soalnya kalau diajak ronda pasti cuma ngantuk di pos."
Denmas Kemplu malah teringat bila anak-anak sekolah sedang bertengkar dengan temannya yang kebetulan bernama Budi, maka akan menggunakan olok-olok ini: "budi budeng iwak bandeng mlebu weteng, ditembak mubeng-mubeng, nganggo kathok ora sedeng ...." Denmas Kemplu tanyakan pada anak-anak sekolah itu apa artinya budeng, ternyata mereka juga tidak mengerti (iwak=ikan, mlebu=masuk, weteng=perut, mubeng=berputar, sedeng=cukup).
Mas Blekok masih terus ndremimil sendiri seperti anak SD sedang belajar membaca ketika Denmas Kemplu dan Den Kendar hendak ronda berkeliling, "Ini Budi. Ini Budi Anduk. Ini Budi Ngantuk. Ini Budi Manthuk. Ini Budi Suntuk ....."
Untunglah masih ada Budi Anduk, sehingga Mas Blekok yang gagal nyaleg tidak terlanjur stress berat seperti sejumlah rekannya, cukup menonton Tawa Sutra sebagai obatnya, tanpa perlu resep dokter dan kontraindikasi. Jika bagi Mas Blekok penampilan Budi Anduk bisa mengundang tawa, entah dengan Budi yang lainnya. Bagi Mas Blekok, mau si Budi mengundang protes atau mengundang siapapun, asal bukan mengundang jaelangkung saja, soalnya repot mengantar pulangnya. Maklum jaelangkung jaman krisis begini manja-manja, datang minta dijemput, pulang minta diantar, jadi berat di ongkos.
Budi manapun yang dicalonkan, atau yang bukan Budi, semoga saja benar-benar berbudi luhur. Yang sedang disibukkan dengan urusan dukung-mendukung maupun menentang, entah mau koalisi, koalingsir, koalicik, koalinggis, atau diam-diam berharap kursi tiban, moga-moga semuanya masih dianugerahi secercah kepedulian untuk nasib si Budi kecil dalam Sore Tugu Pancoran dari Iwan Fals:
Si budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal
DHEMITZ….ORA NDULIT….
Alexa - Jakarta
Membaca tulisan Plux dan Nyi Dch di Gubug Koki jadi ingat masa kecil dulu: rapalan mantera “dhemit ora ndulit, setan ora doyan” (= demit enggak nyolek, setan gak suka) merupakan mantra sakti yang selalu dilafaskan ibuku saat kami masih kecil dan ketakutan sama setan. Dan kalau sudah begitu, tiba-tiba kami jadi punya keberanian. Sebab kata Ibuku mantra sakti ini hanya diturunkan kepada turunan langsung dari Pangeran Samber Nyowo – suatu keturunan pahlawan zaman dahulu-penjelasan selanjutnya aku tidak terlalu tahu tapi denger namanya yang keren itu bikin kami si ABG jadi pede habis.
Saking beraninya, kami yang beranjak ABG malah jadi sering nakut-nakutin tetangga. Waktu itu halaman tetangga yang terletak berbelakangan dengan halaman rumah kami masih kosong; tidak terawat, ditumbuhi pohon-pohon liar dan tanpa berpenerangan. Tepat di samping rumah kami, dipisahkan oleh jalan umum ada rumah tetangga lain yang sedang di bangun. Biasanya menjelang Magrib, para pekerja bangunan menghentikan kegiatan bekerjanya dan kongkow-kongkow di depan rumah.
Aku dan kakak yang iseng mendandani pembantu kami dengan balutan seprei putih dan kepalanya kami beri wig yang sudah rusak sehingga struktur rambut sudah mekar seperti singa. Perlahan dari sisi lain rumah, kami memasuki halaman belakang tetangga. Aku dan kakakku sembunyi di balik pohon besar dan pembantu kusuruh loncat-loncat dari satu pohon ke pohon lain. Lama-lama aksi “setan” itu terlihat oleh para pekerja bangunan – mereka sangat kaget sampai mengusap-usap matanya. Pembantuku makin menggila mondar-mandir di antara pohon-pohon itu..akhirnya para pekerja bangunan itu kabur masuk ke rumah. Kami lihat mereka segera ambil air wudhu dan shalat berjamaah…ha,ha…coba kalau enggak di takut-takuti setan, mereka shalat enggak ya? Duh kami ketawa sampai terguling-guling.
Keisengan kedua masih saat ABG terjadi di bulan Ramadhan. Saat itu seluruh penghuni kompleks kami belum memagari halaman belakang rumah, dan pembantuku sudah janjian dengan pembantu tetangga untuk membangunkan sahur. Pembantu tetangga bernama Tisa dan majikannya bernama Oom Isa. Tepat jam 2.00 malam pembantuku mengetuk-ngetuk jendela Tisa sambil memanggil…”Sa…Sa, bangun sahur.” Berkali-kali tanpa ada response sehingga akhirnya ia balik ke rumah sambil ngedumel …”Dasar si Tisa kebluk..dibangunin enggak bangun-bangun.” Ke-esokan paginya si Tisa datang menghampiri pembantuku sambil cekikikan …”Mbak Nem (nama pembantuku), pasti semalam salah ketok ke kamar Bapak, kamarku disebelahnya…..bapak hari ini masih deg-degan katanya semalam dibangunin sahur sama setan.” Aku dan kakakku yang ikut mendengar jadi tertawa dan langsung timbul ide untuk ngisengin Oom Isa.
Jadi deh waktu sahur malam itu, aku dan kakak mengendap-endap ke jendela kamar Oom Isa dan mengetok-ngetok seraya memanggil dengan suara diberat-beratin…”Sa…Isa…bangun …sahur”, Oom Isa bertanya…”Siapa di luar..”. Aku menjawab..”Setaaan…”, sementara kakakku menjawab..”Kuciiiing..”. Kami segera berlari meninggalkan tempat itu sambil ketawa cekakakan. Besoknya tante Isa mengunjungi mamaku dan complain masalah kenakalanku dan kakak, mamaku sok serius menerima pengaduan itu. Tapi begitu pulang, beliau ngakak bersama kami.
Sewaktu sudah dewasa dan menikah, aku tetap tinggal di rumah yang sama ( ini atas permintaan mama, karena merasa kesepian ditinggal anak-anaknya ). Nah halaman tetangga yang terletak berbelakangan dengan rumah kami sudah dibangun kos-kosan, dimana salah satu penghuni kos bernama Joe seorang pemuda keturunan Cina yang memiliki dan menguasai alat-alat musik Cina kuno yang bunyinya seperti kita sering dengar di film silat Cina klasik. Seneng banget dengarnya kalau dia sudah memainkan alat musik itu. Walaupun dibatasi tembok, tapi Bocahku sering duet memainkan lagu bersama Joe…Joe pandai memainkan lagu-lagu modern dengan alat musik klasik itu, sementara si Bocah menimpalinya dengan memainkan flutenya.
Sementara rumah sebelah yang dulu dibangun pekerja bangunan sudah berdiri megah dan berganti kepemilikan beberapa kali sampai terakhirnya dipergunakan sebagai tempat bunuh diri teman dari putra pemilik rumah (masih ABG – SMA). Dan sejak itu arwah penasaran si ABG suka iseng mendatangi dan yang paling sering dia goda adalah anak bungsu si pemilik rumah, bernama Bayu dan baru berusia 3 tahun. Bayu ini senang banget makan dengan lauk tempe, tapi sekarang tempenya sering hilang, padahal nasinya belum habis. Bayu dengan polosnya melapor ke mamanya …”Tempe Bayu diambil kakak setan.” Kejadian itu terus berlanjut sehingga kami sudah terbiasa…paling kami menanyakan ke Bayu…”Kakak setan tempe mana Bay…”. Bayu dengan polos menjawab ..”Nih disamping Bayu…”. Sebenarnya kami iba dengan si arwah penasaran tersebut karena pernah dia menampakkan diri kepada temannya ( kakak si Bayu ) dan bicara bahwa dia sangat menyesal telah bunuh diri…. Mungkin benar ya, arwahnya belum diterima bumi karena menghabisi nyawa sendiri mendahului takdirnya.
Akhirnya rumah itu dijual dan dibeli oleh seorang ketua Fraksi DPR – sebelum membeli rumah itu, dia sempat sih bertanya-tanya kepada pembantuku “si setan berwig” mengenai kondisi rumah. Karena kami sudah menganggap no big deal masalah si dhemitz ora ndulit itu, pembantuku tidak memberi info apapun mengenai masalah bunuh diri ini. Ketua Fraksi DPR memiliki tiga orang putra; usia SMP s/d. mahasiswa baru. Nah pas dia sudah menempati rumah itu, sebenarnya kondisinya tenang-tenang aja sampai ada hansip yang sok cari muka cerita mengenai kasus bunuh diri.
Beramai-ramai bapak-ibu dan anak menghampiri pembantuku …dan menyapa “ Bu De ( mereka ikut-ikutan cara si Bocah memanggil pembantuku), kok tempo hari enggak kasih tahu sih rumah ini bekas orang bunuh diri sih.” “Emang kenapa oom, pan dhemitz ora ndulit setan ora doyan…selong (a.k.a slow ) aja lagi Oom. Udah pernah dilihatin belom?”. Reyhan putranya yang SMA menjawab..”Belum pernah sih Bu De…tapi kalo malam mereka main musik Cina…”. Si Bocah yang ada di tempat itu langsung menarik tangan Reyhan ke tempat kos2an dan minta Joe memainkan alat musiknya…. Begitu mendengarnya tetangga baru kami itu langsung ketawa… yak ampyun, yak ampyun.
Ketua Fraksi DPR itu tahun ini tidak mencalonkan diri…kayaknya sih insap soalnya anggota-anggota fraksinya banyak yang dijeblosin ke penjara oleh KPK; dalam reka ulang kasus KPK di Trans TV sih dia ada, tapi samapi sekarang sih dia selamat. Dia dan keluarga jadi sangat religious, shalat lima waktunya semua di masjid dan sekeluarga lagi…. sampai sekarang. Entah karena KPK atau rumah baru itu…. Walahuallam.
Diposting oleh koki di 09.40 40 komentar
21 Mei 2009
Fashion Show, Mertua & Kenangan Pemilu
22 Mei 2009
Fashion Show
Malces - Jakarta
Mau coba nulis yang ringan-ringan aja nih dan mungkin ga penting untuk sebagian KoKiers. ceritanya mo coba-coba jadi wartawan mode meliput fashion show. Karena baru coba-coba jadi maaf aja yah kalo tulisannya masih amburadul dan fotonya ga bagus dan mudah-mudahan layak tayang.
Tgl 5 Mei 2009 kemarin di selanggarakan fashion show designer baru di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Suatu kebanggaan jika designer baru sudah berhasil menyelenggarakan fashion show tunggal. Kalo designer yang sudah punya nama, mereka mengadakan show tunggal ada yang 1 tahun sekali or 2 tahun sekali, tergantung dari designernya. Sebelum fashion show ada persiapan-persiapan yang harus dilakukan yaitu fitting baju, Gladi Resik (GR) dan make up. Untuk fashion show ini hanya ada 15 model yang memeragakan baju. Jumlah baju yang diperagakan model maksimal 4 baju.
Ket Foto: Model–model Sedang Di’make-up.
Ket Foto: Latihan Blocking
Kadang–kadang orang awam pikir kerjaan model gampang, datang, gladi resik, make up, dan show. Kalo lagi GR model harus ngafalin blocking, oh ya blocking itu titik-titik dimana model harus pose, kalo salah bisa dimarahin sama koreografernya, apalagi kalo koreografernya yang galak. Wah bisa abis dimarahin deh. Pernah ada model yang salah blocking trus dimarahin sama koreografernya: ”kalo goblok jadi pembantu aja ga usah jadi model” ngomongnya pake microphone lagi, satu ballroom kedengeran semua. Bagaimana tuh perasaaan model dimarahin seperti pembantu (maaf yah bukannya mengecilkan arti pembantu)
Ket Foto: Running Order Models (urutan model keluar)
Model harus keluar sesuai dengan running order, running order ini dibuat berdasarkan baju yang akan ditampilkan oleh designer.
Baju-baju yang akan dipakai model, maaf nih ga ada foto model yang lagi ganti baju, kalo ada foto model sedang ganti baju ntar dikira porno aksi lagi. Baju disusun sesuai sequence. Dalam fashion show ada beberapa sequence, tergantung dari jumlah baju yang akan ditampilkan oleh designer. Kalo mo liat model lagi ganti baju harus perempuan asli atau setengah laki-laki dan setengah perempuan hehehehe.
Ket Foto: Briefing Sebelum Mulai Show
Model berbaris menunggu giliran keluar. Pas fashion show model harus ganti baju cepet sekali kira-kira 1 menit mereka harus udah ganti baju berikutnya.
Ket Foto: And The Show Time
Fashion shownya sukses dan tamu yang datang kira-kira 350 orang, banyak tamu yang berdiri karena tidak kebagian kursi.
