Zeverina adalah penggagas KOKI. Itu adagium yang tidak bisa diganggu-gugat dan harus dihormati oleh siapapun. Artikel ini ditulis tanpa niat sedikitpun mengurangi rasa hormat tentang fakta, “Zeverina adalah penggagas KOKI”. Namun bagi saya Zeverina bukan saja penggagas KOKI. Lebih dari itu juga telah membesarkan KOKI sehingga menjadi seperti sekarang ini. Tentu saja dengan tidak mengecilkan bantuan Asmod dan nama lain di belakang layar KOKI yang berada di bawah naungan Kompas ini.
Sekali lagi, peran Zeverina sebagai penggagas KoKi tidak boleh dilupakan sebelum anda meneruskan membaca artikel ini.
Beberapa teman silent reader di Belanda yang tahu cerita di balik nama KOKI, pernah memberi usul. Bagaimana kalau saya menulis artikel tentang asal-usul nama KOKI. Why not? Kang Mas Prabu sudah menceritakan proses bagaimana beliau membuat logo “nyeni” bin keren buat KOKI. Jadi tidak ada salahnya saya membuka cerita tentang proses bagaimana saya menemukan nama ini. Adil kan? Demokratis kan? Pencipta logo boleh bercerita. Sekarang giliran si tukang bikin nama. Saya akan bercerita apa adanya. Jadi jangan dituduh, “halaaaah, ngaku-ngaku!”.
Saya menyadari, cerita ini hanya sebutir pasir tak berarti di balik para pemeran utama dapur KOKI. Karena itu, saya menulis cerita ini dengan penuh kerendahan hati disertai rasa hormat kepada orang-orang yang telah berjasa membesarkan KOKI.
Artikel ini tidak ada hubungannya dengan issue di KOKI belakangan ini.Yaitu tentang “mau dibawa kemana KOKI ini?”. Masih banyak para Kokiers dan simpatisan KOKI yang lebih pantas dan lebih punya kapasitas untuk membahas masalah itu. Tapi issue itu membuat kenangan saya bangkit kembali....tentang bagaimana saya menemukan nama KOKI, nama untuk kolom ini....
Saya tidak mau memulai cerita ini dengan kata “straight to the point”. Nanti ceritanya kurang “nggreget”. Pakai “flash back” dulu dong! Oke, begini ceritanya….alkisah….
KOMPAS itu adalah bacaan wajib bagi saya. Bahkan sejak kecil, tidak ada hari terlewati tanpa membaca Kompas. Waktu itu mutu jurnalistik, tulisan, lay-out dan editingnya belum ada saingannya. Dan yang terpenting buat saya yang suka menggambar, illustrasi-nya selalu top! Ketika masih duduk di TK, ke Kompas saya pernah mengirim gambar yang disertai cerita ringkas yang menyertai gambar itu. Cerita singkat itu ditulis ayah saya. Ketika gambar dan cerita itu dimuat di ruang anak-anak di Kompas, rasanya senang bukan kepalang. Sejak itu saya menjadi pembaca fanatik Kompas hingga sekarang ini.
Bukan cuma Kompas-nya tapi cerita seputar pentolan di belakang layar Kompas pun saya ikuti: PK Ojong, Jakob Oetama dan beberapa nama wartawan legendaris lain.
Kompas juga memuat secara teratur artikel para penulis dan budayawan ulung di masa itu. Misalnya Arswendo Atmowiloto, Umar Kayam, R.B. Mangunwijaya dan sederet nama top lain. Melalui ayah, sejak dini saya belajar mengapresiasi tulisan dan pikiran-pikiran mereka.
Sampai kini saya sangat percaya, bahwa tulisan para jurnalis dan penulis hebat di balik sebuah media sedikit banyak bisa mempengaruhi, membentuk kepribadian dan pola berpikir pembaca fanatik yang setia mengikuti pikiran-pikiran mereka.
Untunglah setelah menetap di Belanda dan menjadi warga negara Belanda, saya tetap bisa menikmati Kompas on-line yang sudah menjadi santapan sehari-hari. Sebelum memulai aktivitas, sambil minum teh atau kopi, melalui internet saya melahap hampir semua kolom KCM. Termasuk kolomnya Zeverina yang waktu itu masih bernama Kolom Kesehatan. Tentang hal ini sudah banyak diceritakan oleh kokiers lain.