Segini dulu hasil corat-coret laporan sederhana yang saya lengkapi dengan foto-foto seadanya ini. Jika ada fashion show lagi, INSAALLAH saya akan menulis lagi buat KoKi. Itu juga kalo tulisannya layak untuk ditayangkan.
Terima kasih untuk Mea yang sudah membantu.Terima kasih untuk Zev....
Mertua
Srikandi – Bogor & Thia – Mekkah
Halooooooo KoKiers diseluruh penjuru dunia, apakabar? Asyik juga ya nih "gubuk" bisa tetep mempertemukan kita semua...
Artikel ini mungkin terselip di inbox si Mamak, karena sudah lebih dari 6 bulan ditunggu, ngak muncul-muncul sampai akhirnya kita pindah kesini, ya untuk tetep saling bertemu dan berkoko, saya kirim aja ke sini ya.
Suatu hari yang cerah
Lagi asyik memandang si muka datar 17” tiba-bisa Hp bunyi.. dengan malas saya angkat juga, sebab nomor yang masuk ternyata seorang teman dekat. Kita sebut aja, namanya si Dorce ya…!
Dorce: Cepat deh, kamu nonton di TPI, aduh aku bingung, gimana nanti mantuku ya?
Srikandi: Lho, belum juga jadi mertua, udah bingung sama mantu! Gimana kamu ini?
Dorce: Anakku 4 lelaki semua, ayoo kalau mantuku kayak di sinetron itu ...modar deh aku.
Srikandi : Lha.. kamu ini kalau ngak mau dijahatin mantu, lha wong jadi mantu yang baik donk, dari sekarang sayang tuh mertuamu!
Dorce: 'kan kamu tau, mertuaku semua sudah di alam kubur, gimana aku mau berbuat baik, supaya nanti mantuku baik semua?
Srkandi : Ya buat baiklah sama semua orang tua, mertua orang, biar ntar semua mantumu mau berbaik juga dengan kamu mertuanya.
Dorce: Duh, kamu ini.., orang lagi bingung koq disewotin? koq ada ya sinetron gitu.., yang bikin hati aku tambah takut!
Srikandi : Ya say.. jangan ditonton apa! 'kan itu cuman film, belum tentu ada mantu jahat se-extrim gitu! ok ya, nanti kita terusin ngobrolnya, sekarang aku mau ngetik dulu.
Eh.. waktu balik kembali memandang monitorku si muka datar 17". Baru beres ngobrol di telepon, tau-tau YM di buzzz sama nyonya bohay dari Arab yaitu jeng Thia, yang akhirnya nyambung deh ngomongin mertua lagi.
Srikandi: Thia, kamu anak lelakinya ada dua yah?, Saya juga ada dua tuh! kamu takut ngak, kalau nanti mantu-mantu kita jahat sama kita?
Thia: Insya Allah, Sri, kalau kita baik sama mertua, masak kita dibalas dengan dikasih mantu yang jahat?
Srikandi : iya juga ya!, saya juga mikir gitu, maka sama mertua saya sayang banget, kayak ke mama sendiri, mertua juga sayang banget sama mantu paling muda yang mungil dan kece lagi.. hahahahahaaa....
Mertuaku cantik, Mertuaku lembut..
Jujur aja, diam-diam saya sering memandang kagum wajah ibu mertua, ada kelembutan yang luar biasa terpancar dari sana, sering saya pikir.. ...apakah semua orang yang lahir ditahun-tahun sebelum perang dunia ke 1 atau ke 2, mempunyai jiwa yang lebih baik, lebih sabar, lebih mengayomi, lebih mengerti dan tau diri, serta sopan banget.
Dari sembilan mantu ibu mertua, hanya saya yang tidak bisa bahasa Jawa, dan sayalah mantu satu-satunya yang tidak sempat bertemu ayah mertua, beliau sudah meninggal dunia justru di tahun saya lahir!
Sebagai mantu terakhir dengan umur paling muda, walaupun dalam urutan saya adalah mantu dari anak ke tiga. Banyak hal saya pelajari untuk beradaptasi dengan keluarga besar suami yang begitu 'nyedulur' (erat persaudaraannya). Di bawah suami saya, semua adik perempuan, dan semua sudah berkeluarga, dengan anak rata-rata sudah remaja.
Saya ingat, setelah resmi bertunangan, saya diajak berziaiah kemakam ayah mertua, dan disitu untuk pertama kali seluruh kakak beradik suami saya hadir, dan setelah selesai ziarah, kami makan bersama. Ibu mertua saya tahu, saya sangat canggung berada di tengah keluarga besar, beliau berkata sambil duduk di samping saya : "nak, ini jangan lodeh.. ini jangan garang asem, ini jangan semur, ..ini sambal!"
Duuuh… saya pikir ini, ibu mertuaku lagi ospek apa gimana, koq semua sayur ditunjuk pake bilang 'jangan' terus yang boleh cuma sambal doang. Walaupun saya tahu ini, nggak mungkin serius.. tapi koq berkali-kali bilang: ambil ikannya.. Nak, ambil ikannya.. koq makan cuman sama sambal?
Duh, saya gemetaran, di mana ada ikan? Lho sayurnya cuman sayur lodeh, garang asem 'kan isinya daging ayam, trus semur 'kan daging sapi! Duuuuuuh mana ikan yang disuruh makan? Sambal udah saya makan dari tadi, sedangkan yang lain katanya Jangan. Setelah liat saya melongo Oon, ndlongop...ngop...tiba-tiba : huuahahahaahaa Semua meledak tertawa.. mereka baru sadar.. saya tidak mengerti bahasa Jawa.. jangan = sayur! semua daging = ikan…!
Ibu mertua saya langsung meraih saya yang duduk disampingnya, dan mendekap kepala saya ke dadanya, duuuh rasa nyaman dalam dekapannya, dia mencium rambut saya.. dan sambil ngikik tertawa ditahan.. dia bilang : "nak…. Belajar kenalan dengan bahasa Jawa ya!" Saya merasa semua sayang pada saya, hanya komunikasi yang masih terhalang. Tak heran saya yang biasanya mulut nyerocosss terus, atau istilahnya si Thia kayak petasan cabe rawit, sekarang ini diam aja, kayak orang sakit gigi!
Ibu mertua saya tinggal dengan putrinya nomor lima di Semarang, dan hanya sekali-kali beliau bisa datang ke rumah kami di Bogor. Kami tiap akhir tahun pasti menengok beliau di Semarang. Saya sempat mengenal ibu mertua selama 16 tahun, saya bersyukur dalam waktu itu kami sangat akrab. Saya ingat waktu melahirkan anak pertama, ibu mertua bersama Mama, bergantian menjadi 'pengawas'.
Beliau-beliau ini masih memakai ritual dan tata cara kuno dalam perawatan habis melahirkan, seperti: perut harus pakai bengkung/gurita (stagen) yang kenceng banget! Mirip membelit lepet (lemper). Mereka bilang, supaya perut saya tidak jadi gendut, dan sampai 40 hari saya tidak boleh keluar rumah, karena bisa kena angin dingin di luar, juga tidak boleh keramas.. huuuuuuups bayangkan 40 hari tuh rambut baunya kayak apa?
Tiap pagi dan malam, harus minum jamu habis bersalin, setiap selesai buang air seni, harus dibasuh (cebok) dengan air rebusan daun sirih dicampur daun ngiana (jawer kotok). Tiap hari harus menghabiskan 1 panci godokan 1 ekor ayam masak makyu (campuran arak tape ketan, dengan jahe dan bawang putih).
Tiap malam dan tiap pagi, seluruh badan dan pelipis diborehin mangir, dan borehan beras kencur di sepanjang kaki. Ooooh saya berterima kasih atas semua ini, sekarang saya boleh berbangga, ternyata betul.. perut saya tidak menjadi gendut dan kendur, padahal pernah hamil dan melahirkan sebanyak tiga kali. Kulit perutpun mulus, tidak ada bekas parut dan noda-noda seperti umumnya orang yang pernah hamil dan melahirkan.
Tahun 1996, ibu mertua 'sakit tua', dan dirawat di RS Telogorejo Semarang. Saya minta pada suami untuk ambil cuti tahunan sekaligus, karena saya berniat merawat ibu mertua saya, yang mungkin untuk terakhir kalinya, mengingat usianya sudah 87 tahun. RS Telogorejo saat itu mempunyai wisma tamu di lantai 4, jadi anak dan suami tinggal di wisma tamu, sementara saya menjaga di kamar perawatan ibu mertua, ipar-ipar saya tidak ada yang kuat bergadang, maka setiap hari, saya merawat beliau sekitar 18 hari sampai wafatnya, dan ini membuat saya populer dengan sebutan "Si Mantu". Saya bangga dengan panggilan ini.
Suatu pagi sekitar jam 5 subuh, saya terbangun dengan suara panggilan, saya heran.. ibu mertua bisa memanggil nama saya dengan jelas.., terus beliau juga memanggil nama suami saya, maklum dia anak kesayangan ibu, dan anak paling akhir berumah tangga, dan dua anak kami masih balita. Insting saya mengatakan bahwa saatnya beliau mau 'berpulang'. Saya peluk dan cium pipinya, dan saya bisikan di telinganya, permohonan maaf jika saya ada kesalahan, tak lama setelah semua berkumpul, benar , Ibu berpulang dengan senyum! Saya berbisik : "Sampai bertemu di kehidupan yang lain.. ibu!"
Satu kalimat beliau yang saya ingat sampai sekarang yaitu "Seorang ibu mampu merawat 9 anaknya dengan baik, Tetapi apakah 9 anak mampu merawat seorang saja ibunya?"
Saya berharap ketiga anak saya mampu merawat saya sebagai ibunya. Saya pribadi tidak keberatan jika harus tinggal di panti jompo, karena prinsip saya: hidup janganlah menyusahkan anak-anak. Kedekatan hati bukan kedekatan jarak, adalah lebih penting. Seperti sekarang, anak-anak tinggal di kost dan kami tidak tiap hari bertemu, tapi komunikasi kami sangat lancar, hati kami sangat dekat satu dengan lainnya.
Saya selalu katakan pada anak-anak, "Mama rela diam dipanti jompo, jika waktunya sudah tiba, biarlah tangan orang upahan yang mengerjakan apa yang diperlukan untuk mengurus ke'jompoa'an mama, tapi Mama ingin hati kalian tetap bersama mama sekarang dan selamanya"
saya ingin menjadi mertua yang baik untuk anak mantu saya, dan berharap merekapun akan memangggil saya: Mertuaku sayang………!
Yang jelas, pastinya semua orang tidak mau punya mertua galak, juga tidak mau punya mantu jahat! Untung deh Srikandi ternyata punya mertua yang baik banget.
Salam hangat untuk semua mantu dan mertua dimanapun berada.
Aku seneng nulis join dengan Srikandi salah satu sobat yang saya temukan melalui KOKI, dibawah ini ceritaku tentang mertua yang aku miliki dan sayangi, semoga semua KoKiers bisa dapat mertua sebaik dan sayang seperti yang aku punya!
Duh mak Zev cepetan donk rumah barunya diresmikan, udah ngak sabar nih, di sini aku ngak bisa nulis koko, udah diajarin tapi tetep aja ngak muncul tulisanku itu.
Thia - Mekkah
Trenyuh hatiku memandang wanita ini terbaring lemah dengan perut yang membusung dan badan yang tinggal kulit dengan tulang. 'Mama" begitulah aku memanggil wanita ini, beliau adalah mertuaku yang aku merasakan ibu kandungku sendiri, kini terkulai tiada daya bergelut dengan penyakit yang saat itu bersemayam di tubuhnya. Mama adalah sosok wanita yang tegar, selama aku jadi mantunya aku tidak pernah mendengar beliau berkeluh-kesah, sampai penyakit datangpun dia tidak merasakannya.Sebenarnya kami sudah melihat adanya kelainan di tubuhnya seperti perutnya yang mulai membesar yang selalu kalau kami tanyakan dia hanya bilang masuk angin, kalau ingin dibawa ke dokter selalu menolak sampai suami memaksa barulah dituruti.
Suatu saat sewaktu kami bawa ke rumah sakit dokter sangat terkejut dan menyuruh saat itu juga untuk diopname. Dengan sigapnya dokter memeriksa Mama dan Mama langsung menjalani tes ini tes itu yang aku tidak mengerti yang akhirnya membawa dokter memvonis Mama harus cepat dioperasi karena Mama terserang kanker rahim yang sudah sangat gawat. "Ya Tuhanku....." aku hanya bisa ber-istigfar lemah.
Setelah musyawarah ini itu dan tetek bengeknya, akhirnya operasi pengangkatan rahim dilakukan dan beberapa minggu kemudian Mama diperbolehkan pulang dengan catatan harus sering kontrol dan banyak istirahat. Kami semua bergembira atas keberhasilan operasi apalagi kami melihat Mama begitu cerianya se-akan-akan tidak pernah dihinggapi penyakit yang menakutkan itu. Kami tidak henti-hentinya mengucap syukur.
Namun, manusia hanya bisa berusaha, selanjutnya Allah lah yang berkehendak. Kegembiraan itu tidak lama kami rasakan, tak sampai 4 bulan Mama terlihat letih dan kedua kakinya agak membengkak juga fisiknyapun semakin lemah. Kembali kami membawanya ke dokter semula, kali ini dokter memberi surat pengantar ke rumah sakit khusus di Riyadh, apa yang terjadi..?????
Duh KoKiers, rupanya kanker telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Betapa terkejutnya kami terutama Bapak mertua sangat syok. Saat itu juga kami berangkat ke Riyadh dan sampai di Riyadh Mama langsung diopname dan Mama kembali menjalani pemeriksaan yang lebih detail. Beberapa hari kemudian dokter memanggil bapak dan menjelaskan bahwa Mama penyakitnya sudah sangat susah disembuhkan karena telah menyerang paru-parunya. Kami semua bertangisan mengetahui ini semua, apalagi dokter menambahkan kesembuhan untuk hidup 10% dan Mama harus menjalani kemoterapy.
Akhirnya bapak mengambil keputusan membawa pulang mama ke Mekkah dan hanya menelan obat yang diberikan dokter saja. Hari semakin hari, keadaan Mama semakin memburuk. Semua anak-anaknya berkumpul dan bergantian menjaganya. Dan tidak sampai satu bulan kembalinya dari Riyadh kanker meruntuhkan ketegarannya. Mama terkulai lemah dengan cairan coklat dari mulutnya Mama menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Wajahnya yang cantik percampuran melayu dan india, keceriaannya, ketabahannya sampai kini masih terbayang dimataku. Terlalu banyak kenangan indah bersamanya karena semenjak berumah tangga aku tinggal bersamanya. Rasanya tidak mudah aku melupakannya. Kedekatan Mama dengan diriku atau juga dengan anak-anaku yang kuperhatikan melebihi dari yang lain, kadang-kadang aku merasakan ada kecemburuan mereka. Aku juga merasakan Mama bukan menganggap aku menantu tapi melebihi anaknya sendiri. Aaaakhhh...begitu cepatnya kebersamaan ini terpisah, masih terngiang nasehatnya yang sangat berguna bagi diriku.
SELAMAT JALAN MAMA SEMOGA ARWAHMU DITERIMA DISISI ALLAH SWT...AMIIIIN. Harapanku tentu saja, kelak....anak-anak mantuku akan memujaku sebagai Mertua yang cantik dan mertua tersayang.
Kenangan Seputar Pemilu: Ah, Gelap
Bagong Julianto, Sekayu-Sumsel
Diajeng Zevie & Kokiers,
Selalu seputar kenangan. Untuk diresapi. Pahit getir manis asem kecut, berharap semuanya tetap memberi manfaat. Yang pahit sebagai obat. Yang manis sebagai gairah selera. Pemilu dalam rentang waktu, benarkah kita telah belajar dan mengambil manfaat darinya? Atau selalu belajar terus, terus dan terusss.......
1. Pemilu dan Lagu.
Sriwedari, Solo seputar 1972. Hiburan massal kampanye. Ada lagu keroncong populer yang dinyanyikan Waljinah, memuja-puji pohon beringin sebagai pohon yang paling tertua. Lhah, betulkah ini?! Kalau dinalar ini layak didebatkan sepanjang waktu, tapi karena di dalam lagu dan dihakpateni oleh partai penguasa, siapa lagi yang mau mengusiknya?!. Ketika telah berkuasa, dan terbukti banyak janji tiada terbukti, maka Nartosabdopun, dalang dan seniman adiluhung itu bersaksi: “Ojo sok gampang, janji wong manis, ‘yen ‘to amung cidro....” Jangan banyak berjanji saja sayang, nanti gak terbukti?!
Bahkan dipertegas lagi: “Aku iki prasasat, loro tan antuk jampi....”, aku ini bak menderita sakit namun tiada mendapat obat!. Sentilan itu berakibat lagu langgam “Ojo Lamis” itu diemohi oleh antek-antek dan gedibal penguasa. Alergi lagu, penyakit yang hanya bisa diobati oleh diri sendiri, itu kalau sudah bernurani.
Libo, Riau seputar 1992
“Dua...., dua......, duaaaaaa.... Dua lagi...”, lirik lagu dankndut ini telah diplintir kesana kemari dengan tujuan untuk mengarahkan massa mencoblos nomor dua. Saya bersama kolega berada di pojok lapangan sepakbola, jauh dari panggung tempat kampanye diselenggarakan. Ini daerah tertutup perusahaan, mestinya steril dari hura-hura kampanye tapi siapa bisa berkata tidak kepada penguasa setempat waktu itu? Jaket jatah pemberian yang saya kenakanpun membuat saya sesak luar dalam. Sekali itu saja jaket kuning terpaksa saya kenakan. Saya menjadi bukan saya.
Sebagai buruh, saya kehabisan alasan untuk tidak menghadiri hura-hura basa-basi itu. Beberapa hari lalu, seorang karyawan workshop yang ditunjuk sebagai Ketua RW, dengan bangga lapor telah ikut rapat pemenangan pemilu di Kecamatan. Banyak trik, banyak kiat, banyak cara yang telah dirancang ’nak dilakukan. Sungguh, bukan sikap ksatria gentleman!!. Benar kata Machiaveli!!. Gak sadar dia lapor pada siapa, pun begitu rahasia ini terpaksa saya telan. Paku, lipatan paksa, tanda tertentu, kartu pemilih triple (bukan double saja!!), coblos tour keliling pondok dari pagi sampai siang dst. Lhah, saya berada di dalamnya. Tiada daya. Mengingkari diri sendiri.
2. Pemilu dan Target.
Libo, Riau, 1992. Target 85%, kata Boss. Bersama kolega hal itu kami bahas. Saya berusaha pasif. Banyak trik ‘nak dilaksanakan, akhirnya sepakat merancang kemenangan hingga 90%. Teramat mudah dicapai dan dilampaui. Blang Simpo, Peureulak-Aceh Timur, 1997. ”Minimal 60%”, kata Boss. Saya kumpulkan staff. Mulai lagi omongbahaskan hal-hal absurd. Ini itu begini begitu, pesan dari Jakarta. Bisa, Pak, kata staff saya. Mereka rupanya sudah memetakan kekuatan masing-masing kontestan hijau, kuning dan merah di lokasi masing-masing. Jangankan 60%, 80% pun bisa kita buat Pak, gimana Pak?! Gak usahlah, jawab saya.
Hitungan yang dilakukan secara gak usah pakai trik paku dsb sudah mendapatkan angka 65%, melampaui target Jakarta. Ngurangi dosa, pikir saya. Seputar Sampit, th 2002. Iseng-iseng saya inlok seorang kolega yang ada jalur khusus untuk akses petinggi di Jakarta. “Gak ada target-targetan lagi sekarang. Biarkan saja. Awas yaa, ingat jangan main mata dengan orang-orang politik, lho!.”. Akhirnya datang juga kelegaan itu.
3. Pemilu dan Nurani.
Pemilihan umum. Masyarakat memilih, harapan dan keinginannya adalah bakal terwujudnya tata kehidupan yang lebih baik. Benarkah ini harapan yang sederhana dan semestinya mudah (sekali) mewujudkannya? Negara ada hanya untuk kesejahteraan warganya. Pemerintah adalah person ataupun kumpulan banyak person yang melaksanakan amanah warga negara. Jika pemerintah gagal, maka tidak bisa dikatakan negara itu bubar.
Sepakatkah jika kita mengambil kesimpulan singkat bahwa sampai dengan saat ini pemerintah dan kepemerintahan kita adalah kumpulan orang yang gagal? Gagal untuk menyejahterakan warganya, gagal untuk menyehatkan segenap aspek sosial budaya, politik ekonomi, hukum dan keamanan kenyamanan hidup berpenghidupan. Mudah, selalu mudah untuk mengatakan hal ini. Dan sulitkah menemukan jalan, membuat rintisan, menetapkan jejak ke kesejahteraan lahir-bathin? Di manakah nurani, ketika coblosan paku dilakukan? Ketika menghitung dan manambah jumlah? Ketika laporan rekapitulasi disusun? Ah, gelap......
Sampunnn... Suwunnnn ...(Bagong JL, Sky-0808)
Diposting oleh koki di 08.42 39 komentar
Awas! Kita dijaga oleh setumpuk besi tua!
(Santo-Jakarta)
Malam Zev... semoga saya diperbolehkan ikut merusuhi kolom ini dengan tulisan saya yang - semoga bisa dimengerti - kurang mematuhi tata tertib berbahasa Indonesia. Belum lagi tema tulisan saya yang entah bisa diterima entah tidak oleh sidang pembaca. Ah, cukuplah basa basi. Biar Zeverina tentukan laik tidaknya tulisan saya ini.
Setamat kuliah tahun 2002 di sebuah universitas negeri di Jawa Tengah, saya mencoba mengadu nasib dengan mendaftar di TNI, tepatnya di program PK (Prajurit Karier) Angkatan 2002. Eh, tak dinyana tak disangka duga, saya diterima. Tes demi tes berhasil terlampaui, meskipun tak selalu menduduki peringkat
Di situ, kami berlatih bersama-sama dengan para taruna Akmil, yang bedanya tentu kami lebih dewasa dari mereka yang saat itu masih bocah-bocah ingusan lulusan SMA. Namun saya pernah dikejutkan dengan pernyataan seorang dosen mata kuliah di
Buat para pembaca KoKi yang belum mengetahui kerasnya pendidikan di militer, saya sarankan jangan mencoba kalau tak kuat. Berat sekali. Bintara-bintara pelatih (kebanyakan berpangkat sersan) memperlakukan kami dengan "kejam" dan "buas". Kadang saat itu kami seakan-akan punya pikiran, "Awas kau kalau aku jadi letnan nanti. Kucari kau ke sini, lantas kuhajar ganti." Anehnya, sekarang dendam tersebut seakan-akan menguap hilang begitu saja, entah kenapa. Terutama saat saya menyaksikan sendiri kehidupan para sersan tersebut bersama keluarganya sehari-hari di asrama yang bisa dibilang kumuh. Memprihatinkan sekali. Saya pun sudah mulai mencium gelagat ’kekurangan’ dalam tubuh TNI sejak di Akmil Magelang. Bukan kurang disiplin. Disiplin baik sekali, terlalu baik bagi mereka yang tak terlalu terbiasa menjalankannya, malahan. Saya bicara soal peralatan di sini.
Persenjataan tentara kita sudah masuk kategori ’mengkhawatirkan’. Entah sudah berapa kali saya temui saat latihan menembak, adanya senjata panjang (terutama SS1 bikinan Pindad!!!) yang MACET saat ditembakkan. Terlintas sekelebat oleh saya tentang berperang dengan bedil ngadat, yang kerap dialami oleh rekan-rekan dari Marinir di belantara Aceh. Betapa mengerikan apa yang mereka alami di
Begitu open ( Jawa: memelihara dengan teliti dan hati-hati) terhadap barang mahal yang tak bisa diproduksi di dalam negeri. Yang sering terbaharui hanyalah jenis kendaraan pengangkut pasukan, semisal truk REO atau jeep, yang kini sering saya lihat mulai bagus-bagus, meskipun saya masih berangkat ke kantor dengan motor saja, belum mendapatkan fasilitas mobil dinas. Pertama kali menyaksikan hal semacam itu, saya pikir hal itu masih wajar, orang namanya juga masih latihan/pendidikan, enggak harus pakai yang baru baru bukan? Ternyata, di belakang hari, saya terpaksa mengakui kalau saya salah soal ini.
Singkat cerita, saya dan sekitar 145 perwira lainnya pun akhirnya diwisuda di Ksatrian Akademi Militer Magelang oleh Kepala Staf AD waktu itu Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu. Namun saya kaget dan shock, teman-teman seperjuangan semasa kuliah dulu. Bagaimana bisa??? Mahasiswa gondrong bekas pemain gitar di band kondang universitas, yang terkenal juga dengan kebengalannya bermain-main dengan obat-obatan, bisa menjadi perwira tentara nasional sebuah negara? Ah, nasib, tangkis saya singkat. Tak urung mereka menyelamati saya juga,
Saya ditempatkan di
Sesuai dengan latar belakang pendidikan saya di bahasa dan sastra, saya bertugas menyusun naskah-naskah yang terserak dan terkirim dari seluruh Kodam di tanah air guna dijadikan dokumen sejarah militer. Dari situ saya tahu betapa lemahnya pertahanan negara kita, sejak tahun 1970-an. Kita sudah tak pernah lagi membeli persenjataan dalam jumlah besar saat Presiden Soeharto berkuasa. 75% dari kendaraan berlapis baja yang masih dioperasikan oleh Angkatan Darat, sudah mulai melayani sejak Kasad dipegang oleh Jenderal Ahmad Yani, tepatnya sekitar awal tahun 1960-an. Terutama dari jenis AMX-13, tank ringan yang masih dipakai di Yonkav 2/Serbu Turangga Ceta, Ambarawa, dan tank PT-76 milik Korps Marinir. PT-76, saya ingat betul melihat gambarnya di buletin Tjakrabirawa terbitan Juni 1962, saat tank-tank amphibi tersebut baru tiba dari Uni Soviet.