Tapi sebetulnya yang lebih menarik perhatian saya tentang kolom itu, yaitu ketangkasan pengasuh kolom ini mencermati masalah. Dalam berinteraksi dengan “kokiers” jadul, tak jarang Zeverina dihadang situasi sulit. Tapi itu tidak membuatnya terpancing untuk “main keras”. Tetap dengan emosi terkendali. Padahal interaksi Zeverina dengan kokiers waktu itu, adalah interaksi langsung. Belum pakai perantara. Belum pakai body guard. Tapi justru dengan cara “cool” ini, biarpun cuma sendiri.....toh para bonek kokiers itu bisa juga ditenangkan dan dikandangkan.
Saya memang cenderung lebih melihat siapa “aktor di balik layar”. Kalau tidak salah semua artikel yang masuk waktu itu disortir sendiri oleh Zeverina sebagai pengasuh kolom. Belum dibantu Asmod (Asmod, tolong diralat dan mohon maaf kalau ingatan saya ini salah).
Insting saya menangkap bahwa sang pengasuh kolom punya selera jurnalistik yang ”boljug” (boleh juga). Setidaknya menurut selera saya. Itu saja sudah cukup membuat saya tertarik mengikuti kolom ini.
Sampai di sini, karena disibuki berbagai hal, saya tetap menjadi silent reader. Memang sih sebelumnya pernah mengirim satu artikel ringan yang ditulis sambil lalu, dan dimuat. Penulisannya pun melanggar kaidah berbahasa. Masih angin-anginan.
Selebihnya saya lebih banyak menjadi silent reader. Karena keadaan memang membuat saya tidak punya banyak waktu untuk menulis. Biarpun begitu, saya “mengkritis-kritiskan” diri mengamati kolom ini, termasuk semua pelakon yang ada di dalamnya.
Saya masih ingat, sekitar awal Maret 2006 ada dua hal yang jadi issue hangat di kolom kesehatan asuhan Zeverina itu. Pertama tentang keluhan bahwa tulisan-tulisan yang ditampilkan kok begitu-begitu saja. Monoton dan membosankan. Berdasarkan keluhan ini, ada ide bagaimana kalau kolom itu ditampilkan sesekali saja. Hanya jika ada artikel menarik. Maksudnya supaya pembaca tidak jenuh. Issue kedua, Zeverina melempar ide untuk mencari nama baru untuk mengganti nama Kolom Kesehatan. Ini masuk akal. Mengingat Kolom Kesehatan yang tadinya dimaksudkan sebagai kolom “curhat”, isinya berkembang sangat variatif. Tidak lagi sekedar curhat. Sehingga nama Kolom Kesehatan dirasakan tidak relevan lagi.
Lalu ada yang mengusulkan agar kolom kesehatan itu dinamakan Kolom Zeverina. Tampaknya untuk menghindari kultus individu....he...he...he....Zeverina mengajak pembaca mencari nama yang lebih pas.
Berdasarkan kedua issue di atas itu, saya yang tadinya silent reader, tergerak untuk menulis artikel yang berjudul “OCEHAN KOKI” yang dimuat di rubrik kesehatan KCM 13 Maret 2006.
Alasan saya menulis artikel itu sederhana saja.
Pertama, saya ingin melayangkan keberatan kalau rubrik ini cuma tampil sesekali saja. Saya tidak rela kalau kebiasaan saya minum kopi di pagi hari menjadi berkurang kenikmatannya gara-gara tidak bisa lagi membaca kolomnya Zeverina itu. Sudah enak-enak membaca tiap hari, masak sih mau ditampilkan sesekali saja.
Kedua, artikel itu juga dimaksudkan sebagai sumbang saran dan memberi usulan.
Karena Zeverina waktu itu sedang mencari nama baru untuk mengganti nama Kolom Kesehatan. Saya memberi usul tentang sebuah nama baru melalui artikel “Ocehan Koki” itu. Meskipun memakai istilah KOKI, artikel itu sama sekali tidak bercerita tentang masakan maupun profesi juru masak.
Nama KOKI dari artikel “Ocehan Koki” itu memang saya maksudkan sebagai singkatan dari Kolom Kita. Saya kutip sepotong kalimat di artikel itu, “Dimuat tidak ya, kalau di sini saya mau mengoceh tentang koki. Tapi bukan koki juru masak lho. Maksud saya koki yaitu Ko(lom) Ki(ta) alias kolom kita asuhan Zeverina ini”.
Bagaimana saya mendapat ide nama KOKI itu? Mudah saja. Ketika Zeverina melempar usul untuk bersama-sama mencari sebuah nama untuk kolom ini, saya lalu memikirkan sebuah ide.