Indonesia Raya berpenduduk 240 juta jiwa seluas hampir 2 juta kilometer persegi ini hanya dijaga oleh sekitar 230.000 anggota AD yang tak semuanya mahir berperang, termasuk saya yang hanya berkutat dengan data dan komputer ini. Termasuk para kopral, prajurit, dan sersan bergaji rendah yang mau tak mau lebih memikirkan beras di periuk daripada bertekad menjadi serdadu profesional pengawal kedaulatan bangsa. Juga termasuk para perwira tinggi yang tak memiliki jabatan di Mabes, Makodam atau manapun, yang lebih menikmati sedan mewah empuk berpelat hijau, tanpa menyadari bahwa truk-truk milik batalyon-batalyon infanteri di
Tahukah Anda bahwa penyebab gugurnya lebih dari 5000 anggota TNI di Timor Timur saat masa integrasi sedang ramai-ramainya tahun 1975-1984 silam adalah lebih karena kekurangan sarana pendukung? Gerakan pasukan lebih banyak dilakukan dengan truk atau bus yang juga sering kehabisan bensin atau mogok di tengah jalan. Anda juga tahu bahwa bus atau truk bukanlah jenis kendaraan yang kebal peluru seperti halnya tank atau panser. Tak ada yang lebih menggirangkan hati serombongan gerilyawan Fretilin daripada menemukan satu peleton tentara lawan yang terjebak di tengah
Sebelas ribu anggota TNI dan polisi gugur pada masa penumpasan PRRI-Permesta tahun 1958-1961 akibat keterbelakangan sistem persenjataan kita pada masa itu.
Dalam bidang militer, tentunya. Saya tak tahu dasar apa yang melandasi para redaktur JDW dalam menyusun laporan itu. Yang jelas kita sekarang adalah negara yang mewaspadai ancaman Singapura, negeri mini yang pernah sebegitu takutnya pada Presiden Soekarno, hingga tak berani membangun angkatan perangnya sebelum Soekarno wafat.
Kekurangan-kekurangan dalam tubuh Angkatan Udara dan Laut pun saya yakin juga sangat menyolok. Namun karena kapasitas saya yang bukan anggota
*Catatan prabukoki : Artikel yang pernah tayang di KoKi pada 24 juli 2006 ini, justru saya temukan di salah satu blog ketika saya browsing mencari specifikasi pesawat Hercules. Artikel ini sangat relevan untuk saya posting disini, ketika dalam kurun dua bulan (April-Mei 2009) TNI tidak hanya kehilangan 2 pesawat akibat crass, namun juga kehilangan banyak prajuritnya diluar perang. Buat penulis artikel ini, semoga selalu dalam lindunganNya. Amin.
Diposting oleh koki di 01.51 36 komentar
Label: KoKiNegeriku
20 Mei 2009
Hancurnya Mimpiku, Aku dan KoKi
(Imung Hikmah - Jakarta)
(Untunglah Cuma Sementara)
Selama seminggu di bulan April saya pergi menyepi. Benar benar menyepi melakukan tapa brata. Seminggu itu saya berkomitment untuk tidak berbicara, membaca, menulis, mendengarkan radio, musik ataupun menonton tivi. Jangan tanya, handphone, laptop dan internet, itu barang haram yang harus dijauhkan selama melakukan tapa brata tersebut.
Aneh, saya tak pernah merindukan memakai handphone, atau mengkontak keluarga selama berada di tempat tapa brata ini. Tapi Koki selalu ada dalam kilasan di benak saya di sela sela Meditasi. Ketika saya menikmati indahnya hamparan sawah dan gunung di hadapan saya, ingin sekali saya membaginya dalam tulisan untuk para kokiers. Ketika dada saya meluap menyaksikan bintang berkelip diselingi merdunya orkestra alam dari kodok, tonggeret, burung, dan jengkerik, saya teringat Koki dan Kokiers. Terasa ada desakan untuk mengabadikannya dalam kata kata untuk saya bagi kepada para Kokiers.
Dan pengalaman batin yang paling indah yang saya rasakan adalah ketika kami bermeditasi untuk loving and kindness. Ada beberapa tahap dalam Meditasi loving kindness dimana kita diminta untuk mengingat dan mengirimkan energi kebaikan, dan well wishes kepada beberapa kelompok orang atau group. Semakin tinggi, adalah group atau orang yang paling tidak punya hubungan personal yang mesra dengan kita. Di tahap itu, Koki dan Kokiers termasuk kelompok yang saya ingat, selain tukang ojek saya, para tetangga dan cowok cowok yang pernah saya kecewakan dan mengecewakan saya…’May Koki and Kokiers Be Happy’ … Oh angin, kirimkan salam terimakasihku untuk mereka. ‘May Zev, para penulis, para komentator dan para silent readers be happy…’
Secepatnya saya kembali dari menyepi itu, saya seperti orang kesetanan menulis tentang pengalaman saya bertapa di Bali, excited untuk mengirimkannya ke Zev segera. Tidak mudah menuangkan perasaan dan pengalaman batin luar biasa yang saya alami dalam sebuah tulisan amatiran. Apalagi menuliskannya dengan bahasa guyon saya, dan berharap bisa dimengerti oleh sahabat Kokiers…Tulisan itu tidak pernah selesai cepat seperti saya harapkan, karena adanya bom pengumuman yang jatuh di halaman Koki…
Suatu pagi saya melongo dan tak percaya membaca pengumuman Kompas. Bye Bye Koki… (Rupanya loving and kindness wishes yang saya kirim supaya semua warga Koki berbahagia, nyangkut di langit sana – nyatanya, bukannya bahagia, kita semua menangis, meskipun mungkin dalam hati saja).
Saya belum pernah di vonis penjara tapi pernah divonis putus oleh mantan pacar (pacar) saya. Membaca berita itu, perasaan saya campur baur kombinasi seseorang yang di vonis penjara dan diputusin pacar. Mungkin lebih gila lagi. Kok bisa ya hati saya ngilu, marah dan sedih persis seperti ketika saya mendengar Amerika membom museum dan situs arkeologi dan budaya kuno Babilonia diawal invasi Amerika di Irak. Waktu itu saya merasa mimpi saya sebagai peminat sejarah dan budaya kuno baru saja dihancurkan oleh para bomber Amerika.
Mengunjungi situs Babilonia adalah salah satu impian saya sebelum saya menjadi nenek-nenek. Kali ini, Kompas baru saja menghancurkan mimpi saya untuk menjadi seorang penulis rajin di Koki.
Memang saya selfish, dan punya tujuan tersembunyi dengan mengirim tulisan ke Koki (Kompas) waktu itu. Saya ingin mengasah rasa bahasa saya. Kokilah tempat yang menurut saya paling tepat. Saya rasa, banyak sekali impian orang lain penggemar Koki juga hancur karena dihapusnya Koki dari Kompas. Saya merasa singit.
Bisa saya bayangkan perasaan Zev dan para veteran Kokiers. Wong, saya yang baru kenal koki saja sinting begini, bagaimana dengan mereka? Pernahkah merasa ngilu hati sampai menjalar ke telapak tangan? Itulah yang saya rasakan. Saya juga kehilangan semangat dan inspirasi untuk menulis. Saya merasa hampa setiap memandangi laptop. Memang tidak nalar, tapi peristiwa ini juga mempengaruhi pola makan saya terutama di week-end. Biasanya saya sibuk memencet tombol laptop, mencari kata kata tepat, menulis menghapus menulis lagi, sampai lupa makan dan mandi. Semenjak Koki di hapus dari Kompas, di week-end, saya kembali sibuk dengan kebiasaan lama saya nonton filem seri dari DVD bajakan sembari gegares (makan, makan dan makan…). Saya curiga saya sekarang bertambah tumbuh besar secara horizontal…
Saya punya tiga belas bahan cerita termasuk pengalaman bertapa, menanti semangat dan inspirasi yang belum mampir mampir juga. Untuk orang lain, mungkin mudah asal sudah ada bahannya. Tapi sulit sekali buat saya jika inspirasi itu tak ada disana. ‘writer’s block’ kata orang pinter. ‘ Post Koki-Kompas Impotency Syndrome’ begitu mungkin kata La Rose.
Beruntunglah saya baru saja bertapa, jadi level emosi saya masih dibawah normal untuk situasi ini. Kalau tidak, mungkin komentar saya di kolom yang berjumlah seribu-an page itu akan menambah koleksi kata kata emosional dan sumpah serapah yang tak perlu. Saya ingin melakukan sesuatu untuk membuat perbedaan di Koki, tapi tangan dan kaki saya terbelenggu. Saya ingin membantu, tapi yang saya bisa hanya memberikan dukungan moral. Menulispun saya masih impoten. Tak berdaya.
Ingin saya menuliskan sesuatu yang special untuk Zev, dan sahabat Kokiers yang berjasa memelihara kesatuan dan persatuan Kokiers, lebih dari sekedar beberapa komen dan tulisan terakhir disana. Tapi saya merasa, ini hanya akan mengganggu kelancaran Zev mencari jalan keluar untuk Koki. Jadilah saya silent supporter, sembari termangu menunggu di depan laptop. Siapa tahu turun inspirasi dari langit, dan saya bisa kembali berbagi dan membaca cerita, dan menerima komen dari para Kokiers….
Ditengah rundungan macet otak untuk menulis, tiba tiba saya teringat kata kata mutiara, yang saya lupa dari siapa. Rasanya ini cocok sekali buat Koki dan Kokiers: ‘What does not kill you, will only make you stronger…’.
Saya menanti Koki kembali, lebih kuat, mantap dan heboh
****
Aku dan KoKi
(Ria Wassef - Amerika)
Zevie,
Apa kabar ? masih sibuk dengan perencanaan rumah baru koki ?. Pertama saya mau mengucapkan rasa kekaguman saya terhadap Z yang rela mengorbankan karirnya demi memperjuangkan Koki. Disini jelas terlihat bahwa bukan uang semata yang Z kejar tetapi lebih kepada harga diri dan kesenambungan orang banyak.
Sudah lama saya tidak menulis, pertama dikarenakan kesibukan saya dan masalah pribadi. Kalau saya dulu dikenal sebagai seseorang yang terlalu terbuka mengumbar kehidupan pribad idi publik, sekarang mungkin sudah insyaf, karena mungkin hal hal yang pribadi tidak selalu baik untuk didengung dengungkan.
Kedua karena saya agak kecewa, sebab walaupun artikel saya tidak mengandung hal hal yang kontroversi, tetap mengundang beberapa gelintir orang untuk mencela dan menghujat pribadi dan penampilan saya (contoh di artikel kopdar saya dengan Phie dan beberapa kokiers di Jakarta).
Sayangnya, sifat saya hamper sama dengan Z, dimana saya lebih mengutamakan prinsip dan harga diri, daripada diinjak injak atau dihina, maka dari itu zaman koki dulu sering saya mengungkapkan amarah di publik jika ada yang menganggu saya. Padahal aslinya saya kalem banget lho Z.
Anyway, saya mau menuliskan pengalaman saya selama saya mengenal koki. Mungkin koki baru belum banyak mengenal saya, karena saya vakum menulis sudah lama sekali. Saya mengenal koki jauh sebelum ibu RO mengirim artikelnya ke kolom kesehatan. Waktu itu koki masih diasuh oleh seorang dokter.
Saat itu saya sudah rajin membaca kompas dan berbagai media online lainya. Hingga suatu saat saya melihat ada yang berubah di kolom kesehatan, kolom itu sudah tidak diasuh oleh dokter, dan ada tawaran untuk mengisi artikel. Saat itu saya masih ingat bulan Agustus 2005, saya memberanikan diri mengirim artikel pertama saya yang berjudul “Bulan September, bulan tepat mencari jodoh”.
Dalam artikel itu saya cantumkan email tempat saya kuliah dulu di Phoenix. Reaksinya sungguh diluar dugaan, semenjak artikel itu ditayangkan, saya mendapat ratusan email dari pembaca, yang sebagian menjadi kokiers aktif, termasuk diantaranya La Rose, Rini Prasodjo, Mbak Al di Kanada, dan juga Night.
Sebagian besar lagi memilih jadi silent reader, yang tetap aktif mengikuti koki sampai saat ini. Dari ratusan email itu, saya coba membalas satu satu. Banyak sekali animo gadis gadis di tanah air dan juga perjaka perjaka yang berusaha mencari jodoh melalui tangan saya, padahal sungguh mati saya menulisi artikel itu bukan berarti saya yang akan membantu kedatangan mereka kesini, saya hanya memberitahukan channel channel untuk mencari jodoh di US.
Karena dianggap saya tidak banyak membantu, banyak gadis gadis dan perjaka perjaka itu yang kemudian beralih menjadi antipati terhadap saya. Di kemudian hari, ketika berbagai artikel saya sudah keluar, dan saya mendapat berbagai hujatan dan makian, saya beranggapan bahwa sebagian dari para penghujat itu adalah orang orang yang kecewa dengan kealpaan saya membantu mereka.
Life goes on. Artikel kumpul kebo saya kemudian menjadi cikal bakal kehebohan di koki, saat itu artikel yang berbau sex dan yang tidak cocok dengan pandangan adat timur masih dianggap tabu, tidak seperti koki sekarang yang makin terbuka dan vulgar. Sejak saat itu saya resmi menyandang predikat sebagai penulis controversial.
Ditambah dengan artikel artikel selanjutnya yang cukup membuat pembaca panas, seperti artikel Babi, Dokter di Indonesia, Jilbab, Ganti Agama, Swinger, Wawancara dengan Penari Telanjang/Stripper, termasuk dengan kisah pernikahan dan kehidupan pribadi saya.
Banyak yang menggap saya hanya mendongeng atau memberi cerita khayalan, sejalan dengan itu juga gossip gossip layer belakang akrab mewarnai kehidupan saya. Tadinya saya tanggapi semua itu satu persatu, hingga julukan saya bertambah lagi sebagai tukang ribut dan hobi marah marah disana sini.
Akhirnya, sampai juga saya ke satu titik, yaitu titik kejenuhan. Jenuh dengan dunia pertikaian, jenuh dengan dunia pergosipan, jenuh dengan dunia adu domba, muka dua, ketidak tulusan dalam bersahabat, kebohongan dan sebagainya. Hingga tawaran dari Juwita untuk mengisi kolom 20/20 saya tolak, karena saya merasa saya tidak layak ditampilkan. Cap saya sudah terlalu buruk.
Sekarang dengan absennya saya tidak menulis, membuat hidup saya lebih tenang. Teman teman dari koki pun bertambah, satu persatu yang dulu kelihatan enggan berteman dengan saya, mulai mau mencoba berteman. Waktu kopdar kemarin pun, saya kenalan dengan banyak kokiers yang selama ini saya hanya tahu dari nicknamenya bukan nama aselinya.
Harapan saya di koki baru nanti, janganlah kita saling bertengakr, injak menginjak, tuding menuding, dan berperilaku negative, jaga rumah baru kita dengan etika dan perilaku yang baik. Jangan sampai rumah baru yang dibangun Z dari tangannya sendiri tercoreng moreng dan kemudian jatuh lagi. Saya yakin seluruh koki sudah merasakan akibat dari kejatuhan koki di Kompas. Mari kita sambut rumah baru dengan tangan terbuka, saling membantu, untuk kemajuan koki.
(tabiik).
Diposting oleh koki di 00.19 40 komentar
Label: KoKiSiana
18 Mei 2009
Please Don't Leave Me, Pinggang & Sunat, Pilpres
19 Mei 2009
Menakar Peluang Tiga Pasangan Capres - Cawapres
Josh Chen – Global Citizen
Hello lagi Z, AsMod, KoKiers – KoKoers....
Membaca Kompas cetak hari ini (19 Mei 2009) di halaman depan dengan headline: “Kontrak Politik Harus Transparan dan Detail”, saya jadi termenung sendiri. . . .
Kenapa?
Itu yang jadi pertanyaanku. Tiga pasang capres – cawapres; mengungkapkan Visi – Misi mereka jika mereka terpilih. Mari kita lihat satu per satu:
- Membentuk kabinet presidensial yang amanah, efektif dan kredibel.
- Bekerja keras untuk rakyat, bukan untuk berpolitik sendiri-sendiri.
- Tidak menyerahkan ekonomi kepada pasar bebas. Intervensi negara dengan aturan main yang tegas dan adil. Namun, tidak boleh terlalu jauh campur tangan karena akan mematikan sektor swasta.
- Membangun pemerintahan yang bersih, tidak dikotori suap, memperdagangkan kekuasaan dan mencampuradukkan urusan negara dan bisnis keluarga.
JK – Wiranto:
- Komitmen untuk bersama-sama menjaga serta membangun NKRI, membangun ekonomi kerakyatan dan berbagi kewenangan di pemerintahan.
- Berjanji akan melindungi ekonomi rakyat. Menyejahterakan rakyat dengan adil dan makmur.
- Menyelenggarakan pelayanan pemerintahan dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
- Membangun pemerintahan yang kuat dan tegas serta lebih cepat dan lebih baik.
Megawati – Prabowo:
- Sepakat untuk membangun ekonomi kerakyatan Indonesia serta berkomitmen terhadap NKRI, Pancasila dan keutuhan bangsa.
- Keberpihakan terhadap wong cilik, seperti petani, nelayan, buruh, guru dan pedagang kecil.
- Menjalankan kemandirian di bidang ekonomi.
- Prabowo ditugaskan menangani masalah perekonomian untuk fokus membangun ekonomi kerakyatan dan kebangkitan ekonomi rakyat.
Dari tiga pasangan di atas, hanya pasangan SBY – Boediono yang berani dengan tegas menyebut kata KREDIBEL, BERSIH, TIDAK DIKOTORI SUAP (dan tidak memperdagangkan kekuasaan dan mencampuradukkan urusan negara dan bisnis keluarga). Dua pasangan yang lain menurut saya justru aneh dan terkesan klise.
JK – Wiranto mengatakan ‘menyelenggarakan pelayanan pemerintahan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya’...laaahhh.....lagi baca teks Proklamasi kaleeee..... Dan kemudian ‘lebih cepat dan lebih baik’ bagaimana maksudnya? Tidak jelas dan mengambang serta klise lagi-lagi.
Apalagi pasangan Si Mbok berIQ tinggi (http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/18/05564312/tim.sukses.iq.mega.tertinggi) dan Prabowo, visi – misi yang diusung jelas bertolak belakang dengan kenyataan pada saat berkuasa dulu. Jargon dan ungkapan klise bertaburan juga di sini.
Yang saya tunggu adalah debat para capres dan cawapres ini, dan terutama saya ingin melihat debat seorang ibu yang konon katanya berIQ tinggi ini.
Dengan tidak mengecilkan pasangan selain SBY – Boediono, rasanya saya kok sedikit miring melihat kualitas mereka. Terutama dalam hal etika, sikap kesatria, kenegarawanan, legawa, kearifan, track record yang (relatif) bersih, saya berani bilang, peluang SBY – Boediono masih di atas yang lainnya.
Sejak dari kampanye pemilu legislatif, hanya Demokratlah yang berani dengan tegas dan lantang mengumandangkan pemberantasan korupsi, pemerintahan yang bersih dan kredibel. Sementara partai-partai lain, TIDAK ADA SATU KATAPUN yang keluar berkenaan masalah korupsi dan pemerintahan yang bersih.
Tulisan ini dianggap kampanye? Ya boleh saja....yang pasti sejarah mencatat bahwa semua kampanye kemarin dan penyampaian visi – misi, hanya Demokrat dan pasangan SBY – Boediono yang berani dengan lantang menyatakan perangi korupsi....yang lain? Silakan menilai sendiri.....
Terima kasih sudah membaca tulisan saya lagi. Terima kasih Z, AsMod, KoKiers – KoKoers....
Hati-hati Dengan Pinggang(mu), Hati-hati Dengan Pilihan(mu)!
Bagong Julianto, Sekayu-Sumsel
Diajeng Zevie & Kokiers
Sekedar mengingat kenangan, merajut dan berbagi. Berharap menjadi pengingat, atau sekedar bacaan ringan saja. Menghubungkan pinggang dan sunat dalam simpul pelayanan jasa rumah sakit....
Kuala Simpang, 1998
Minggu tengah tahun. Senang dan selalu bangun pagi. Ada kegiatan yang tujuannya menyehatkan dan menyegarkan badan: ’ngasih makan berpuluh-puluh unggas piaraan: bebek, entok, silangan bebek-entok, ayam, angsa. Beberapa hari lalu telah mengumpulkan solid padat/blended empat goni.
Solid padat adalah produk samping pabrik kelapa sawit berupa padatan lumer campuran tanah, air, minyak dan material lain dari tandan buah segar. Solid ini adalah bahan organik yang difungsikan sebagai pelengkap pupuk. Tujuan menggonikan solid adalah memacu tumbuhnya uret dan lain organisme yang ternyata juga menjadi santapan para unggas. Masih bersarung, pagi jam lima kurang seperempat itu saya segera ke kandang bebek. Selalu ribut menyambut pagi dan segera berebutan manakala disodori taburan uret yang kluget-kluget ratusan jumlahnya. Belasan telur berserak di segenap penjuru kandang. Memungut/mengutipi telur itu merupakan kesenangan yang gak tertuliskan.
Ok, segera angkat geser goni solid. Empat tumpukan. Mestinya saya geser yang paling atas. Inilah kesalahan saya: dalam posisi jongkok, saya coba menarik geser goni kedua dari bawah. Berat goni lebih dari 40 kg. Saya gak dalam posisi kuda-kuda, belum lagi pemanasan dan peregangan otot-otot, kemudian: kruuuuueeeekgh, salah uratkah saya?! Wuaddhuhhhhh, saya terduduk, pinggang rasanya dicucuk-cucuk jeruji sepeda. Mata berkunang-kunang. Pagi masih sepi. Angin berembus dingin. Butuh sekian detik sekian menit bagi saya untuk segera menegakkan badan dan beringsut masuk rumah lagi.
Kalteng, 2002
Kunjungan rutin ke Divisi III, topografi bergelombang hingga berbukit. Bersama assisten, berjalan menembus blok. Saya memastikan bahwa usulannya untuk membuat jalan bantu untuk evakuasi buah telah dibuat dan dipetakan sesuai ketetapan. Selalu ada koreksi. Harus rapi, apalagi biaya harus dipertanggungjawabkan. Harus ada impact yang nyata.
Naik bukit, turun bukit, menyusuri terasan, melompati tunggul, melompati parit. Jam 11.30. Siang terik. Sudah lebih 2,5 jam menembus 6 blok. Cukup. Untuk balik menuju mobil, baik melompati parit lagi daripada jalan melambung. Klueugghhkkkk. Saya gagal melompati parit yang hanya 1 meter saja lebarnya. Satu kaki terperosok. Si assisten akhirnya tambah lagi olah fisiknya siang itu: memapah saya.
Teluk Siak, 2006
Jumat sore tengah tahun. Saya geram melihat banyaknya nyamuk dan jentik-jentik di parit drainase sisi timur rumah dinas. Sisi utara parit itu telah ’njeglong, akibatnya menampung air yang seharusnya mengalir ke selatan. Di air tampungan parit di sela-sela rambatan kangkung itu bertengger ratusan nyamuk yang selalu ngganggu dan nggigiti segenap tubuh saya saat bersantai malam hari ngguntingi bakalan bonsai.
Dengan sapu lidi, saya obrak-abrik genangan air itu. Dengan sapu plastik, saya giring-alirkan air itu sejauh +/- 12 meter. Bukan pekerjaan yang secara tehnis adalah tepat benar. Saya gak peduli. Saya lebih senang efeknya yang menguras keringat sore hari itu. Lebih dari 20 menit kegiatan itu, menggiring air setengah berlari. Sabtu pagi, saya gak BAB di kamar utama tapi di ruang tengah, kali ini pengin jongkok gak duduk seperti di kamar utama. Saat ’nak bangkit berbilas datanglah rasa sakit itu: pinggang yang macam dicucuk-cucuk jeruji, lutut bagian kiri dalam rasanya tertarik uratnya.
September, Oktober dan Nopember 2006
Low back pain. Whuaallaahhh, sakit pinggang bawah ‘gitulah. Butuh waktu 8 tahun bagi saya untuk meyakini bahwa ini bukan sakit penyakit yang mudah diabaikan begitu saja. Walau ini tidak bisa lagi saya sesali, setiap ada kesempatan ngalor ngidul tentang perpinggangan, selalu ini saya sampaikan ke sejawat, kolega handai tolan.
Akhirnya saya memilih RS X, di kawasan timur Pekanbaru yang konon dimiliki oleh modal asing negeri tetangga. (Lhah, rupanya terbukti bahwa itu issue sengaja diembuskan oleh pihak tertentu yang tahu pasti apresiasi berlebih orang kita ke pengobatan negeri tetangga tersebut). Oleh pihak rumah sakit saya diharuskan ikut therapy TENS (transcutaneus electric nerve stimulation).
Seminggu 2 kali bagian tubuh belakang mulai pinggang hingga betis dialiri panas listrik kemudian dicucuk-cucuk oleh getaran ritmik supaya mengaktifkan syaraf di seputar persendian. Proses itu berlangsung 2 bulan. Tambahan satu bulan adalah peregangan tubuh secara ditarik dengan beban bertambah mulai dari 1/3 hingga 2/3 berat tubuh. Ribet dan melelahkan, tentu saja. Di samping itu saya diharuskan memakai korset baja dan dilatih senam rutin bagi pemulihan sakit penyakit pinggang bawah itu. Juga dianjurkan untuk renang. Keramahan dan rasa kekeluargaan para perawat RS X ini ‘gak henti-hentinya saya gethok tularkan setiap ada kesempatan cerita ke kolega.
Juli 2007
Masa liburan sekolah anak-anak. Beberapa waktu sebelumnya telah sepakat bersama sepengambilan (suaminya adik ipar), abang ipar dan sepengambilan abang ipar itu untuk berbarengan tetakan sunatan lima anak-anak kami. Junior saya kelas empat SD, sepupunya seorang kelas sama, dan tiga lagi sepupunya kelas enam SD.