Saya pikir, ini kan kolom tempat semua orang menceritakan uneg-uneg. Berbagi cerita dan pengalaman. Kolom untuk semua orang. Untuk siapa saja yang ingin bercerita. Mau amatir kek, mau pemula kek, semuanya boleh....asal memang layak muat. Yang penting jangan saling caci memaki. Ini artinya.....lalu di pikiran saya tiba-tiba terbersit kata “Kolom Kita”! Ya, kolom kita semua! Kolom kita....kolom kita....tapi kok....saya coba menimbang-nimbang segi estetis-nya. Namanya juga pelukis, semuanya dilihat dari kacamata estetika.
Nama “Kolom Kita” saja rasanya kok kurang sreg. Kedengaran terlalu biasa-biasa saja. Nama sebuah kolom itu mesti unik. Mesti bikin penasaran. Mesti bisa menarik mata pembaca supaya mau mampir ke kolom itu. Begitu pikir saya. Saya lalu mengutak-atik nama lain yang mesti memenuhi syarat berikut: kedengaran nge-pop, fun, singkat, mudah dieja dan mudah diingat. Juga mesti indah dari segi bunyi dan alfabetis-nya. Tapi jangan lupa, harus tetap relevan dengan tema “Kolom Kita”. Setelah mengutak-atik, akhirnya saya menemukan nama yang memenuhi syarat tadi. Nama itu adalah “KOKI”.
Sejak awal saya mengikuti rubrik kesehatan/Kolom Kita ini, yang saya ikuti bukan cuma tulisan penulisnya saja.Tapi juga berusaha melihat “irama dan cara pikir” pengasuh di balik kolom itu. Kita tahu, karakteristik sebuah kolom ditentukan juga oleh siapa pengasuh/redaksi di baliknya. Karena itu saya jadi SKSD (sok kenal sok dekat). Lalu merasa PeDe ingin berpartisipasi memberi nama untuk kolom yang saya gemari ini, walaupun cuma silent reader.
Usulan itu lalu diterima Zeverina, seperti yang ditulisnya di kata pembuka rubrik kesehatan, 13 Maret 2006, “Hai...hai, apa kabar pembaca, anda pasti sudah menunggu apa jawaban pembaca terhadap kelanjutan KOKI. KOKI, nama menarik untuk kolom berbagi cerita di rubrik kesehatan KCM ini. Singkatan dari KOLOM KITA. Saya ambil dari tulisan Walentina Rahardjo di Belanda”. Di rubrik kesehatan KCM 13 Maret 2006 itulah untuk pertama kalinya nama KOKI itu mulai digunakan dan dikenalkan.
Tulisan “Ocehan Koki” yang menjadi cikal bakal nama KOKI itu dimuat di “page” yang sama dengan artikel Djoko Amin-Paris, G-Australia, WES-Australia, Deh-Jerman, Susanna-Amerika, Astrid-???, Dwikoen-Eropa, NKB-Australia, Vera-Afrika, Salsa-Kuala Lumpur, Vie-Kanada, Kentik LS-Paris dan Janto Marzuki-Swedia. (Untuk nama-nama ini semua, saya ingin menyapa, hallooo...salam buat anda semua di manapun berada, saya mengikuti dan menunggu tulisan anda selanjutnya).
Sebelum menutup tulisan ini, saya ingin menyampaikan maaf kepada semua nama yang pernah mengirimkan alamat email dan ucapan selamat buat saya karena sudah mengusulkan nama KOKI. Saya minta maaf karena situasi waktu itu membuat saya tidak bisa membalas satupun reaksi. Dan akhirnya alamat email itu pun hilang entah kemana. Waktu itu saya menerima beberapa reaksi atas surat pendek saya buat Zeverina yang sukses mengembangkan KOKI.
Tampaknya surat saya dan komentar anda atas surat pendek saya buat Zeverina sudah terhapus (?) dari arsip KOKI. Yang bikin saya juga tidak enak karena ada beberapa kokiers se-negara dari Belanda. Saya minta maaf yang sedalam-dalamnya ketika itu tidak sempat membalas email anda. Bukannya congkak bukannya sombong, tetapi sungguh itu semua tidak terhindarkan.