Berempat kami adalah bapak-bapak dari lima anak laki-laki yang dari penampilannya mestinya mulai anak menjelang ABG remaja dan harus mulai ada rasa isin malu. Tapi kayaknya gak juga. Belum. Mereka masih santai saja bertelanjang bulat utuh indhal-indhil gundhal-gandhul mandi bersama dan keluar kamar mandipun berbarengan di rumah Neneknya.
Acara rutin kumpul mingguan. Gak peduli sepupu ceweknya pada curi pandang ketawa-ketiwi. Gak peduli Tante, Budhe dan Neneknya yang pada ngedumel. ”Hoii, pakai celana ’tuuu!!!”....”Aghhhh,.....” kompak pula jawaban mereka. Oleh karena saya merasa diperlakukan secara nyaman saat therapi di RS X, kawasan timur Pekanbaru tsb, maka ke situ pula kami rencanakan sunatan tetakan anak-anak kami.
Gak ada persiapan maupun acara khusus seperti saya alami saat tetakan dulu. Jaman berubah. Pandangan orang berubah. Panta rei. Segala berubah. Yang abadi adalah perubahan.
Saya dulu tetakan sunat saat kelas 1 SMP, produk Bong Supit mBogem. Prosesi tetakan diawali lek-lekan (e pada lereng) yaitu nduwe gawe/punya hajat mesti dirayakan dirame-ramekan dengan jaga malam sambil botohan/judi: gonggong, jemeh, domino, remi cap nji kia dan sebagainya. Tentu saja pakai uang. Gak ada razia. Jaman noroyono.
Lhah, pak polisi pak tentara juga ikut njagong, ikut main ikutan berjudi. Biasanya lebih dari semalam suntuk. Saat tiba jam makanpun tetap sambil pegang kartu menikmati bungkusan daun pisang gudheg Bu Prapto Keprabon. Sekarang anak-anak kami, belum lagi seusia kami dulu saat sunat, gak perlu lagi ada prosesi ini-itu. Lagi pula, kami gak ingin kegiatan sunat ini menjadi sesuatu yang ribet njlimets.
Saat mendaftar di resepsionis, bersama sepengambilan, kami diminta untuk ke kasir saat menanyakan tarif sunat. Ada dua pilihan, sunat biasa atau sunat pakai fasilitas kamar operasi. Beda tarif sekitar satu setengah juta rupiah. Pernafasan saya mulai gak teratur.
Sepengambilan saya, orang kantoran, mulai kritis tanya ini itu. Ok, akhirnya kami sepakat ikut sunat biasa saja. Sirkumsisi ini hanyalah sayatan kecil, kami gak tergiur untuk memakai fasilitas yang berlebihan. Bukan gak sayang anak dan bukan gak mau berikan yang terbaik bagi anak-anak. Kami seperti menghadapi penjual di pasar jasa yang gunakan segala daya untuk bujuk dan provokasi pembeli. Kalau pembeli butuh lima, kita harus bujuk dia supaya beli sepuluh dan yakinkan bahwa sepuluh adalah lebih hebat dari lima. Penjual gemblung, pembeli linglung. Mana mau kami?!.
Kami isi formulir, tulis ini itu, identitas, alamat, pekerjaan dan sebagainya. Tulis apa adanya. Kami digiring ke ruang UGD. Di situlah sedang bertugas dokter yang akan menyayat memotong ”sebagian perkakas” anak-anak kami. Tunggu sekian menit berlalu. Dokter sibuk, memang lagi tangani pasien laka lantas berdarah-darah.
Sesekali terlihat sang Dokter muda itu mulai membaca-baca formulir kami. Sekian menit lagi berlalu. Anak-anak, seperti biasa, sudah menghambur gak tahu ke mana. Pada akhirnya nama kami dipanggil. Basa-basi sekejap. Jelas sekali dokter ini masih muda. ”Ini begini, Pak. Untuk level bapak-bapak ini, mestinya bapak ikutan operasilah. Saran saya seperti itu. Saya tidak sanggup untuk layani sunat biasa. Ok, bagaimana kita koreksi ini ke operasi?!”. ”Apa maksudmu, Dok?!. Apa level itu? Kenapa gak sanggup?!”, cerocos sepengambilan saya, saya diam saja.
Biarlah dia saja yang menuntaskan perdebatan itu. Kami sudahi debat itu dengan nggondhok dan langsung ke Bagian Pengaduan. Sekian menit lagi kami menunggu. Akhirnya dua orang menerima kami. Penampilan blazer rapi si wanita dan jas berdasi si pria gak mengurangi ketegangan yang kami rasa. Ini itu begini begitu itu begini ini begitu dst. Ujung-ujungnya: minta maaf. Minta maaf. Minta maaf. Tawarkan lagi sunat biasa oleh dokter yang lain lagi. Lhah, terima kasih dan wasalam saja dari kami. Tiga jam berlalu dalam kesia-siaan?!. Gak juga!!. Dari sisi keperluan sunat, kami rugi waktu. Dari sisi pemahaman, kami mendapat pelajaran bahwa profesionalisme yang dibaluti kerakusan hanyalah kesia-siaan saja.
Sampun..... Suwunnn... (Bagong Julianto, 0708, SKY)
Please Don't Leave Me vs Indonesian Idol
La Rose Djayasupena – Belanda
Hoi Zev en Kokiers,
Gimana kabarnya saat detik-detik menunggu NewKoki muncul, pasti semua pada gak sabar ya? Termasuk aku juga sudah nggak sabar. Aku mau menulis mengungkapkan perasaan saat detik-detik terakhir KoKi berakhir kok sepertinya sudah terwakili oleh Kokiers dalam tulisannya. Ternyata perasaan yang dirasakan saat itu sama juga seperti yang aku rasakan, jadi lebih baik aku tidak menulis tentang perasaanku saja pikirku, di samping aku ini paling gak suka nulis yang sedih-sedih. Karena buatku yang sedih-sedih itu tidak perlu diingat, yang sedih-sedih itu biar saja menjadi bagian dari masa lalu dan aku paling tidak suka mengingatnya.
Hanya aku mau juga sih berbagi cerita sedikit disaat-saat KoKi seminggu sebelum di berangus. Seminggu penuh aku lagi suka-sukanya bahkan tergila-gila dengerin lagunya ”Pink – Please Don’t Leave Me”
Belum juga tulisanku itu selesai, baru bikin judul artikelnya aja. . eeeh. . nggak tahunya dapat kabar KoKi akan diberangus dan aku makin tambah jadi gila aja dengerin lagunya ”Pink – Please Don’t Leave Me” aku puter keras-keras lagu itu dan aku ikut-ikut menyanyikan lagu itu keras-keras sambil mukaku bercucuran penuh airmata. . hiks. . hiks. . hiks. . sambil memandangi KoKi dan membaca komentar-komentar sampai detik penghabisan. . . Yaaa. . sambil nangis diiringin lagunya Pink itu.
Pokok saat itu hatiku hancur dan menderita sekali deh ditambah kesedihanku diiringi lagunya ”Pink – Please Don’t Leave Me” makin menjadi-jadi aja tangisan kesedihanku saat itu. Sampai aku yang tadinya mau ke Amsterdam meliput hari ulang tahun Ratu Belanda nggak jadi pergi karena airmata ini nggak mau kompromi dan pantatku kok berat banget nggak bisa diangkat untuk pergi meninggalkan computerku. . hiks.
Dan berita menggembirakan pun datang dari Z walau kita kumpul sementara di gubuk derita (duuh dangdut banget) tetapi kita semua tetap bahagia. Seperti kata Alexa bahwa KoKi lebih banyak didukung cewek-cewek badung, termasuk moderatornya juga badung dan berjiwa baja (kek aku) makin ditindas makin berontak, makin menjadi-jadi. . wakakaka…ke depannya mudah-mudahan kita bisa mengahadapi dan mudah-mudah tidak ada masalah deh. Namanya juga banyak dhemit yang mungkin tidak senang dengan berdirinya NewKoKi dan ingin berbuat atau mencari celah untuk menjatuhkan NewKoKi semoga kita bisa menghadapinya bersama-sama. Mungkin ada baiknya kita harus berhati-hati menulis artikel, kalau masih ada KolomSeks. . Yaa. . jangan terlalu vulgar gitu, jangan terlalu buka-bukaan. . hahaha. . . tetap masih pake baju gitu lhooo…cuman cerita diraba-raba aja begitsu. . hihihi....
Selama menunggu NewKoKi yang belum jadi, untuk mencari hiburan aku klak-klik di YouTube dan aku mendapatkan hiburan, sampai aku ngakak-ngakak ketawa lihat aja di bawah ini KoKiers pasti terhibur.
Aku memang paling suka acara Idol saat audisi karna itu hiburan banget. Kalau sudah terpilih yang bagus-bagus aku malah nggak tertarik untuk menontonnya.
Groetjes,
L. R. D
Diposting oleh koki di 21.51 42 komentar
17 Mei 2009
Warisan Orang Tua, UAN & Ibu
18 Mei 2009
Mengguncang Psikologi Siswa dengan UAN
Srikandi – Bogor
Banyak perubahan dicoba untuk \"memperbaiki\" sistem pendidikan di negara ini. Seperti yang kita saksikan bersama, apakah maksud perubahan yang diperdebatkan itu betul-betul merupakan sesuatu perbaikan atau malah sebaliknya? Yang jelas, semakin banyak perubahan, semakin memprihatinkan kejiwaan siswa yang mendapatkan efek langsung kebijakan \"perbaikan\" tersebut.
Pencanangan wajib belajar bagi usia sekolah dasar sungguh sangat memprihatinkan karena tempat belajar saja banyak yang lapuk, tidak layak dipakai. Sebagai contoh, berita ratusan sekolah dasar di Tangerang terancam rubuh.
Sementara itu, guru hidup dengan memprihatinkan karena banyak yang mempunyai honor sangat minim. Karena itu, jangan heran kalau mereka tidak mampu bekerja optimal untuk mencerdaskan tunas bangsa karena kebutuhan pokok sandang pangan mereka tidak terpenuhi. Sehingga, setelah selesai mengajar, banyak guru menjadi tukang ojek, kernet metromini, dan sebagainya hanya untuk bisa hidup dengan layak.
Anak sekolah menjadi jenuh dan frustrasi serta bingung mengikuti kurikulum yang selalu berubah, disertai orangtua yang stres karena setiap tahun buku pelajaran harus beli baru sebab ganti menteri ganti kebijakan, ganti peraturan, padahal semua itu memerlukan uang banyak.
Akibatnya, semakin banyak anak-anak miskin yang putus sekolah. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut, di kemudian hari akan terjadi generasi Indonesia yang bodoh dan ketinggalan zaman, tidak bisa bersaing dalam globalisasi.
Perbedaan yang mendasar bagi suatu negara bisa menjadi negara maju yang kaya raya, atau menjadi negara berkembang yang miskin adalah bagaimana sikap dan perilaku masyarakatnya, yang dibentuk oleh kebudayaan dan pendidikan sepanjang negara itu bertumbuh.
Miskin
Perbedaan antara negara maju yang kaya dan negara berkembang yang masih miskin tidak terletak pada usia suatu negara, sumber daya alam, luas wilayah, dan jumlah penduduk.
Usia suatu negara tidak menjamin negara tersebut bisa menjadi maju dan masyarakatnya menjadi penduduk yang kaya. Contoh, India dan Mesir, mereka berusia lebih dari 2.000 tahun, toh sampai sekarang tetap menyandang predikat sebagai negara yang berkembang, dan sebagian besar penduduknya masih tergolong miskin.
Sementara Singapura dan Selandia Baru, usia negaranya kurang dari 150 tahun dalam membangun diri, toh mereka saat ini menjadi negara yang sangat maju dan masyarakatnya rata-rata kaya.
Sumber daya alam bukan jaminan untuk suatu negara menjadi negara yang kaya dan maju. Contoh Jepang, negara yang alamnya 80 persen merupakan rangkaian pegunungan yang sulit ditanami dan untuk beternak. Banyak wilayahnya yang labil dan bencana gempa bumi, tetapi mengapa saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia.
Luas wilayah bukan jaminan untuk suatu negara menjadi maju dan kaya raya. Contoh Swiss sebagai negara yang tidak mempunyai perkebunan coklat, tetapi mengapa Swiss menjadi negara pembuat coklat terbaik di dunia.
Swiss tidak mempunyai tanah pertanian luas karena hanya 11 persen dari luas negaranya yang bisa ditanami, tetapi mengapa dia mempunyai perusahaan makanan terbesar di dunia dengan nama Nestle.
Jika kita mau menjadi negara yang kaya dan maju, haruslah dimulai dari pendidikan yang dibenahi dengan benar, sewajarnya sebagai negara besar dengan jumlah generasi usia sekolah yang sangat banyak.
Sudah sewajibnya juga menerapkan seefisien mungkin cara ajar mengajar anak-anak. Sekolah di Indonesia saat ini bagi anak-anak hanyalah tempat menghabiskan waktu (umur) sehingga sekolah tidak menjadi tempat yang tepat untuk mencerdaskan tunas bangsa.
Usia sekolah dasar mempunyai makna yang besar untuk seorang anak bisa menatap dunianya dengan secercah harapan. Penulis bertemu seorang ibu yang tiada hentinya berterima kasih kepada ayahnya yang hanya seorang tukang pangkas rambut di bawah pohon. Walaupun ayahnya seorang yang sangat miskin, dia terus berjuang untuk anaknya bisa sekolah.
Sang ayah sangat rajin untuk memohon beasiswa/bantuan kepada dermawan yang dikenalnya agar bisa anaknya menyelesaikan sekolah dasarnya. Minimal bisa membaca dan menulis, demikian impiannya. Sang anak pun tidak menyia-nyiakan kegigihan sang ayah yang berusaha untuk mencerdaskan dirinya. Sehingga anak tersebut bisa hidup dengan prestasi yang tidak semua orang mudah mendapatkannya.
Pembentukan Karakter
Seorang pelajar sekolah dasar menghabiskan 5- 6 jam (banyak yang lebih lama) satu hari hidupnya di lingkup sekolah, sehingga pembentukan karakter sangat ditunjang dari lingkup dalam pendidikan di sekolah. Tetapi sistem sekolah sekarang melupakan pendidikan hati nurani, ketika pemberdayaan budi pekerti sangat minimal, bahkan hilang dari karakter anak-anak. Sikap kritis anak menjadi salah arah, bahkan mereka condong hanya menjadi generasi peniru/menjiplak apa yang mereka lihat, dan sikap arogan yang tecermin dari maraknya tawuran pelajar.
Misalnya, sikap mahasiswa yang kita tahu dari cara dia memandang apa yang terjadi di negaranya yang tidak mereka pahami. Itu terlihat dari demo yang mereka gelar yang hanya berisi hujatan, protes ketidaksetujuan, tetapi tidak bisa memberi solusi dari apa yang mereka kritik/tidak puas.
Sebagai tingkat yang paling tinggi dari siswa, seyogianya mahasiswa memberi contoh kepada adik-adik kelasnya untuk bisa bersikap demokrasi yang benar, membiasakan berdemokrasi dalam arti yang sesungguhnya. Yaitu sikap bermusyawarah, gotong royong, jujur, dan berwawasan luas yang bijaksana (membantu memberi pemikiran/solusi), bukan sikap hujat-menghujat, saling menyalahkan, dan menghalalkan segala cara untuk menonjolkan diri.
Jika para pemimpin intelektual dan tokoh keagamaan di Indonesia mengerti dan melihat bahwa akar masalah pendidikan sekarang dijalankan dengan sikap dan cara yang salah karena memang itu terjadi dari generasi ke generasi, sejak kanak-kanak sudah salah didik, sebagai prioritas tertinggi di atas kepentingan yang lain adalah sistem pendidikan yang harus dibereskan secepatnya secara tepat guna!
Dunia pendidikan harus menjadi prioritas utama, selain masalah korupsi yang menjadi virus yang meruntuhkan pertahanan (baca: keberadaan) suatu bangsa di negara yang luas bernama Indonesia. itulah PR (Pekerjaan Rutin) yang harus dikerjakan Kabinet Indonsia Bersatu di bawah pimpinan duet Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla.
Antara Aku dan Ibu
ESG – Jakarta
Kemarin aku menjemput anakku di TK-nya, tiba-tiba dia menyodorkan sepucuk kertas yang digulung dan dilekatkan dengan sebuah kado. Wah, surprise juga padahal ultahku masih lama banget kok tiba2 tiba dia ngasih kado. Saat aku akan buka gurunya kebetulan melihat dan bilang jangan dibuka sekarang, tapi nanti hari Minggu, soalnya hari itu tanggal 10 Mei dan di Jerman dirayakan sebagai hari Ibu. Aku langsung paham walaupun di Indonesia tidak pernah merayakan hari Ibu yang tau cuma hari Kartini.
Malamnya aku langsung teringat dengan ibuku, aku langsung berpikir, kira2 apa yang akan aku lakukan kalau hari ibu dirayakan di Indonesia saat aku kecil dan bagaimana reaksi ibuku. Hati ini langsung sesak. Yah, terus terang hubunganku dengan ibuku tidak begitu akrab, malah bisa dibilang kalau kami bertemu yang ada selalu bersitegang. Malah aku merasa saat ini aku mencapai titik terendah dalam hubunganku dengan ibuku, sehingga untuk menelepon pun aku malas dan lebih sering menelepon ke keluarga pihak suami.
Aku tidak tau kenapa hubungan kami begini. Saat ada teman yang bertanya pun aku tidak bisa menjawab dengan lugas alasannya. Aku hanya menjawab mungkin karena temperamen kami yang sama-sama mudah emosi, atau karena aku anak pertama. Namun saat aku gali memori masa kecil hingga remajaku. Dalam memori indah masa kecilku yang muncul selalu aku, ayah dan adikku. Dan sedikit demi sedikit aku mulai bisa merajut benang merah dan inti permasalahannya. sepertinya secara tidak sadar aku merasa bahwa ibuku tidak mau menjadi bagian dari hari-hari indahku dan adik-adikku.
Mungkin kokiers semua heran kenapa aku menyimpulkan demikian. Sebagai gambaran seperti ini. Saat kecil, biasanya pada hari Minggu kuturut ayah ke kota, eh salah ayahku mengajak kami ke kolam renang atau lari pagi, ini rutinitas yang jarang sekali terlewatkan tiap minggunya. Tapi dalam rutinitas ini ibuku jarang bahkan bisa dihitung jari mau ikut bersama kami. Begitupun kalau kami main ludo, ular tangga ataupun monopoli, hanya ada aku, ayah dan adikku, ibuku tidak pernah berbaur dengan kami. Apalagi kebetulan ayahku juga suka membaca majalah donald bebek, maka saat majalah ini datang acara rebutan atau baca bersama pun tidak pernah ada ibuku didalamnya, walau hanya untuk mengoda. Saat mulai sekolah di SD dan minta diajarkan pelajaran sekolah pun, semua langsung diarahkan ke ayahku, sampai waktu kecil aku pernah merasa bahwa aku punya ibu yang bodoh (tapi ternyata aku salah, ibuku orang yang sangat cerdas).
Sepertinya Ibuku hanya memikirkan bagaimana mengatur rumah agar enak dipandang dan mengatur menu apa yang akan dimakan hari ini, untuk hal yang satu ini tertutama dalam memasak aku acungkan jempol untuk ibuku walaupun memang kami punya pembantu sampai aku SMA. Namun kecerdasannya dalam memasak pun tidak bisa mendekatkan kami, dia tidak pernah mengajarkanku untuk memasak ataupun membereskan rumah. Aku dibiarkan melakukan apa saja yang penting tidak mengganggunya ataupun orang lain. Bahkan untuk mencuci piring pun aku baru belajar saat SMP karena sekolah di kota lain. Dan saat SMA aku kembali berkumpul dengan orang tuakupun keadaan tidak berubah, sehingga tanganku benar2 basah cuma saat mau makan.
Mungkin kokiers berpikir “wah enak dong bisa ongkang2 kaki”. No...no....no..! That\'s not good at all! Saat remaja saya merasa memang enak, tidak ada beban kerja di rumah, paling kalau mau lebaran or kebetulan gak ada pembantu aku kebagian kerja. Tapi akibatnya aku rasakan saat berkeluarga, aku bener2 gak tau urusan RT. Semua “nol besar”.
Dan saat yang mungkin menjadi awal kerenggangan hubunganku dengan ibuku adalah kekecewaanku saat aku mendapatkan tamu bulananku yang pertama. Saat aku mendapatkannya aku tidak kaget karena sudah pernah mendengar dari teman2 yang lebih dulu mendapatkannya. Kebetulan saat itu aku sedang liburan sekolah SMP dan pulang kampung. Aku langsung memberitahu ibuku, tapi apa jawaban ibuku, hanya “Oh...!” dengan sambil terus membaca majalah Sarinah-nya (sampai sekarang aku masih ingat majalah yang saat itu dia baca). Hatiku langsung hampa, sebetulnya aku ingin dia mengatakan hal2 lain yang saat itu aku sendiri tidak tau apa. Aku hanya merasa ini adalah hari bahagiaku dimana aku sudah benar2 menjadi wanita, namun ibuku tidak merasa perlu menganggapp penting hal ini, Tidak ada wejangan, tidak ada larangan, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Sejak saat itu aku tidak pernah lagi bercerita apapun kepada ibuku. Jadilah aku menjalani masa-masa remajaku seorang diri termasuk masalah berias dan merawat diri. Bahkan Bra pertamaku aku beli bersama ayahku (hal ini juga terjadi pada adik2 perempuanku dimana bukan ibu tapi ayah yang membelikan Bra pertama kali). Untuk membeli make up pun aku bilang ke ayah bukan ke ibu.
Begitu pula saat aku mulai dewasa. Saat mau kuliah hanya pesan dari ayah yang ada. Saat aku akan nikah, tetap tidak ada pesan darinya. Dan saat anak pertama ku lahir, juga tidak ada acara berbagi pengalaman. Semua kulalui sendiri sambil belajar. Tidak ada tangis bersama atau pelukan menentramkan saat aku sedih. Semua berlalu begitu saja.
Bahkan aku sekarang mulai kehilangan respek terhadap ibuku karena perlakuannya terhadap Ayah sejak usahanya hancur dan terkena stroke (walaupun tidak sampai melumpuhkannya tapi menyulitkannya untuk berpikir berat dan mengingat sesuatu). Ditambah lagi ayahku mengidap osteoarthritis berat. Namun sejak ayahku keluar rumah sakit, Ibuku sering uring2an karena tidak mau dia bekerja banting tulang sendirian sedang ayahku cuma duduk2 saja. Bahkan waktu di Jakarta dan harus menjemput ibuku di Pasar Senen menggunakan motor ayahku mengalami kecelakaan dan memperberat osteoarthritisnya. Tapi ibuku tetap tidak mau mengerti dan masih minta diantar jemput menggunakan motor dari dan ke warung makan yang ia rintis atau saat mau belanja, padahal untuk jalan pun ayahku kesulitan bahkan setelah itu ayah pernah jatuh di lampu merah karena kakinya tidak bisa menahan beban. Padahal aku tau ibuku lah yang boros mengeluarkan uang karena gengsinya yang tinggi dan masih mengikuti gaya hidup saat usaha ayahku masih jaya. Sedang ayahku sendiri sekarang pengobatannya terbengkalai karena uang yang ada (bahkan kirimanku pun) selalu dipakai untuk hal lain oleh ibuku.
Aku tidak tau apakah memang komunikasi yang buntu atau aku yang tidak mengerti sifat ibuku, yang pasti sampai sekarang terus terang dihatiku hanya ada rindu untuk ayah. Rindu itu bisa mengalirkan airmataku apalagi jika membaca artikel/cerita tentang seorang ayah. Tapi airmata yang turun saat membaca artikel/cerita tentang seorang ibu adalah airmata penyesalan mengapa ada jarak antara aku dan ibuku.
Sampai saat ini aku masih di negeri orang karena suamiku sedang bertugas disini, dan aku sudah mempunyai sepasang buah hati. Tapi mungkin tahun depan aku harus kembali dan masih belum tau apakah akan ada perubahan dalam hubungan kami. Aku menjadikan ini pengalaman agar aku tidak memposisikan diriku sebagai “pembantu” dalam rumah tanggaku sendiri yang hanya tau urusan lahir tapi tidak peduli urusan batin anak-anakku. Anak-anakku tidak hanya butuh makanan tapi juga siraman rohani dariku. Semoga sejarah tidak terulang padaku. Ami...n!
Warisan Orang Tua
Nyi Dch – Kanada
Halo Mak Z dan KoKiers semua...
Saya kembali mau bernostalgia menceritakan sebagian dari masa kecil saya. Yang mau saya ceritakan bukan warisan (alm) orangtua saya yang berupa harta peninggalan, kalo ini pppssst rahasia dong saya nggak bakalan ceritakan di sini (takutnya ada yang mintain hihihi...). Warisan orangtua saya itu adalah bakat saya yang saya baru tahu akhir-akhir ini KoKiers sebut dalangan. Saya pikir dulu dalangan itu hanya seputar kisah Ramayana dan Maha Bharata maklum saya nggak pernah sekalipun menonton ketoprak karena saya nggak ngerti bahasa Jawa hanya beberapa kata saja yang saya pick up dari sana sini. Saya memang senang bercerita aneh-aneh karangan saya sendiri dari dulu, biasanya yang senang mendengarkan ya hanya seputar teman-teman sekolah, teman kost ataupun orang kantor (eh pernah saya kerja teman-teman saya banyak orang Jawanya lho, tapi mereka nggak ada yang bilang kalo cerita saya ini dalangan, mereka selalu bilang cerita-cerita njelei (bener nggak sih tulisannya begini, artinya juga saya nggak tahu) ataupun khayalan-khayalan khas Dch yang emang mereka panggil biang kerok ataupun biang jahil...kurang asem)
Orangtua saya mereka tidak berasal dari Jawa tapi memang mereka telah lama tinggal di Jakarta papa saya semenjak kuliah dan mama saya dari lahir, mereka bertemu dan menikah dan setelah itu mulai mencetak anak satu persatu juga di Jakarta. Tapi di keluarga saya sewaktu papa saya masih hidup dan ada di antara kami, suasana rumah kental dengan unsur Sumateranya.