Reaksi waktu itu antara lain juga datang dari Joseph Chen. Baru akhir-akhir ini saja saya mengisi profil di KOKI. Karena itu juga saya baru sempat minta ampun... eh.... minta maaf ke Kiai Josh Chen. Untunglah reaksinya cukup menyejukkan hati saya yang gundah gulana ini. Berikut ini saya “mem-plagiat” comment dari Sang Kiai Serpong Josh Chen : Walentina: nee, nee, nee....tidak ada yang berdosa kok.... hehehe....aku tau dan yakin kalo Walentina W (dulu R khan) tidak ada maksud mendiamkan semua yang ingin berkenalan....yang pasti 1 hal, nama KoKi adalah YOUR LEGACY, kapan pun, di mana pun, selama KoKi masih berdiri n eksis, dalam pikiranku, nama itu adalah dari usulan kamu.....fakta itu tidak bisa diubah oleh siapapun, ya kecuali dari Kompas sebagai induk memang hendak mengganti ya.....anyway, ditunggu lho tulisan-tulisan berikutnya.... Posted by: Josh Chen | Rabu, 15 April 2009 | 11:31 WIB
Begitulah cerita asal mula nama KOKI/Kolom Kita, hingga menjadi KOKI, Kompas Kita versi sekarang ini...dan akhirnya kita semua hidup berbahagia untuk selama-lamanya. Amin!
Sekali lagi jangan lupa, ZEVERINA ADALAH PENGGAGAS KOKI. Cerita asal mula dan pencipta nama KOKI ini hanya sebutir pasir di balik sejarah per-KOKI-an. Mungkin tidak begitu penting apakah inspirasi nama KOKI itu datang dari benak Walentina Waluyanti Rahardjo. Cerita ini boleh saja terbuang dan terlupakan.
Namun ada satu hal yang tidak boleh terbuang dan terlupakan. Yaitu cengar-cengirku yang membuatku makin manis kalau menyebut nama KOKI. Lho, memangnya kenapa? Soalnya nama KOKI ini sekarang disesaki manusia KERA. Eitssss....jangan salah lho! Hanya kokiers sejati yang tahu apa itu arti KERA! Pesan saya, sesama KERA dilarang saling melecehkan! (Kalau masih belum tahu juga apa arti KERA, dapatkan segera “kamus KOKI” di toko dan warung terdekat!!!). ***
Nederland, 19 April 2009
baru ngeh. ternyata nama Koki yang bikin R. buruan dipatenkan.. :-)
salam
Hallo mbak Malentina....
Ini Dj. dari Mainz...
Waktu Dj. baca articlenya.. Dj. bayankan ini si mbak pasti gede dan tegap,karena tulisannya yang sangat jelas,walau seorang seniman ( pelukis ) kadang juga sentimental. Dj. jadi kaget waktu lihat fotonya... Taunya kecil mungil,seperti yang cepat patah,kalau dipegang...hahahahaaa...
Salam manis juga dari seorang pelukis dari Mainz...
Kapan-kapan kita ketemuan di Almere ya....
Kini si pengGAGAS KOKI telah pergi meninggalkan kita semua.
Beliau dimata saya adalah pribadi yang sederhana dan rendah hati, walaupun saya telah lama mengenalnya sejak menjadi Pengasuh di Kolom Kita - KOMPAS dan hingga kini saya tak pernah berjumpa dengan beliau.
sejak pindah ke Detik saya pun tak pernah lagi aktif.
Kemarin saya sedang berada dirumah karena masih ada cuti, iseng-iseng searching di goggle "KoKi" masuk ke koki detik, disana terpampang kalimat "SELAMAT JALAN Z, Selamat jalan kawan tercinta".
Why ada apakah gerangan dengan ZEVERINA yang saya kenal dengan sebutan MAMAK Z.
Inalilahi wa inailahi rojiun. . . . . . . .
Sedih hati ini, tapi masih bertanya-tanya pula : "Apa benar beliau telah meninggal dunia?".
coba search lagi digoggle : "ZEVERINA" dan dapat kejelasan di Omdhani.info bahwa ZEVERINA telah berpulang pada tgl 07 juli 2010 jam 17:15 wib dalam usia 2 tahun.
Selamat jalan Saudaraku tercinta, walau tak pernah berjumpa dengan mu, tapi hati ini sangat dekat denganmu. terkesan hati ini dengan Tulisan Penghantar disetiap Artikel yang selalu dinanti oleh pembaca di Kolom Kita kolom yang lalu.
Semoga keluarga yang ditinggalkan, tabah dalam menghadapi cobaan ini. dan amal ibadah almarhumah diterima disisiNYA, amin yarobballamin.
kembangjambu
Samarinda