Nah papa saya ini punya kebiasaan mendongeng ataupun bercerita. Biasanya malam setelah kami selesai belajar bersama. Dongengan papa saya ini bermacam-macam dan biasanya karangan beliau sendiri dan keluar dari mulutnya otomatis saat itu juga, dan nggak pernah kepikiran dituliskan oleh beliau. Padahal papa saya sudah beberapa kali menulis dan diterbitkan oleh koran dan majalah lho, tapi tulisan beliau seputar tanam menanam karena memang itu hobi dan usaha yang beliau geluti. Dongengan yang papa saya ceritakan biasanya bersetting di tanah Sumatera pada zaman yang papa saya karang sendiri, dengan nama-nama tokoh ciptaannya dengan cerita juga asli khayalannya. Saya tahu ini setelah saya besar lho ternyata cerita-cerita papa saya itu bukan legenda asli tho hehe...
Perbedaan antara saya dan papa saya, dongengan beliau indah penuh kisah kasih dan cinta sementara dongengan saya cuma buat haha hihi aja plus saya memang viktor alias pikirannya kotor nggak tahu kenapa tapi jujur saya memang ngeres sementara papa saya wah dongengan beliau penuh kata-kata indah, penuh sajak, puisi, keindahan alam dan nggak pernah ada kata-kata kasar apalagi ngeres keluar dari papa saya. Banyak yang telah saya lupa, tapi ada sedikit yang masih agak-agak ingat, seperti gambaran salah seorang putri ciptaannya dengan panggilan putri bunga kenanga (karena kami punya pohon kenanga di pekarangan rumah) dan mata putri kenanga yang bulat, bening berair seperti mata Hetty Koes Endang (ini penyanyi favorit papa saya). Sehingga setelah besar saya kesengsem dengan laki-laki ganteng bermata bening berair dan saya ceritakan hal ini kepada teman-teman saya, "Aduh si BR itu matanya lho bening berair seperti mata Hetty Koes Endang". Eh yang ada teman-teman malah ketawa ngakak. Duh Dch merusak imajinasi aja masak ada lelaki, bule pula matanya kek Hetty Koes Endang hihihi...
Papa saya seorang lelaki yang romantis terbukti dengan panggilan kesayangannya kepada mama saya, beliau selalu memanggilnya dengan permaisuriku. Apalagi kalo mama saya lagi ngambek, papa saya akan berbuat seolah-olah pangeran kasmaran dari negeri antah berantah yang bertekuk lutut dan mulai berpantun dengan kata-kata yang terkadang bukannya terharu malahan bikin sakit perut tertawa. Membuat mama saya yang layak disebut ratu ngambek abad itu langsung meleleh juga dalam tawa. Saya juga bingung orang kok hobinya ngambek sih, ya mama saya itu, orang lain kan hobinya bercocok tanam atau berenang gitu hehe...
Papa saya walaupun romantis, puitis, humoris tapi pemberani. Di seputar komplek kami sudah biasa kalau ada maling, orang mabuk, orang berantem dan hal-hal seputar keonaran gitu mereka selalu panggil papa saya. Pernah lagi asyik-asyik tidur tetangga membangunkan karena ada maling, papa saya otomatis langsung lari mengejar walaupun hanya pake sarung sementara mama saya kebingungan aduh semoga sarung papa saya nggak melorot hihihi...
Pernah juga suatu saat kami semua 7 anak, 1 kakak saya tinggal dengan nenek. Biasanya kami ikut duduk di tempat tidur papa saya, karena terkadang beliau senang sambil leyeh-leyeh sambil dipijitin ramai-ramai sambil bercerita. Eh tiba-tiba sedang seru-seru dan tegangnya, tubuh kami semua terjatuh dan terdengar suara kencang gubrakkk. Sumpe semua beneran kaget...ternyata tempat tidur papa dan mama saya yang terbuat dari kayu ambruk hehehe keknya keberatan menampung kami semua. Sehingga malam itu papa dan mama saya tidur gelaran kasur di karpet dan besoknya papa membeli sebuah balok kayu untuk mengganjal balok kayu di bawah dipan tempat tidur itu. Yah lumayan untuk sementara sampai papa saya bisa membeli lagi dipan tempat tidur baru. Tapi semenjak itu kita nggak boleh lagi beramai-ramai naik di atas tempat tidur seperti biasanya.
Kegemaran ataupun bakat bercerita dari papa saya ini menurun kesemua anaknya. Ada salah satu kakak yang pernah tulisan dongengnya dimuat di salah satu koran edisi minggu zaman dulu saya udah lupa koran apa. Tapi ya itu semua orang di keluarga saya nggak pernah berniat menulis dijadikan serius, don’t ask me why saya juga nggak tahu. Wong saya aja baru tahu saya suka menulis gara-gara KoKi ini kok. Thanks to KoKi and many thanks to Mak Z. Ok back to papa saya, beliau bahkan menamakan ke-8 anaknya dengan nama-nama dari bahasa Sansekerta mungkin juga karena hobi beliau membaca Ramayana, Mahabrata dan Kho Ping Ho (hehe pantesan dongengan papa saya aneh campuran dari khayalannya plus campuran dari bacaan beliau keknya). Makanya banyak yang menyangka saya ataupun kakak saya orang Jawa karena mereka melihat dari nama kami.
Mengenai Kho Ping Ho, keluarga saya memang keluarga gila baca, segala macam buku, koran dan majalah ada di rumah. Nah papa dan mama saya selalu rebutan baca kho ping ho ini dan biasanya ini yang bikin mama saya sering ngambek karena papa saya suka bawa buku kho ping ho jilid keberapa gitu kekantor sementara mama saya juga saat itu lagi pas mau baca jilid yang itu, manalagi papa saya suka lupa ketinggalan itu kho ping ho di kantor wuih mama saya udah pasti bakalan ngambek. Belum lagi setiap kami anak-anaknya pamit tidur dan mencium mereka saya selalu lihat mereka berdua sedang asyik tenggelam bersama kho ping ho dan juga suka ribut. Mama suka bilang, "Ayo da cepet dong bacanya" atau papa yang mendesak mama, ""Udah papa aja dulu yang baca jilid yang ini, mama besok aja" dan bla bla bla sampe bosen kami dengernya terkadang malah mereka kejar-kejaran di dalam rumah berebutan si kho ping ho. Dan ini jadi kenangan kami sampe sekarang, membuat saya yang waktu itu masih kecil suka mikir, oh jadi orang tua itu masalahnya hanya seputar rebutan buku kho ping ho hehehe...
Berbeda dengan papa saya, mama saya ini juga specialist dalam hal mengarang cerita. Biasanya jatah mama bercerita di saat sebelum tidur siang. Tapi mama saya ini ada tapinya, beliau ini selalu mengarang cerita seram seputar setan and the gank. Kenapa begitu? karena beliau kepengen anaknya cepat tidur siang, karena terus terang susah membuat kami tidur siang selalu kepengennya main dan main terus. Nah menurut beliau cerita seramnya mampu membuat kami semua takut dan cepat tidur hehe...Walaupun setelah kami dewasa mama saya menyesal dengan apa yang dilakukannya dahulu dan memberitahu kakak-kakak saya jangan pernah menakut-nakuti anak dengan cerita-cerita seram, karena mama saya mampu dengan suksesnya membuat anak-anaknya beneran jadi penakut dengan setan. Dan papa saya nggak mengetahui akan hal ini. Duh kalau dulu beliau sampai tahu bisa-bisa kami 6 perempuan ditinggal di tengah kuburan (kakak laki-laki saya yang semata wayang dia sih nggak penakut tuh). Ya papa saya selalu mengajarkan supaya kami berani dan tidak cengeng, sayangnya papa saya meninggal di saat saya baru kelas 1 SMP.
Sampai kami besar bahkan sampai sekarang ada salah satu kakak saya yang setiap terbangun malam mau kekamar mandi harus membangunkan dan minta antar suaminya plus kalau suaminya harus keluar kota kakak saya ini akan minta ditemani tidur oleh anak-anaknya yang sudah remaja hehe ampun deh penakutnya. Eh saya juga begitu kok, waktu di kost saya selalu berusaha mencari teman sesama penakut untuk tidur bareng dan susahnya saat saya harus ikutan meeting atau ada acara di luar kota, mana di tempat saya kerja saat itu laki-laki semua. Saya sudah terus terang bilang sama si Bos kalau keluar kota saya harus tidur di hotel berdua dengan orang kantor lain walaupun mereka laki-laki saya nggak perduli. Saya selalu diketawain sih sama mereka, si Dch sok galak padahal takut sama setan dan nggak berani tidur sendiri hehe... Untungnya semenjak saya tinggal di Vancouver rasa takut saya menghilang sedikit-sedikit, ya karena nggak ada choice plus di sini kalau winter baru jam 5 sore aja udah hitam pekat dan di mana-mana sepi terpaksa saya jadi berani hiks hiks.
Seperti halnya papa saya, mama saya inipun jago dalam mengarang cerita. Saya juga baru tahu setelah saya tanya sama teman-teman lain dan mereka nggak pernah mendengar tentang cerita setan versi mama saya ini dan ini juga membuat saya jadi senang bercerita sama teman-teman di sekolah. Karena ternyata cerita setan berikut nama setan yang keluar dari mulut mama saya asli karangan beliau sendiri. Mama saya nggak bercerita tentang kuntilanak ataupun pocong seperti lazimnya cerita seram saat itu. Tapi setan-setan karangan mama saya itu aneh dan disesuaikan dengan keadaan.
Seperti setan tengah hari bolong, setan tukang kerupuk (karena dulu saya selalu mendekati tukang kerupuk yang mengantarkan kerupuk untuk warung di depan rumah dan kabarnya situkang kerupuk itu ganjen suka megang-megang anak perempuan kecil dan mama saya nggak mau saya jadi korbannya. Semenjak mama cerita ada setan di dalam tong besar warna biru khas tukang kerupuk jaman itu, saya nggak pernah lagi mendekati situkang kerupuk alih-alih langsung ngacir pulang kerumah begitu melihat situkang kerupuk dari jauh), setan gerimis, genderuwo culik anak kecil yang nggak mau tidur siang, setan galah bambu (saya lupa karena apa), setan di gudang kantor papa (dulu saya dan teman-teman bandel senang main di gudang kantor papa yang letaknya nggak jauh dari rumah semenjak itu saya dan teman-teman nggak ada lagi yang mau main di situ) sampai setan minta tempe (hihihi saya juga lupa ini karena apa, yang saya ingat hanya gaya mama saya menirukan gaya setan ini...minta ...minta tempe..hahaha zaman dulu asli bikin saya takut setengah mati sekarang saya jadi malu sendiri it’s so ridiculous).
Hanya itu yang masih mampu saya ingat, ada banyak sekali setan berikut cerita mencekam kreasi mama saya. Bahkan beliau mencampurkan cerita setan dengan cerita sang kancil. Bukan sang kancil mencuri ketimun cerita yang lazim saat itu tapi cerita sang kancil yang nakal diculik oleh sisetan. Bagaimana sang kancil yang nakal nggak mendengar nasihat ibunya bertemu setan. Dan juga beliau bercerita sang kancil sangat nakal makanya nggak bisa masuk sekolah dan ikut belajar seperti kami-kami saat itu hehe... Dan lucunya cerita sang kancil ini terus diceritakan dengan berbeda variasi sampai sekarang oleh kakak saya. Saya mendengar sendiri salah satu kakak saya sedang membujuk anaknya yang masih kecil dengan bercerita sang kancil yang sangat nakal sehingga hari minggu nggak boleh ikut jalan-jalan ke mall hehehe...sejak kapan sikancil seneng mejeng di mall.
Saya bersyukur ternyata papa dan mama saya walaupun umur keduanya pendek tapi kesan, pesan dan warisan yang mereka berikan kepada kami membuat hidup kami penuh warna. Saya nggak marah dan menyesal kenapa dulu mama saya membuat kami jadi orang penakut dengan hal yang berbau mistis, menurut saya itu hanyalah naluri seorang ibu sederhana pada zaman itu yang sangat menyayangi anak-anaknya. Ya zaman dulu kan belum seperti sekarang pendidikan dan komunikasi gampang dan sangat terbuka. Sekarang apabila saya ataupun kakak saya menceritakan cerita seram versi mama saya duh anak kami bukannya takut malahan akan tertawa dan mungkin minta ditunjukin setannya. Saya malahan amat berterima kasih kepada kedua orang tua saya akan bakat yang mereka berikan sehingga saya pun bisa menghibur KoKiers semua.
Dan sekali lagi saya juga berterima kasih karena KoKi dan Mak Z lah yang membuat saya tergerak untuk menuliskan cerita-cerita aneh khayalan seorang Dch.
Diposting oleh koki di 09.01 53 komentar